Indonesia Rumah Kebangsaan Muhammadiyah
Minggu, 01 November 2020 - 13:53 WIB
Dr. Sholikh Al Huda, M.Phil.I
Direktur Institut Studi Islam Indonesia (InSID)
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya
TULISAN ini berawal dari pembacaan terkait fenomena, di mana sebagian kelompok masyarakat masih memperdebatkan dan meragukan eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara dan NKRI sebagai sistem bernegara di rumah besar Indonesia. Sehingga, fenomena tersebut dapat dipahami secara sosio-politik, bahwa mereka masih memposisikan dan menganggap diri dan kelompoknya "mengkontrak" rumah besar Indonesia, mereka belum mau seutuhnya menjadikan Indonesia sebagai rumah tempat tinggalnya sendiri.
Berangkat dari fenomena diatas, ada sebuah pertanyaan kalau begitu bagaimana sikap Muhammadiyah terhadap rumah besar Indonesia? Maka tulisan ini berusaha mengkaji sikap politik Muhammadiyah terhadap rumah besar Indonesia dengan sumber-sumber keputusan sikap Kebangsaan Muhammadiyah.
Secara politik, sikap Muhammadiyah terhadap rumah besar Indonesia sudah jelas dan tegas, bahwa Indonesia adalah "Rumah Kebangsaan" dan "Ibu Pertiwi" bagi seluruh Jama'ah Muhammadiyah. Sikap politik tersebut didasarkan dan bersumber dari hasil Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke 47 di Kota Makasar Tahun 2015, yang sudah di Tanfidzkan dalam Berita Resmi Muhammadiyah Nomor: 01/2015-2030/Dzulhijjah 1436H/September 2015 M, dan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 123/KEP/I.0/B/2015 Tentang Tanfid Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 47.
Sikap politik Muhammadiyah tertuang dalam lampiran 4 tentang Muhammadiyah dan Isu-isu Strategis Keummatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan. Disebutkan bahwa Negara Indonesia yang berideologi Pancasila merupakan dâr al-ahdi wa al-syahâdah, yaitu sebuah negara hasil kesepakatan (konsensus) dan tempat kesaksian memberikan yang terbaik untuk Indonesia, sehingga terwujud negara yang Baldhatun Thoiyibathun Wa Rabbun Ghafur.
Latarbelakang dari konsep ini adalah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad S.A.W. untuk mendakwahkan Islam sebagai risalah yang membawa rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya: 107). Umat Islam sebagai kesatuan insan muslim di manapun berada berkewajiban menjalankan dan mendakwahkan ajaran Islam yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya sebagai wujud ibadah dan kekhalifahan untuk meraih kebaikan hidup di dunia dan akhirat (QS Al-Dzariyat: 56; Al-Baqarah: 30, Hud: 61; dan Al-Baqarah: 201). Kewajiban mengemban misi Islam itu tidak pernah selesai dan harus terus dilakukan sebagai perwujudan kesaksian sepanjang hayat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan ranah kemanusiaan universal.
Muhammadiyah sebagai komponen strategis umat dan bangsa di Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban kolektif untuk mendakwahkan Islam mengajak pada kebaikan, menyuruh pada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Sebagaimana misi awal kelahirannya yang terkandung dalam Al-Quran QS Ali Imran 104, Muhammadiyah berkomitmen untuk menjadikan umat Islam sebagai khayra ummah atau umat terbaik (QS Ali Imran: 110) yang tampil sebagai golongan tengahan (ummatan wasatha) dan berperan sebagai saksi bagi kehidupan umat manusia (syuhadâ ‘alâ al-nas)(QS Al-Baqarah: 143), sehingga kehadirannya menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan li al-‘âlamîn) (QS Al-Anbiya: 107).
Direktur Institut Studi Islam Indonesia (InSID)
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya
TULISAN ini berawal dari pembacaan terkait fenomena, di mana sebagian kelompok masyarakat masih memperdebatkan dan meragukan eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara dan NKRI sebagai sistem bernegara di rumah besar Indonesia. Sehingga, fenomena tersebut dapat dipahami secara sosio-politik, bahwa mereka masih memposisikan dan menganggap diri dan kelompoknya "mengkontrak" rumah besar Indonesia, mereka belum mau seutuhnya menjadikan Indonesia sebagai rumah tempat tinggalnya sendiri.
Berangkat dari fenomena diatas, ada sebuah pertanyaan kalau begitu bagaimana sikap Muhammadiyah terhadap rumah besar Indonesia? Maka tulisan ini berusaha mengkaji sikap politik Muhammadiyah terhadap rumah besar Indonesia dengan sumber-sumber keputusan sikap Kebangsaan Muhammadiyah.
Secara politik, sikap Muhammadiyah terhadap rumah besar Indonesia sudah jelas dan tegas, bahwa Indonesia adalah "Rumah Kebangsaan" dan "Ibu Pertiwi" bagi seluruh Jama'ah Muhammadiyah. Sikap politik tersebut didasarkan dan bersumber dari hasil Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke 47 di Kota Makasar Tahun 2015, yang sudah di Tanfidzkan dalam Berita Resmi Muhammadiyah Nomor: 01/2015-2030/Dzulhijjah 1436H/September 2015 M, dan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 123/KEP/I.0/B/2015 Tentang Tanfid Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 47.
Sikap politik Muhammadiyah tertuang dalam lampiran 4 tentang Muhammadiyah dan Isu-isu Strategis Keummatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan. Disebutkan bahwa Negara Indonesia yang berideologi Pancasila merupakan dâr al-ahdi wa al-syahâdah, yaitu sebuah negara hasil kesepakatan (konsensus) dan tempat kesaksian memberikan yang terbaik untuk Indonesia, sehingga terwujud negara yang Baldhatun Thoiyibathun Wa Rabbun Ghafur.
Latarbelakang dari konsep ini adalah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad S.A.W. untuk mendakwahkan Islam sebagai risalah yang membawa rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya: 107). Umat Islam sebagai kesatuan insan muslim di manapun berada berkewajiban menjalankan dan mendakwahkan ajaran Islam yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya sebagai wujud ibadah dan kekhalifahan untuk meraih kebaikan hidup di dunia dan akhirat (QS Al-Dzariyat: 56; Al-Baqarah: 30, Hud: 61; dan Al-Baqarah: 201). Kewajiban mengemban misi Islam itu tidak pernah selesai dan harus terus dilakukan sebagai perwujudan kesaksian sepanjang hayat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan ranah kemanusiaan universal.
Muhammadiyah sebagai komponen strategis umat dan bangsa di Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban kolektif untuk mendakwahkan Islam mengajak pada kebaikan, menyuruh pada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Sebagaimana misi awal kelahirannya yang terkandung dalam Al-Quran QS Ali Imran 104, Muhammadiyah berkomitmen untuk menjadikan umat Islam sebagai khayra ummah atau umat terbaik (QS Ali Imran: 110) yang tampil sebagai golongan tengahan (ummatan wasatha) dan berperan sebagai saksi bagi kehidupan umat manusia (syuhadâ ‘alâ al-nas)(QS Al-Baqarah: 143), sehingga kehadirannya menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan li al-‘âlamîn) (QS Al-Anbiya: 107).
tulis komentar anda