Komnas HAM Ungkap Pendeta Yeremia Dicap TNI sebagai Musuh
Senin, 02 November 2020 - 14:12 WIB
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) mengungkapkan ada serangkaian peristiwa yang mendahului peristiwa meninggalnya Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua . Pada 17-19 September 2020, ada penembakan terhadap anggota TNI Serka Sahlan. Yang bersangkutan meninggal dunia dan senjatanya direbut.
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam menerangkan peristiwa itu mendorong penyisiran dan pencarian terhadap senjata yang diduga dirampas oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). “Sebanyak dua kali, pukul 10.00 WIT dan 12.00 WIT warga Hitadipa dikumpulkan dalam pencarian senjata. Meminta senjata segera dalam kurun waktu 2-3 hari,” ujar dia dalam rilis hasil investigas Komnas HAM, Senin (2/11/2020).
(Baca: Pendeta Yeremia Diduga Ditembak Senpi Standar Militer Kurang dari 1 Meter)
Alumnus Universitas Brawijaya (Unbraw) itu mengatakan pengumpulan warga tersebut diumumkan anggota TNI. “Dalam pengumpulan massa tersebut, nama pendeta Yeremia Zanambani disebut-sebut beserta lima nama lainnya dan dicap sebagai musuh,” tegasnya.
Di hari yang sama, (19/9/2020), pada pukul 13.00 WIT, seorang anggota Koramil Pratu Dwi Akbar Utomo ditembak dan meninggal dunia. Tim TNI dipimpin di Alpius Hasim Madi diduga melakukan operasi penyisiran untuk mencari senjata yang dirampas.
(Baca: Ini Kronologi Tewasnya Pendeta Yeremia Hasil Investigasi Tim Haris Azhar)
Alpius bersama 3-4 orang rekannya, menurut Anam, sempat dilihat istri Pendeta Yeremia, Mama Miryam Zoani, menuju kandang babi di sekitar waktu penembakan. “Sekitar pukul 17.50 WIT, korban ditemukan istrinya di dalam kandang babi dengan posisi telungkup dan banyak darah di sekitar tubuhnya,” jelasnya.
Anam mengungkapkan di lengan kiri Pendeta Yeremia terdapat luka terbuka dan mengeluarkan darah. Komnas HAM menyatakan kematian korban bukan disebabkan langsung luka di lengan kiri ataupun luka lain akibat kekerasan.
”Menurut ahli, penyebab kematian korban karena kehabisan darah. Hal ini dilihat dari luka pada tubuh korban yang bukan di titik yang mematikan. Korban masih hidup kurang lebih 5-6 jam pasca ditemukan,” pungkasnya.
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam menerangkan peristiwa itu mendorong penyisiran dan pencarian terhadap senjata yang diduga dirampas oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). “Sebanyak dua kali, pukul 10.00 WIT dan 12.00 WIT warga Hitadipa dikumpulkan dalam pencarian senjata. Meminta senjata segera dalam kurun waktu 2-3 hari,” ujar dia dalam rilis hasil investigas Komnas HAM, Senin (2/11/2020).
(Baca: Pendeta Yeremia Diduga Ditembak Senpi Standar Militer Kurang dari 1 Meter)
Alumnus Universitas Brawijaya (Unbraw) itu mengatakan pengumpulan warga tersebut diumumkan anggota TNI. “Dalam pengumpulan massa tersebut, nama pendeta Yeremia Zanambani disebut-sebut beserta lima nama lainnya dan dicap sebagai musuh,” tegasnya.
Di hari yang sama, (19/9/2020), pada pukul 13.00 WIT, seorang anggota Koramil Pratu Dwi Akbar Utomo ditembak dan meninggal dunia. Tim TNI dipimpin di Alpius Hasim Madi diduga melakukan operasi penyisiran untuk mencari senjata yang dirampas.
(Baca: Ini Kronologi Tewasnya Pendeta Yeremia Hasil Investigasi Tim Haris Azhar)
Alpius bersama 3-4 orang rekannya, menurut Anam, sempat dilihat istri Pendeta Yeremia, Mama Miryam Zoani, menuju kandang babi di sekitar waktu penembakan. “Sekitar pukul 17.50 WIT, korban ditemukan istrinya di dalam kandang babi dengan posisi telungkup dan banyak darah di sekitar tubuhnya,” jelasnya.
Anam mengungkapkan di lengan kiri Pendeta Yeremia terdapat luka terbuka dan mengeluarkan darah. Komnas HAM menyatakan kematian korban bukan disebabkan langsung luka di lengan kiri ataupun luka lain akibat kekerasan.
”Menurut ahli, penyebab kematian korban karena kehabisan darah. Hal ini dilihat dari luka pada tubuh korban yang bukan di titik yang mematikan. Korban masih hidup kurang lebih 5-6 jam pasca ditemukan,” pungkasnya.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda