Anggota DPD Kritisi Proses Hukum Mahasiswa Pedemo UU Cipta Kerja
Minggu, 06 Desember 2020 - 12:07 WIB
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Abdul Rachman Thaha menyoroti penanganan hukum kasus sejumlah mahasiswa di Makassar, Sulawesi Selatan yang ditangkap dalam aksi demonstrasi menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) beberapa waktu lalu.
Abdul Rachman mengkritisi tentang pasal yang disangkakan terhadap para mahasiswa, yakni Pasal 214, 160, 170 KUHP dengan ancamannya luar biasa sampai 7 tahun, 6 tahun, dan 5 tahun. Adapun deliknya adalah penghasutan.
Sebagai mantan aktivis mahasiswa, Abdul Rachman menilai demonstrasi adalah bagian dari Demokrasi, Kebebasan berpendapat menyampaikan sesuatu itukan di jamin oleh konstitusi.
"Jika ada hal-hal yang terjadi di lapangan itu adalah situasi yang di manfaatkan oleh segelintir oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, terkadang memang ingin membuat keadaan menjadi chaos, adik-adik mahasiswa ini mereka adalah corong dari sebuah pergerakan demokrasi," katanya melalui keterangan tertulis, Minggu (6/12/2020).
Dia menilai pada dasarnya aksi demonstrasi mahasiswa untuk menyikapi kebijakan-kebijakan yang dirasa tidak berpihak pada rakyat. "Inilah sebenarnya sebuah dinamika negara demokrasi," tandas senator dari Sulawesi Tengah ini.
( )
Menurut dia, penegak hukum harus mempertimbangkan status mereka yang maish mahsiswa. "Perlu dipertimbangkan apalagi mereka masih kuliah untuk menyelesaikan studi mereka, semoga kedepan proses ini sangat perlu memdapatkan perhatian bagi penegak hukum," katanya.
Dia menegaskan penegak hukum untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga diharapkan mampu obyektif dalam melakukan penuntutan terhadap mahasiswa.
"Saya yakin dan percaya JPU pasti melihat dari sisi kebebasan berpendapat, HAM, apalagi adik-adik mahasiswa ini adalah regenerasi masa depan buat bangsa dan negara ini," katanya.
Apalagi, lanjut dia, persoalan UU Cipta kerja sudah selesai. Mahasiswa juga diberikan pemahaman tentang hal itu. "Saya juga mengingatkan kepada kapolda untuk memproses anggota yang terlibat dalam pemukulan mahasiswa termasuk dosen UMI yang memjadi korban," katanya.
( )
Abdul Rachman mengkritisi tentang pasal yang disangkakan terhadap para mahasiswa, yakni Pasal 214, 160, 170 KUHP dengan ancamannya luar biasa sampai 7 tahun, 6 tahun, dan 5 tahun. Adapun deliknya adalah penghasutan.
Sebagai mantan aktivis mahasiswa, Abdul Rachman menilai demonstrasi adalah bagian dari Demokrasi, Kebebasan berpendapat menyampaikan sesuatu itukan di jamin oleh konstitusi.
"Jika ada hal-hal yang terjadi di lapangan itu adalah situasi yang di manfaatkan oleh segelintir oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, terkadang memang ingin membuat keadaan menjadi chaos, adik-adik mahasiswa ini mereka adalah corong dari sebuah pergerakan demokrasi," katanya melalui keterangan tertulis, Minggu (6/12/2020).
Dia menilai pada dasarnya aksi demonstrasi mahasiswa untuk menyikapi kebijakan-kebijakan yang dirasa tidak berpihak pada rakyat. "Inilah sebenarnya sebuah dinamika negara demokrasi," tandas senator dari Sulawesi Tengah ini.
( )
Menurut dia, penegak hukum harus mempertimbangkan status mereka yang maish mahsiswa. "Perlu dipertimbangkan apalagi mereka masih kuliah untuk menyelesaikan studi mereka, semoga kedepan proses ini sangat perlu memdapatkan perhatian bagi penegak hukum," katanya.
Dia menegaskan penegak hukum untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga diharapkan mampu obyektif dalam melakukan penuntutan terhadap mahasiswa.
"Saya yakin dan percaya JPU pasti melihat dari sisi kebebasan berpendapat, HAM, apalagi adik-adik mahasiswa ini adalah regenerasi masa depan buat bangsa dan negara ini," katanya.
Apalagi, lanjut dia, persoalan UU Cipta kerja sudah selesai. Mahasiswa juga diberikan pemahaman tentang hal itu. "Saya juga mengingatkan kepada kapolda untuk memproses anggota yang terlibat dalam pemukulan mahasiswa termasuk dosen UMI yang memjadi korban," katanya.
( )
(dam)
tulis komentar anda