Berkaca dari Narkoba, RUU Minuman Beralkohol Dianggap Tak Perlu

Rabu, 11 November 2020 - 17:04 WIB
“Pasar dengan pedagang gelap yang justru menguasai dan mengelola minuman beralkohol. Hal ini yang terjadi pada kebijakan narkotika saat ini. Yang mengendalikan peredaran adalah pasar gelap dan tidak sedikit bekerja sama secara koruptif dengan aparat penegak hukum,” jelas Erasmus.

Alasan kedua penolakan RUU ini adalah pengaturan tentang penggunaan alkohol yang membahayakan sudah diatur dalam pasal 492 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Erasmus menerangkan seharusnya seluruh tindak pidana dalam RUU ini diharmonisasi pada pembahasan RKUHP.

(Baca: Tyson Fury, Alkohol, Narkoba dan Kebangkitan Jadi Juara Dunia)

“Tidak perlu dengan RUU sendiri. Bahkan, dengan pendekatan yang usang. Pemerintah pun sudah lama mengeluarkan aturan pengendalian alkohol melalui Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No. 25 Tahun 2019 tentang Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Minuman Beralkohol,” paparnya.

Ketiga, pemerintah dan DPR harus terlebih dahulu membuat riset mendalam mengenai cost-benefit analysis atas kriminalisasi seluruh tindakan yang terkait produksi, distribusi, dan kepemilikan. ICJR menilai naskah akademik RUU ini tidak memuat analis tersebut.

“Padahal berpotensi besar membebani APBN dan para pembayar pajak untuk seluruh tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan pemasyarakatan yang dilakukan atas para calon tersangka, calon terdakwa, dan calon terpidana ini,” pungkasnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(muh)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More