Tolak UU Ciptaker, Serikat Pekerja Ketenagalistrikan Minta Jokowi Keluarkan Perppu
Rabu, 07 Oktober 2020 - 09:16 WIB
JAKARTA - Dalam setahun ini sudah beberapa kali masyarakat meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) untuk membatalkan undang-undang (UU) yang baru disahkan. Demonstrasi besar-besaran pernah terjadi di sejumlah daerah untuk memprotes pengesahan UU Komisi Pemberantasan korupsi ( KPK ).
Sekarang akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan para buruh meminta pembatalan UU Cipta Kerja (Ciptaker) . Sejumlah serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan menyatakan kecewa dengan sikap pemerintah dan DPR yang seperti dikejar setoran dalam menggarap dan mengesahkan UU Ciptaker. (Baca juga: Investor Makin Optimistis Setelah UU Cipta Kerja Diketok Palu)
Ketua Umum PP Indonesia Power, PS Kuncoro menyatakan subklaster ketenagalistrikan dalam Omnibus Law ini berpotensi melanggar konstitusi. Aturan dalam UU Ciptaker tidak menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi No.111/PUU-XII/2015 tentang penyediaan tenaga listrik.
“Hal ini akan mengakibatkan adanya pelanggaran terhadap Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi dikuasai negara,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/9/2020).
PS Kuncoro menyatakan hal itu berpotensi pada kenaikan tarif listrik untuk masyarakat. Dia mengklaim sudah berkali-kali menyampaikan kepada pihak-pihak terkait mengenai dampak buruk yang ditimbulkan UU Ciptaker.
“Akan tetapi aspirasi dan masukan yang kami sampaikan hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kan. Sebelumnya, para wakil rakyat telah berjanji akan menjadikan putusan MK sebagai pegangan penyusunan UU Ciptaker,” tuturnya.
Faktanya, janji itu terlupa pada saat pembahasan subklaster ketenagalistrikan UU Ciptaker. Kuncoro menjabarkan beberapa hal yang mengancam sektor ketenagalistrikan. Pertama, hak DPR untuk konsultasi rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) dihilangkan.
Hal itu akan mengakibatkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan ketenagalistrikan nasional sulit tersalurkan. Perencanaan ketenagalistrikan berpotensi hanya untuk kepentingan dan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.
Kemudian, masuknya kembali Pasal 10 ayat (2) mengenai unbundling sektor pembangkit, transmisi, distribusi, dan penjualan. Juga kehadiran Pasal 11 ayat (10 yang memperbolehkan badan usaha swasta dalam penyediaan listrik akan menghilangkan fungsi kontrol negara. (Baca juga: UU Cipta Kerja Panen Penolakan, Jokowi Diminta Utamakan Aspirasi Rakyat)
Untuk itu, serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan meminta UU Ciptaker dibatalkan. “Presiden harus mengambil sikap tegas untuk mengeluarkan perppu yang menunda pemberlakuan UU cipatker sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” pungkasnya.
Sekarang akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan para buruh meminta pembatalan UU Cipta Kerja (Ciptaker) . Sejumlah serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan menyatakan kecewa dengan sikap pemerintah dan DPR yang seperti dikejar setoran dalam menggarap dan mengesahkan UU Ciptaker. (Baca juga: Investor Makin Optimistis Setelah UU Cipta Kerja Diketok Palu)
Ketua Umum PP Indonesia Power, PS Kuncoro menyatakan subklaster ketenagalistrikan dalam Omnibus Law ini berpotensi melanggar konstitusi. Aturan dalam UU Ciptaker tidak menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi No.111/PUU-XII/2015 tentang penyediaan tenaga listrik.
“Hal ini akan mengakibatkan adanya pelanggaran terhadap Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi dikuasai negara,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/9/2020).
PS Kuncoro menyatakan hal itu berpotensi pada kenaikan tarif listrik untuk masyarakat. Dia mengklaim sudah berkali-kali menyampaikan kepada pihak-pihak terkait mengenai dampak buruk yang ditimbulkan UU Ciptaker.
“Akan tetapi aspirasi dan masukan yang kami sampaikan hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kan. Sebelumnya, para wakil rakyat telah berjanji akan menjadikan putusan MK sebagai pegangan penyusunan UU Ciptaker,” tuturnya.
Faktanya, janji itu terlupa pada saat pembahasan subklaster ketenagalistrikan UU Ciptaker. Kuncoro menjabarkan beberapa hal yang mengancam sektor ketenagalistrikan. Pertama, hak DPR untuk konsultasi rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) dihilangkan.
Hal itu akan mengakibatkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan ketenagalistrikan nasional sulit tersalurkan. Perencanaan ketenagalistrikan berpotensi hanya untuk kepentingan dan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.
Kemudian, masuknya kembali Pasal 10 ayat (2) mengenai unbundling sektor pembangkit, transmisi, distribusi, dan penjualan. Juga kehadiran Pasal 11 ayat (10 yang memperbolehkan badan usaha swasta dalam penyediaan listrik akan menghilangkan fungsi kontrol negara. (Baca juga: UU Cipta Kerja Panen Penolakan, Jokowi Diminta Utamakan Aspirasi Rakyat)
Untuk itu, serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan meminta UU Ciptaker dibatalkan. “Presiden harus mengambil sikap tegas untuk mengeluarkan perppu yang menunda pemberlakuan UU cipatker sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” pungkasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda