Enam Institusi Kembangkan Vaksin Merah Putih
Rabu, 28 Oktober 2020 - 23:08 WIB
JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menjelaskan riset pengembangan vaksin COVID-19 yang dilakukan peneliti dari enam institusi nasional di luar kebiasaan.
Dalam talkshow "Update KPCPEN: Prinsip Keamanan Vaksin COVID-19" di Media Center Satgas Penanganan COVID-19 Graha BNPB Jakarta pada Senin (27/10) siang Bambang menjelaskan riset vaksin biasanya makan waktu lama. Bahkan ada beberapa penyakit yang belum ada vaksinnya seperti HIV dan Ebola.
Namun, lantaran durasi waktu yang pendek, upaya cari vaksin mengalami hambatan dalam menggunakan sel. Ada bahan-bahan yang harus diimpor, misalnya sel mamalia bahkan hewan yang dipergunakan untuk ujicoba pun harus diimpor juga.
"Proses impor ini yang kadang-kadang men-delay aktivitas penelitian," papar Bambang.
Bambang menjelaskan ada enam institusi yang mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform berbeda.
Adapun enam institusi itu adalah Lembaga Eijkman Bandung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Airlangga (Unair).
Vaksin Merah Putih adalah vaksin COVID-19 yang menggunakan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia. Pengembangan vaksin dikerjakan oleh ahli Indonesia dan produksinya di Indonesia.
“Ini menunjukkan bagaimana kepedulian dosen dan peneliti Indonesia untuk mencari solusi penanganan COVID-19," kata Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan kenapa perlu kemandirian vaksin. Sebagai negara berpenduduk 270 juta jiwa riskan kalau tergantung pada vaksin luar. Sehingga perlu kemampuan bukan hanya diproduksi tapi penelitian dan pengembangan.
Dalam talkshow "Update KPCPEN: Prinsip Keamanan Vaksin COVID-19" di Media Center Satgas Penanganan COVID-19 Graha BNPB Jakarta pada Senin (27/10) siang Bambang menjelaskan riset vaksin biasanya makan waktu lama. Bahkan ada beberapa penyakit yang belum ada vaksinnya seperti HIV dan Ebola.
Namun, lantaran durasi waktu yang pendek, upaya cari vaksin mengalami hambatan dalam menggunakan sel. Ada bahan-bahan yang harus diimpor, misalnya sel mamalia bahkan hewan yang dipergunakan untuk ujicoba pun harus diimpor juga.
"Proses impor ini yang kadang-kadang men-delay aktivitas penelitian," papar Bambang.
Bambang menjelaskan ada enam institusi yang mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform berbeda.
Adapun enam institusi itu adalah Lembaga Eijkman Bandung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Airlangga (Unair).
Vaksin Merah Putih adalah vaksin COVID-19 yang menggunakan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia. Pengembangan vaksin dikerjakan oleh ahli Indonesia dan produksinya di Indonesia.
“Ini menunjukkan bagaimana kepedulian dosen dan peneliti Indonesia untuk mencari solusi penanganan COVID-19," kata Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan kenapa perlu kemandirian vaksin. Sebagai negara berpenduduk 270 juta jiwa riskan kalau tergantung pada vaksin luar. Sehingga perlu kemampuan bukan hanya diproduksi tapi penelitian dan pengembangan.
tulis komentar anda