ICW Prihatin Hanya 5 Kasus Korupsi Kepala Daerah yang Divonis Berat
Kamis, 03 Desember 2020 - 15:15 WIB
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch ( ICW ) mengungkapkan sepanjang 2004-2018 ada 104 kepala daerah yang tersangkut terjerat kasus korupsi dan ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
Peneliti ICW, Egi Primayogha menerangkan kasus korupsi kepala daerah bisa meningkatkan 2-3 kali lipatnya jika ditambah dengan yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Dari 104 kasus, bupati menempati urutan pertama dengan 62 orang yang terjaring KPK. Kemudian, disusul wali kota 23 dan gubernur 15 orang. (Baca juga: KPK Larang DPRD-Kepala Daerah Tak Satu Keluarga, DPR Nilai Tak Semuanya Buruk)
“Untuk jenis korupsinya paling tinggi itu suap 47 dan kerugian negara 32. Kemudian, ada gratifikasi dan pemerasan,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Pilkada, Kecurangan, dan Netralitas ASN”, Kamis (3/12/2020).
Salah satu penyebab, kepala daerah korupsi adalah tingginya ongkos politik ketika ikut pilkada. Untuk kabupaten dan kota, kabar yang beredar mereka harus merogoh kocek Rp30-50 miliar. Untuk kursi gubernur, lebih besar lagi.
Egi menjelaskan objek korupsi yang paling banyak dilakukan adalah pengadaan barang dan jasa, infrastruktur, perizinan, penyalahgunaan anggaran, suap hakim, dan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola masuk hotel prodeo karena terlibat kasus pengesahan APBD.
ICW menyatakan rata-rata vonis untuk kasus korupsi kepala daerah itu 6 tahun 4 bulan. Tuntutannya, rata-rata, 7 tahun 5 bulan. Ada 35 kasus yang divonis ringan (1-4 tahun), 44 vonis sedang (4-10 tahun), dan 5 vonis berat (lebih dari 10 tahun). (Baca juga:Rektor USN Kolaka Beberkan Cara Cegah Korupsi Kepala Daerah)
“Ini ironis. Kasus-kasusnya banyak tapi yang divonis berat sangat sedikit,” pungkasnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Peneliti ICW, Egi Primayogha menerangkan kasus korupsi kepala daerah bisa meningkatkan 2-3 kali lipatnya jika ditambah dengan yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Dari 104 kasus, bupati menempati urutan pertama dengan 62 orang yang terjaring KPK. Kemudian, disusul wali kota 23 dan gubernur 15 orang. (Baca juga: KPK Larang DPRD-Kepala Daerah Tak Satu Keluarga, DPR Nilai Tak Semuanya Buruk)
“Untuk jenis korupsinya paling tinggi itu suap 47 dan kerugian negara 32. Kemudian, ada gratifikasi dan pemerasan,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Pilkada, Kecurangan, dan Netralitas ASN”, Kamis (3/12/2020).
Salah satu penyebab, kepala daerah korupsi adalah tingginya ongkos politik ketika ikut pilkada. Untuk kabupaten dan kota, kabar yang beredar mereka harus merogoh kocek Rp30-50 miliar. Untuk kursi gubernur, lebih besar lagi.
Egi menjelaskan objek korupsi yang paling banyak dilakukan adalah pengadaan barang dan jasa, infrastruktur, perizinan, penyalahgunaan anggaran, suap hakim, dan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola masuk hotel prodeo karena terlibat kasus pengesahan APBD.
ICW menyatakan rata-rata vonis untuk kasus korupsi kepala daerah itu 6 tahun 4 bulan. Tuntutannya, rata-rata, 7 tahun 5 bulan. Ada 35 kasus yang divonis ringan (1-4 tahun), 44 vonis sedang (4-10 tahun), dan 5 vonis berat (lebih dari 10 tahun). (Baca juga:Rektor USN Kolaka Beberkan Cara Cegah Korupsi Kepala Daerah)
“Ini ironis. Kasus-kasusnya banyak tapi yang divonis berat sangat sedikit,” pungkasnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda