Tanamkan Pancasila ke Masyarakat dengan Dialog Kerja, Bukan Dialog Teoritis
Kamis, 08 Oktober 2020 - 23:03 WIB
Dengan tindakan yang dilakukan para warga di desa Sindang Jati itu, BPIP pun menobatkan desa ini sebagai "Desa Moderasi Beragama dan Kebangsaan".
Di Palu, Sulawesi Tengah, masyarakat sejak dulu kala telah tumbuh dalam semangat toleransi dan gotong royong. Kearifan lokal yang berpijak pada toleransi di wilayah ini dinilai ampuh mengatasi persoalan sosial yang datang mendera kota Palu. Bahkan, saking tingginya toleransi di daerah ini, Presiden Soekarno pernah berujar bahwa Palu ibarat rangkaian mutiara.
Lalu, ada lagi Kampung Glintung Go Green di Malang yang ditetapkan oleh BPIP sebagai Pusat Pelatihan Membangun Kampung Berbasis Gotong Royong. Kampung ini telah menularkan nilai sosialnya ke kampung-kampung lain, di antaranya Kampung Wonosari Go Green yang masih berlokasi di Malang.
Menurut Hariyono, gotong royong yang dilakukan Kampung Glintung Go Green bisa menjadi bagian dari sumber inspirasi dan prestasi di kampung-kampung yang ada di Indonesia, baik dalam hal membangun kedaulatan di bidang ekonomi, maupun sosial dan politik.
Tindakan yang barangkali tak terpikirkan oleh kebanyakan masyarakat adalah inovasi yang diciptakan Desa Ditotrunan di Lumajang. Sungai kumuh bertabur sampah yang semula mengalir di desa ini disulap menjadi tempat budidaya ikan.
Kini, ikan-ikan yang dibudidayakan dengan karamba di sungai itu dicari oleh para pedagang pasar setiap harinya. Buah inovasi ini menjadi lahan penghasilan tambahan bagi warga sekitar. Suasana di kawasan kampung ini juga menjadi asri lantaran kebun dan tanaman menghiasi sepanjang jalan dan halaman rumah warga.
Beragam kekhasan yang ada pada desa-desa tersebut menjadi contoh nyata betapa nilai-nilai Pancasila menjadi sangat berharga manakala diimplementasikan dengan dialog kerja. Gotong royong memang kunci dalam ajaran Pancasila.
Hariyono menjelaskan, Pancasila sebagai sebuah paradigma memang diperlukan dalam menetapkan koridor falsafah kenegaraan. Namun, selama Pancasila belum teraplikasi dalam sebuah tindakan, maka hal itu menjadi ironi keseharian.
Untuk itu, ia meminta para camat di perbatasan agar bersama-sama dengan masyarakatnya mengaktualisasikan nilai Pancasila dalam dialog kerja. Bukan hanya dialog teoritis yang seringkali terjebak pada retorika semata.
"Kami lebih banyak merangkul masyarakat untuk dialog kerja ketimbang dialog teoritis," kata Hariyono.
Di Palu, Sulawesi Tengah, masyarakat sejak dulu kala telah tumbuh dalam semangat toleransi dan gotong royong. Kearifan lokal yang berpijak pada toleransi di wilayah ini dinilai ampuh mengatasi persoalan sosial yang datang mendera kota Palu. Bahkan, saking tingginya toleransi di daerah ini, Presiden Soekarno pernah berujar bahwa Palu ibarat rangkaian mutiara.
Lalu, ada lagi Kampung Glintung Go Green di Malang yang ditetapkan oleh BPIP sebagai Pusat Pelatihan Membangun Kampung Berbasis Gotong Royong. Kampung ini telah menularkan nilai sosialnya ke kampung-kampung lain, di antaranya Kampung Wonosari Go Green yang masih berlokasi di Malang.
Menurut Hariyono, gotong royong yang dilakukan Kampung Glintung Go Green bisa menjadi bagian dari sumber inspirasi dan prestasi di kampung-kampung yang ada di Indonesia, baik dalam hal membangun kedaulatan di bidang ekonomi, maupun sosial dan politik.
Tindakan yang barangkali tak terpikirkan oleh kebanyakan masyarakat adalah inovasi yang diciptakan Desa Ditotrunan di Lumajang. Sungai kumuh bertabur sampah yang semula mengalir di desa ini disulap menjadi tempat budidaya ikan.
Kini, ikan-ikan yang dibudidayakan dengan karamba di sungai itu dicari oleh para pedagang pasar setiap harinya. Buah inovasi ini menjadi lahan penghasilan tambahan bagi warga sekitar. Suasana di kawasan kampung ini juga menjadi asri lantaran kebun dan tanaman menghiasi sepanjang jalan dan halaman rumah warga.
Beragam kekhasan yang ada pada desa-desa tersebut menjadi contoh nyata betapa nilai-nilai Pancasila menjadi sangat berharga manakala diimplementasikan dengan dialog kerja. Gotong royong memang kunci dalam ajaran Pancasila.
Hariyono menjelaskan, Pancasila sebagai sebuah paradigma memang diperlukan dalam menetapkan koridor falsafah kenegaraan. Namun, selama Pancasila belum teraplikasi dalam sebuah tindakan, maka hal itu menjadi ironi keseharian.
Untuk itu, ia meminta para camat di perbatasan agar bersama-sama dengan masyarakatnya mengaktualisasikan nilai Pancasila dalam dialog kerja. Bukan hanya dialog teoritis yang seringkali terjebak pada retorika semata.
"Kami lebih banyak merangkul masyarakat untuk dialog kerja ketimbang dialog teoritis," kata Hariyono.
tulis komentar anda