Vonis Maksimal Bos Jiwasraya, Bagaimana Nasib Nasabah?

Kamis, 15 Oktober 2020 - 06:00 WIB
Selain itu, hakim juga menuturkan tiga mantan pejabat Jiwasraya ini menerima sejumlah suap dan fasilitas dari Benny Tjokro dan Heru Hidayat yang diberikan melalui Joko Hartono Tirto. Daftar suap yang diberikan beragam ada fasilitas menginap, tiket konser Coldplay di Melbourne, hingga sejumlah uang.

Beratnya sanksi bagi para terdakwa terkait erat dengan diterbitkannya Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 yang membuat koruptor Rp 100 M dihukum penjara seumur hidup.

(baca juga: MA Terbitkan Aturan Bendung Disparitas Vonis Koruptor)



Keempat terdakwa menambah daftar koruptor yang mendapat hukuman penjara seumur hidup. Para pendahulu Hendrisman dkk adalah Adrian Waworuntu, Akil Mochtar dan Brigjen Teddy Hernayadi.Adrian adalah pembobol BNI 46 cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada awal 2003. Nilai korupsinya mencapai Rp 1 triliun lebih. Aksi ini dilakukan dengan banyak pihak dari internal BNI hingga jenderal polisi.

Sedangkan Akil Mochtar, kena sanksi penjara seumur hidup lantaran memperjualbelikan jabatannnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Sebagai orang nomor satu di Lembaga tinggi negara ia menerima suap Rp57 miliar dari sejumah peserta pemilihan kepala daerah.

Ada pun Brigjen Teddy Hernayadi selaku Direktur Keuangan TNI AD/Kepala Bidang Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan korupsi anggaran Alutsista 2010-2014, seperti pembelian jet tempur F-16 dan helikopter Apache. Awalnya, Teddy hanya dituntut 12 tahun penjara. Namun, Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan hukuman seumur hidup. Hukuman itu dikuatkan hingga kasasi. Jenderal bintang satu itu terbukti bersalah menilap duit pembayaran F-16 hingga Apache dengan kerugian negara ditaksir USD 12,4 juta.

Untuk diketahui, perma yang baru dikeluarkan MA ini dibuat untuk menghindari disparitas (perbedaan) hukuman yang mencolok bagi satu koruptor dengan koruptor lainnya.

Sebelum ada aturan MA baru ini, UU sudah mengatur hukuman seumur hidup koruptor, bahkan hukuman mati. Namun dalam sejarah peradilan di Indonesia, sejauh ini baru mereka yang divonis dengan hukuman tertinggi yang tercantum dalam Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor.

Perma itu ditandatangani oleh Ketua MA Syarifuddin dan ditandatangani pada 24 Juli 2020. Perma ini berlaku untuk terdakwa korupsi yang dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor. Prinsipnya, terdakwa merugikan keuangan negara. Perma ini membagi lima kategori, mulai dari paling berat (kerugian negara lebih dari Rp100 miliar) hingga paling ringan (kurang dari Rp200 juta).

Meski begitu, Hendrisman dkk tampaknya akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Peluang mereka untuk mendapat keringanan hukuman tentu belum pupus. Kalau pun permohonan banding ditolak, mereka masih bisa mengajukan kasasi hingga PK.

Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More