Pasangan Ideal di 2024: Prabowo-Puan, Anies- Gatot, atau Ganjar-Khofifah?
Minggu, 06 Desember 2020 - 11:30 WIB
Dua Kategori Capres
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, membaca peluang siapa tokoh yang akan maju capres bisa dilihat pada dua variabel. Pertama, variabel tetap. Mengacu. variabel ini, parpol biasanya sudah memiliki calonnya, misalnya PDIP sudah punya Puan dan Gerindra akan ajukan Prabowo.
Kedua, variabel dinamis, yakni mengacu pada elektabilitas tokoh. “Kalau variabel ini kita tidak tahu siapa yang akan maju capres nanti karena yang sekarang elektabilitasnya di atas bisa saja ke bawah, dan yang ada di bawah bisa saja ke atas,” ujarnya kepada SINDOnews.
Namun, dalam sejarah pilpres Indonesia, kata dia, kemunculan capres hanya mengerucut pada dua kategori. Pertama dari kalangan menteri. Contohnya adalah SBY pada 2004. Kedua, kepala daerah sebagaimana dilakukan Jokowi pada 2019.
“Jadi bicara posisi, yang potensial maju jadi capres pada 2024 itu adalah kepala daerah. Kenapa? Karena bisa dilihat kinerjanya dan eksposurenya luas,” kata Qodari.
Dia menyebut kepala daerah yang berpeluang semuanya di Jawa, yakni gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Qodari menyangsikan jika ada figur yamg bjsa muncul sebagai capres di luar dua kategori menteri dan kepala daerah. Ini juga berlaku pada kemunculan Habib Riziek Shihab yang banyak disebut potensial jadi capres.
“Apakah HRS ini bisa ciptakan kategori ketiga, yaitu capres yang maju lewat jalur tokoh masyarakat?” ujarnya.
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, membaca peluang siapa tokoh yang akan maju capres bisa dilihat pada dua variabel. Pertama, variabel tetap. Mengacu. variabel ini, parpol biasanya sudah memiliki calonnya, misalnya PDIP sudah punya Puan dan Gerindra akan ajukan Prabowo.
Kedua, variabel dinamis, yakni mengacu pada elektabilitas tokoh. “Kalau variabel ini kita tidak tahu siapa yang akan maju capres nanti karena yang sekarang elektabilitasnya di atas bisa saja ke bawah, dan yang ada di bawah bisa saja ke atas,” ujarnya kepada SINDOnews.
Namun, dalam sejarah pilpres Indonesia, kata dia, kemunculan capres hanya mengerucut pada dua kategori. Pertama dari kalangan menteri. Contohnya adalah SBY pada 2004. Kedua, kepala daerah sebagaimana dilakukan Jokowi pada 2019.
“Jadi bicara posisi, yang potensial maju jadi capres pada 2024 itu adalah kepala daerah. Kenapa? Karena bisa dilihat kinerjanya dan eksposurenya luas,” kata Qodari.
Dia menyebut kepala daerah yang berpeluang semuanya di Jawa, yakni gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Qodari menyangsikan jika ada figur yamg bjsa muncul sebagai capres di luar dua kategori menteri dan kepala daerah. Ini juga berlaku pada kemunculan Habib Riziek Shihab yang banyak disebut potensial jadi capres.
“Apakah HRS ini bisa ciptakan kategori ketiga, yaitu capres yang maju lewat jalur tokoh masyarakat?” ujarnya.
(dam)
tulis komentar anda