Asa Jalur Rempah Menuju Warisan Dunia
Kamis, 08 Oktober 2020 - 08:01 WIB
Program Jalur Rempah sejatinya digagas beberapa tahun lalu. Namun, pada 2020 ini mulai digalakkan kembali. Kemendikbud telah menetapkan tahapan yang akan dilakukan setiap tahun untuk melengkapi berbagai dokumen dibutuhkan guna mendukung pendaftaran jalur rempah ke lembaga PBB itu sehingga diharapkan pada 2024 atau 2025 sudah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Pada 2020 misalnya, ditetapkan sebagai periode "awareness" atau membangun kesadaran masyarakat terhadap Jalur Rempah melalui beragam kegiatan sosialisasi seperti seminar, pemutaran film, dan lainnya dengan tujuan membangkitkan ingatan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Setelah kesadaran terbangun, maka tahun berikutnya diharapkan banyak pihak termasuk lintas kementerian dan pemerintah daerah terlibat sesuai porsi masing-masing. (Baca juga: Jokowi Pergi ke Luar Kota, Istana Bantah Hindari Demo Tolak Omnibus Law)
Kepala Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, salah satu syarat dalam mengajukan jalur rempah sebagai nominasi warisan budaya dunia UNESCO, maka sejarah rempah-rempah harus menjadi outstanding universal value. Dalam artian, pemahaman terhadap sejarah jalur rempah harus hidup di tengah masyarakat.
Pemahaman tentang jalur rempah harus bisa menggelora di tengah masyarakat, seperti halnya pengetahuan batik, keris, ataupun pencak silat. Salah satu cara untuk menghidupkan memori dan makna penting jalur rempah ialah melalui pendidikan, khususnya pembelajaran sejarah kepada anak. Dengan begitu, sejarah tentang jalur rempah melekat pada peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
“Kemendikbud dan para sejarawan, bapak dan ibu guru sejarah, perlu kerja sama untuk membangun narasi kuat tentang jalur rempah ini dalam muatan sejarah yang akan diajarkan kepada anak-anak kita,'' kata Totok.
Dia menjelaskan, Balitbang dan Perbukuan telah mendukung proses nominasi ini dengan penelitian dan kajian yang telah dilakukan selama ini. Balitbang dan Perbukuan, katanya, sudah terlibat dalam penyiapan 6 warisan budaya Indonesia yang telah ditetapkan UNESCO, seperti Angklung yang terdaftar pada 2010, Tari Saman pada 2011, Noken pada 2012, 3 Genre Tari Bali pada 2015, Perahu Pinisi pada 2017, dan Pencak Silat pada 2019. (Baca juga: Sebut Islam Dalam Krisis, Erdogan Cela Macron)
Diplomasi Budaya “Tangan di Atas”
Pada 2011, kanal televisi BBC Knowledge dari Inggris meluncurkan serial dokumenternya bertajuk “Spice Trail”, dengan pembawa acara Kate Humble. Yang istimewa, dalam film tersebut - Maluku sebagai daerah endemik penghasil rempah-rempah jenis pala dan cengkih, memperoleh porsi signifikan dalam narasinya.
Film dokumenter tersebut sekaligus menjadi salah satu referensi penting ketika membicarakan posisi Indonesia dalam sejarah perdagangan rempah-rempah berskala global, yang belakangan ini hangat diperbincangkan dan dikenal dengan sebutan Jalur Rempah. Jalur Rempah pula yang kemudian menarik perhatian terutama bagi masyarakat awam, untuk mengenal sejarah Indonesia lebih dalam.
Perspektif Jalur Rempah diyakini dapat menjadi entry point sekaligus memberikan bingkai yang kontekstual untuk memahami Indonesia. Karena Jalur Rempah bukan hanya berisi perdagangan rempah-rempah, tetapi juga sekaligus menghasilkan pertukaran ilmu, budaya, sosial, bahasa, keahlian, keterampilan, dan bahkan agama di antara manusia yang berasal dari berbagai tempat yang jauh. (Baca juga: Batal demo DPR, Ribuan Buruh Tanjung Priok Akan Geruduk Istana)
Pada 2020 misalnya, ditetapkan sebagai periode "awareness" atau membangun kesadaran masyarakat terhadap Jalur Rempah melalui beragam kegiatan sosialisasi seperti seminar, pemutaran film, dan lainnya dengan tujuan membangkitkan ingatan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Setelah kesadaran terbangun, maka tahun berikutnya diharapkan banyak pihak termasuk lintas kementerian dan pemerintah daerah terlibat sesuai porsi masing-masing. (Baca juga: Jokowi Pergi ke Luar Kota, Istana Bantah Hindari Demo Tolak Omnibus Law)
Kepala Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan, salah satu syarat dalam mengajukan jalur rempah sebagai nominasi warisan budaya dunia UNESCO, maka sejarah rempah-rempah harus menjadi outstanding universal value. Dalam artian, pemahaman terhadap sejarah jalur rempah harus hidup di tengah masyarakat.
Pemahaman tentang jalur rempah harus bisa menggelora di tengah masyarakat, seperti halnya pengetahuan batik, keris, ataupun pencak silat. Salah satu cara untuk menghidupkan memori dan makna penting jalur rempah ialah melalui pendidikan, khususnya pembelajaran sejarah kepada anak. Dengan begitu, sejarah tentang jalur rempah melekat pada peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
“Kemendikbud dan para sejarawan, bapak dan ibu guru sejarah, perlu kerja sama untuk membangun narasi kuat tentang jalur rempah ini dalam muatan sejarah yang akan diajarkan kepada anak-anak kita,'' kata Totok.
Dia menjelaskan, Balitbang dan Perbukuan telah mendukung proses nominasi ini dengan penelitian dan kajian yang telah dilakukan selama ini. Balitbang dan Perbukuan, katanya, sudah terlibat dalam penyiapan 6 warisan budaya Indonesia yang telah ditetapkan UNESCO, seperti Angklung yang terdaftar pada 2010, Tari Saman pada 2011, Noken pada 2012, 3 Genre Tari Bali pada 2015, Perahu Pinisi pada 2017, dan Pencak Silat pada 2019. (Baca juga: Sebut Islam Dalam Krisis, Erdogan Cela Macron)
Diplomasi Budaya “Tangan di Atas”
Pada 2011, kanal televisi BBC Knowledge dari Inggris meluncurkan serial dokumenternya bertajuk “Spice Trail”, dengan pembawa acara Kate Humble. Yang istimewa, dalam film tersebut - Maluku sebagai daerah endemik penghasil rempah-rempah jenis pala dan cengkih, memperoleh porsi signifikan dalam narasinya.
Film dokumenter tersebut sekaligus menjadi salah satu referensi penting ketika membicarakan posisi Indonesia dalam sejarah perdagangan rempah-rempah berskala global, yang belakangan ini hangat diperbincangkan dan dikenal dengan sebutan Jalur Rempah. Jalur Rempah pula yang kemudian menarik perhatian terutama bagi masyarakat awam, untuk mengenal sejarah Indonesia lebih dalam.
Perspektif Jalur Rempah diyakini dapat menjadi entry point sekaligus memberikan bingkai yang kontekstual untuk memahami Indonesia. Karena Jalur Rempah bukan hanya berisi perdagangan rempah-rempah, tetapi juga sekaligus menghasilkan pertukaran ilmu, budaya, sosial, bahasa, keahlian, keterampilan, dan bahkan agama di antara manusia yang berasal dari berbagai tempat yang jauh. (Baca juga: Batal demo DPR, Ribuan Buruh Tanjung Priok Akan Geruduk Istana)
tulis komentar anda