Ketua KPK Minta Kasus Edhy Prabowo Tidak Diseret ke Ranah Politik
Minggu, 29 November 2020 - 05:31 WIB
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KP K), Firli Bahuri menekankan kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster yang menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo adalah murni perkara hukum. Firli meminta agar kasus tersebut tidak diseret-seret ke ranah politik.
"Kasus yang terjadi di KKP tentu adalah tindak pidana korupsi murni enggak ada kaitannya dengan politik. Jadi jangan kita diajak masuk ke dalam ranah politik," ujar Firli di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2020). (Baca juga: Tiga Wali Kota Cimahi Korupsi, Firli Bahuri: KPK Sungguh Prihatin)
Meskipun dalam kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster, KPK menangkap salah satu petinggi partai politik, Firli meminta bahwa perkara ini tidak berlaku perorangan. Ia meminta agar kasus ini dilihat dari perkara hukumnya bukan terkait unsur politis.
Diketahui, Edhy Prabowo sendiri sebelum tertangkap tangan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, ia adalah Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra. Namun Edhy menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Waketum Gerindra maupun Menteri Kelautan dan Perikanan, pasca ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalaupun ada orang-orang yang terlibat dan dia merupakan pengurus partai, tapi terkait kasus tindak pidana adalah berlaku orang-perorang. Karena sesungguhnya, konsep hukum, barang siapa itu adalah setiap orang yang kita minta apakah perbuatan yang dilakukan."
"Kalau betul ada perbuatan yang dilakukan apakah perbuatan tersebut memenuhi unsur sengaja atau lalai. selanjutnya apakah memenuhi syarat sifat melawan hukum jadi kita fokus kepada perbuatan," sambungnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan tujuh orang tersangka atas kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap izin ekspor benih lobster. Ketujuh orang itu yakni, Menteri KKP, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri KKP, Safri (SAF); Staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan pihak swasta Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Baca juga:Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Gerindra Minta Maaf ke Jokowi dan Masyarakat)
Sedangkan sebagai pemberi suap, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Kasus yang terjadi di KKP tentu adalah tindak pidana korupsi murni enggak ada kaitannya dengan politik. Jadi jangan kita diajak masuk ke dalam ranah politik," ujar Firli di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2020). (Baca juga: Tiga Wali Kota Cimahi Korupsi, Firli Bahuri: KPK Sungguh Prihatin)
Meskipun dalam kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster, KPK menangkap salah satu petinggi partai politik, Firli meminta bahwa perkara ini tidak berlaku perorangan. Ia meminta agar kasus ini dilihat dari perkara hukumnya bukan terkait unsur politis.
Diketahui, Edhy Prabowo sendiri sebelum tertangkap tangan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, ia adalah Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra. Namun Edhy menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Waketum Gerindra maupun Menteri Kelautan dan Perikanan, pasca ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalaupun ada orang-orang yang terlibat dan dia merupakan pengurus partai, tapi terkait kasus tindak pidana adalah berlaku orang-perorang. Karena sesungguhnya, konsep hukum, barang siapa itu adalah setiap orang yang kita minta apakah perbuatan yang dilakukan."
"Kalau betul ada perbuatan yang dilakukan apakah perbuatan tersebut memenuhi unsur sengaja atau lalai. selanjutnya apakah memenuhi syarat sifat melawan hukum jadi kita fokus kepada perbuatan," sambungnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan tujuh orang tersangka atas kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap izin ekspor benih lobster. Ketujuh orang itu yakni, Menteri KKP, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri KKP, Safri (SAF); Staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan pihak swasta Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Baca juga:Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Gerindra Minta Maaf ke Jokowi dan Masyarakat)
Sedangkan sebagai pemberi suap, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(kri)
tulis komentar anda