Memaknai Sosiologi Kesehatan Saat Covid-19 Mewabah

Selasa, 12 Mei 2020 - 07:45 WIB
Covid-19 memakan korban dan merusak kehidupan ekonomi tanpa pandang bulu. Maskapai penerbangan mulai menghentikan operasi pesawatnya. Hal ini berdampak pada matinya sektor pariwisata. Mal-maldan restoran harus tutup untuk mengurangi kerumunan orang sehingga tentu menyebabkan berhentinya roda ekonomi kelas menengah ke atas. Masyarakat golongan the have(mampu) tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Tidak demikian dengan masyarakat the have not (kurang mampu) yang ketika perekonomian terhenti, mereka tidak lagi mempunyai daya beli. Ketahanan pangan keluarga menjadi taruhan, akhirnya mereka menggadaikan apa pun benda berharga yang dimilikinya atau berutang pada sanak saudara dan tetangga.

Kesejahteraan sosial masyarakat kini tengah terganggu. Kesejahteraan keluarga tercapai bila rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, sosial, dan kerohanian. Kebutuhan fisik yang paling utama dan kini semakin sulit dipenuhi adalah kebutuhan akan pangan. Pemerintah segera merespon keadaan ini dengan mencairkan bantuan langsung tunai (BLT), paket sembako, Program Keluarga Harapan, dan lainnya. Meski nilai bantuan tersebut mungkin belum mencukupi untuk setiap keluarga terdampak, tapi sedikit banyak meringankan orang-orang miskin yang kini bertambah jumlahnya akibat pemutusan hubungan kerja atau hilangnya penghasilan karena bisnis terhenti.

Work from Home tentu bukan kehidupan normal bagi sebagian pekerja. Tidak semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan WFH. Orang yang biasa bekerja di kantor, di perusahaan, apalagi di pabrik tetap merindukan suasana kerja yang selama ini sudah terbangun dan menjadi bagian dari rutinitas hidupnya. Secara psikologis ada ketidakpuasan atau ketidakoptimalan bekerja ketika terpaksa harus mengerjakan semuanya di rumah. Namun, WFH adalah sebuah solusi ketika Covid-19 semakin tidak terkendalikan.

Kebahagiaan adalah wujud manifestasi kesejahteraan psikologi. Ada tiga jenis kebahagiaan. Pertama, kebahagiaan karena mendapatkan harta benda untuk menopang kehidupan berkeluarga dan dapat memenuhi kebutuhan anak dan istri. Kedua, kebahagiaan karena sukses dalam karier dan studi. Ketiga, kebahagiaan karena bisa bersama seseorang yang dicintainya. Secara tidak langsung, Covid-19 bisa menjadi faktor pengganggu bagi seseorang untuk mencapai kebahagiaan tersebut.

Kesejahteraan masyarakat dari aspek kerohanian juga terganggu akibat anjuran untuk beribadah di rumah, sedangkan masjid atau musala hanya melantunkan azan dan tidak ada/sedikit yang berjamaah. Apalagi di saat kita memasuki bulan Ramadan yang suasananya sangat dirindukan oleh umat Muslim sedunia. Jamaah soaat tarawih yang biasanya memenuhi masjid kini mereka terpaksa harus menjalankan salat tarwih di rumah. Aspek kerohanian dalam bentuk peribadatan berjamaah terpaksa harus ditinggalkan dalam kondisi darurat seperti saat ini karena kita ingin terhindar dari wabah. Inilah yang disebut berpindah dari sunnah yang satu ke sunnah lainnya. Ikuti anjuran MUI tentang tata cara peribadatan, semoga ini menjadi solusi atasi Covid-19.

Covid-19 telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbagai bangsa di banyak negara. Ini adalah sebuah musibah besar. Para ahli dari berbagai bidang ilmu kini harus berpikir keras mengatasi dampak kesehatan, dampak sosial, dan dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-19. Semoga bangsa Indonesia segera terlepas dari wabah ini.
(mhd)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More