Entang Wiharso dan Impian Tanah Menjanjikan

Selasa, 24 November 2020 - 12:28 WIB
Promising Land #2, 2016, aluminum, car paint, resin, color pigment, steel, acrylic, thread, variable dimensions. Foto/Entang Wiharso
Bambang Asrini Widjanarko

Kurator Seni dan Esais isu Sosial dan Budaya

PROMISING Land Chapter 2 sebagai tajuk Bincang Virtual dan Presentasi Visual Desember 2020 ini dari seniman penting kita, Entang Wiharso menarik untuk ditelaah. Ia menggambarkan isu-isu migrasi budaya, dekolonialisasi, globalisasi dan seabrek masalah abad 21 yang dianggap telah meruntuhkan batas-batas etnisitas, geografi, ras dan keyakinan-keyakinan lapuk terdahulu.

Namun ternyata, realitas abad ini tidak demikian. Utamanya, jika kita merunut, bagaimana seni mampu memberi pesan kuat relasi yang kait mengait dengan erat antara pengalaman personal Entang, sebagai upaya pencarian diri di “ambang antara” yakni kondisi psikologis— in between spaces —dirinya, secara kultural dan genetik dari Indonesia dan dirinya yang lain dengan keluarganya yang berkarakter birasial dari Amerika Serikat serta peristiwa-peristiwa ketegangan psikologis yang dialaminya di Amerika Serikat.

Bincang Virtual dan Presentasi Visualnya bersama Can’s Gallery pada para apresian di Tanah Air ini membuka kesadaran bahwa globalisasi memunculkan tensi pengkristalan identitas, primitivisme dan kembalinya masyarakat pada keteguhan ras, keyakinan dan pilihan-pilihan ideologi yang sempit.



Pemaknaan di masing-masing geografi pun lokasi-lokasi spesifik di planet bumi ini kembali digugat, termasuk fenomena konflik secara maya di media sosial (kabar bohong dan hoax) dan realitas politik di Amerika Serikat yang tragik.

Tanah yang Menjanjikan Promising Land Chapter 2 dalam karya awal adalah dibayangkan balik ke tahun 2016 yang belum tuntas dengan dijabarkan dalam presentasinya kali ini pada 2020.

Karya Entang, mau tidak mau memaksa kita mengingat kajian paska kolonial, yang siapa lagi jika bukan sosokilmuwan seperti Homi K. Bhabha kita akan bersua. Seorang sarjana Inggris keturunan India dan ahli teori kritis. Ia menjabat Profesor Humaniora Anne F. Rothenberg di Universitas Harvard, AS.

Karya Entang dikaitkan dengan tesis Bhaba sangat dekat, sebab terutama konsepnya The Third Space, yakni ruang ketiga bagi realitas psikologis yang dialami seseorang atau sekelompok orang/ masyarakat yang mendapatkan “gegar budaya”. Menurut Bhaba itu adalah perwujudan identifikasi gejala “neologisme”yang ia bangun dengan konsep kuncinya fenomena-fenomena hibriditas, mimikri, pembedaan, dan ambivalensi.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More