Durasi Pandemi Covid-19 dan Tata Kelola Distribusi Pangan
Jum'at, 08 Mei 2020 - 07:45 WIB
Apalagi, sejak pandemi Covid-29 memunculkan kecemasan akan ketersediaan bahan pangan, masyarakat sudah diberi tahu bahwa pemerintah menjamin dan sudah mengamankan 11 bahan kebutuhan pokok masyarakat. Stok beras, daging sapi dan ayam, minyak goreng, telur, bawang putih, bawang merah, aneka cabai, dan gula dipastikan tersedia dalam jumlah yang cukup. Jaminan dari pemerintah itu pun sudah terbukti sebagaimana dilaporkan sejumlah daerah. Karena melimpah, harga telur ayam bahkan sampai turun, demikian juga dengan beras, gula, daging sapi dan daging ayam.
Pertanyaannya, mengapa ada begitu banyak daerah defisit bahan kebutuhan pokok? Sudah pasti karena pola distribusi yang belum efektif. Distribusi dari daerah sentra produksi atau daerah surplus ke pasar di seluruh wilayah Tanah Air belum berjalan sebagaimana seharusnya.
Kepedulian Daerah
Padahal, oleh faktor kesuburan tanah dan kecocokan tanaman pangan, sentra-sentra produksi bahan pangan di dalam negeri sudah terbentuk dengan sendirinya sejak dahulu kala. Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, serta sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan tercatat sebagai lumbung beras nasional. Komoditas pangan lainnya, mulai tanaman sayuran, bawang, cabai, hingga gula, memiliki sentra produksinya masing-masing.
Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi pemasok daging sapi yang dibutuhkan banyak provinsi lainnya. Sentra produksi telur dan daging ayam tersebar di berbagai daerah. Tantangannya adalah mewujudkan konektivitas semua sentra produksi bahan pangan itu ke seluruh provinsi agar bahan pangan itu terdistribusikan ke pasar-pasar di setiap daerah.
Defisit bahan kebutuhan pokok yang terjadi pada periode pandemi Covid-19 saat ini hendaknya mendorong pemerintah sebagai regulator, khususnya semua K/L terkait, membenahi dan meningkatkan efektivitas distribusi bahan pangan. Tata kelola distribusi yang terjaga tidak hanya menjamin ketersediaan, tetapi juga menjadi instrumen yang mampu mencegah gejolak harga.
Tidak kalah pentingnya kepedulian pimpinan daerah, baik gubernur, bupati, ataupun wali kota. Sepanjang periode pandemi Covid-19, semua kepala daerah hendaknya tidak hanya fokus pada penerapan pembatasan sosial untuk cegah-tangkal penularan Covid-19, tetapi juga peduli dan sensitif terhadap stok kebutuhan pokok masyarakat setempat.
Untuk mencegah panic buying , kekurangan stok setiap bahan kebutuhan pokok tidak boleh mencapai skala yang ekstrem. Karena itu, para menteri ekonomi dan semua kepala daerah harus peduli sekaligus mengamankan rantai distribusi semua bahan kebutuhan pokok masyarakat. Efektivitas koordinasi harus terus diperbaiki dan ditingkatkan. Penerapan pembatasan sosial hingga PSBB (pembatasan sosial berskala besar) tidak boleh memutus atau merusak rantai distribusi bahan kebutuhan pokok.
Belum lama ini, Presiden sendiri yang mengungkap terjadinya defisit bahan kebutuhan pokok di sejumlah daerah atau provinsi. Kalau hal ini harus disuarakan langsung oleh Presiden, tentu karena para pembantu presiden dan para kepala daerah terlambat atau belum menangani persoalannya. Misalnya, defisit stok beras terjadi di 7 provinsi, stok jagung defisit di 11 provinsi, stok cabai besar defisit di 23 provinsi, stok cabai rawit defisit di 19 provinsi, stok telur ayam defisit di 22 provinsi, dan stok gula pasir defisit di 30 provinsi.
Kekurangan stok bahan kebutuhan pokok di beberapa daerah itu mestinya bisa dihindari, karena ketersediaannya di dalam negeri dilaporkan lebih dari cukup. Telur ayam melimpah di pasar, begitu juga gula pasir dan ketersediaan jagung. Bahkan stok beras dilaporkan surplus hingga Juni 2020. Kalau ada daerah yang mengalami defisit beras, jagung, telur ayam, gula pasir, masalahnya tentu pada lalu lintas informasi antarinstitusi yang tidak efektif.
Pertanyaannya, mengapa ada begitu banyak daerah defisit bahan kebutuhan pokok? Sudah pasti karena pola distribusi yang belum efektif. Distribusi dari daerah sentra produksi atau daerah surplus ke pasar di seluruh wilayah Tanah Air belum berjalan sebagaimana seharusnya.
Kepedulian Daerah
Padahal, oleh faktor kesuburan tanah dan kecocokan tanaman pangan, sentra-sentra produksi bahan pangan di dalam negeri sudah terbentuk dengan sendirinya sejak dahulu kala. Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, serta sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan tercatat sebagai lumbung beras nasional. Komoditas pangan lainnya, mulai tanaman sayuran, bawang, cabai, hingga gula, memiliki sentra produksinya masing-masing.
Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi pemasok daging sapi yang dibutuhkan banyak provinsi lainnya. Sentra produksi telur dan daging ayam tersebar di berbagai daerah. Tantangannya adalah mewujudkan konektivitas semua sentra produksi bahan pangan itu ke seluruh provinsi agar bahan pangan itu terdistribusikan ke pasar-pasar di setiap daerah.
Defisit bahan kebutuhan pokok yang terjadi pada periode pandemi Covid-19 saat ini hendaknya mendorong pemerintah sebagai regulator, khususnya semua K/L terkait, membenahi dan meningkatkan efektivitas distribusi bahan pangan. Tata kelola distribusi yang terjaga tidak hanya menjamin ketersediaan, tetapi juga menjadi instrumen yang mampu mencegah gejolak harga.
Tidak kalah pentingnya kepedulian pimpinan daerah, baik gubernur, bupati, ataupun wali kota. Sepanjang periode pandemi Covid-19, semua kepala daerah hendaknya tidak hanya fokus pada penerapan pembatasan sosial untuk cegah-tangkal penularan Covid-19, tetapi juga peduli dan sensitif terhadap stok kebutuhan pokok masyarakat setempat.
Untuk mencegah panic buying , kekurangan stok setiap bahan kebutuhan pokok tidak boleh mencapai skala yang ekstrem. Karena itu, para menteri ekonomi dan semua kepala daerah harus peduli sekaligus mengamankan rantai distribusi semua bahan kebutuhan pokok masyarakat. Efektivitas koordinasi harus terus diperbaiki dan ditingkatkan. Penerapan pembatasan sosial hingga PSBB (pembatasan sosial berskala besar) tidak boleh memutus atau merusak rantai distribusi bahan kebutuhan pokok.
Belum lama ini, Presiden sendiri yang mengungkap terjadinya defisit bahan kebutuhan pokok di sejumlah daerah atau provinsi. Kalau hal ini harus disuarakan langsung oleh Presiden, tentu karena para pembantu presiden dan para kepala daerah terlambat atau belum menangani persoalannya. Misalnya, defisit stok beras terjadi di 7 provinsi, stok jagung defisit di 11 provinsi, stok cabai besar defisit di 23 provinsi, stok cabai rawit defisit di 19 provinsi, stok telur ayam defisit di 22 provinsi, dan stok gula pasir defisit di 30 provinsi.
Kekurangan stok bahan kebutuhan pokok di beberapa daerah itu mestinya bisa dihindari, karena ketersediaannya di dalam negeri dilaporkan lebih dari cukup. Telur ayam melimpah di pasar, begitu juga gula pasir dan ketersediaan jagung. Bahkan stok beras dilaporkan surplus hingga Juni 2020. Kalau ada daerah yang mengalami defisit beras, jagung, telur ayam, gula pasir, masalahnya tentu pada lalu lintas informasi antarinstitusi yang tidak efektif.
tulis komentar anda