Gabungkan RUU Pemilu dan Pilkada, DPR Ungkap 5 Isu Krusial
Senin, 16 November 2020 - 20:01 WIB
Doli juga mengungkap ada 4 isu kontemporer atau baru. Pertama, pembagian keserentakan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilu legislatif (pileg) serentak dengan pemilu presiden (pilpres), dan pengaturan waktunya berkaitan dengan keserentakan pilkada yang rencana dalam UU terdahulu pada 2024 bersamaan dengan Pileg dan Pilpres.
"Ada opsi dilakukan antara 2 pemilu nasional, yang terdekat 2027, semua pilkada serentak yang berlangsung sekarang dinormalkan. 2015-2020, 2017-2022, 2018-2023, dan kalau mau serentak nasional di 2027 di antara pemilu serentak 2024-2029," paparnya.
Kedua Doli melanjutkan, pihaknya punya keinginan dalam pengembangan demokrasi ini, pemilu Indonesia semakin ramah, mudah, efisien dan semakin menyenangkan bagi pemilihnya. Memudahkan pemilu itu dikaitkan dengan pengembangkan teknologi informasi dan komunikasi.
"Kita mengkaji penerapan elektronisasi dan digitalsiasi, kita mulai uji coba tahapan rekapitulasi ketimbang e-voting karen e-voting di beberapa negara Eropa dan Skandinavia banyak penyimpangan," jelas Doli.
Ketiga kata Doli, tentang adanya pasal-pasal yang mendorong terjadinya pengurangan atau meminimalisasi moral hazard pemilu seperti money politic dan political transactional. Keempat, pihaknya ingin UU Pemilu semakin mempertegas tupoksi dari lembaga penyelenggara pemilu.
Karena, antara KPU, Bawaslu dan DKPP sering terjadi overlapping atau konflik. Seperti misalnya, DKPP yang berhentikan salah satu komisioner KPU dan digugat di PTUN, sudah keluar Keputusan Presiden (Kepres)-nya lalu dianulir.
"Ini kontra produktif pengembangan demokrasi kita, kita harus mengatur betul termasuk menjaga integritas lembaga penyelenggara pemilu, masih banyak kawan kita terjebak masalah hukum. Pola rekrutmennya lebih baik, bukan hanya profesional tapi juga berintegritras," tuturnya.
Selain itu, Doli menambahkan, isu keterwakilan perempuan, posisi ASN, TNI dan Polri, dan juga masalah soal apakah anggota DPR untuk maju kepala daerah harus mundur secara permanen, ketentuan ini berbeda dengan pejabat negara yang lain.
"Kita berharap UU Pemilu bisa menciptakan sistem politik demokratis bisa memperkuat sistem presidensial, bisa menjalankan pemerintahan secara efektif di puisat dan daerah. Tidak hanya memenuhi aspek prosedur tapi aspek substansial," harap Doli.
"Ada opsi dilakukan antara 2 pemilu nasional, yang terdekat 2027, semua pilkada serentak yang berlangsung sekarang dinormalkan. 2015-2020, 2017-2022, 2018-2023, dan kalau mau serentak nasional di 2027 di antara pemilu serentak 2024-2029," paparnya.
Kedua Doli melanjutkan, pihaknya punya keinginan dalam pengembangan demokrasi ini, pemilu Indonesia semakin ramah, mudah, efisien dan semakin menyenangkan bagi pemilihnya. Memudahkan pemilu itu dikaitkan dengan pengembangkan teknologi informasi dan komunikasi.
"Kita mengkaji penerapan elektronisasi dan digitalsiasi, kita mulai uji coba tahapan rekapitulasi ketimbang e-voting karen e-voting di beberapa negara Eropa dan Skandinavia banyak penyimpangan," jelas Doli.
Ketiga kata Doli, tentang adanya pasal-pasal yang mendorong terjadinya pengurangan atau meminimalisasi moral hazard pemilu seperti money politic dan political transactional. Keempat, pihaknya ingin UU Pemilu semakin mempertegas tupoksi dari lembaga penyelenggara pemilu.
Karena, antara KPU, Bawaslu dan DKPP sering terjadi overlapping atau konflik. Seperti misalnya, DKPP yang berhentikan salah satu komisioner KPU dan digugat di PTUN, sudah keluar Keputusan Presiden (Kepres)-nya lalu dianulir.
"Ini kontra produktif pengembangan demokrasi kita, kita harus mengatur betul termasuk menjaga integritas lembaga penyelenggara pemilu, masih banyak kawan kita terjebak masalah hukum. Pola rekrutmennya lebih baik, bukan hanya profesional tapi juga berintegritras," tuturnya.
Selain itu, Doli menambahkan, isu keterwakilan perempuan, posisi ASN, TNI dan Polri, dan juga masalah soal apakah anggota DPR untuk maju kepala daerah harus mundur secara permanen, ketentuan ini berbeda dengan pejabat negara yang lain.
"Kita berharap UU Pemilu bisa menciptakan sistem politik demokratis bisa memperkuat sistem presidensial, bisa menjalankan pemerintahan secara efektif di puisat dan daerah. Tidak hanya memenuhi aspek prosedur tapi aspek substansial," harap Doli.
(maf)
tulis komentar anda