KSPI: Dua Juta Buruh Bakal Melakukan Mogok Nasional
Minggu, 04 Oktober 2020 - 07:46 WIB
JAKARTA - Serikat buruh menolak tujuh isu krusial dalam RUU Cipta Kerja . Isi klaster ketenagakerjaan dinilai akan merugikan buruh. Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan pemerintah dan Panja Baleg DPR telah membahas 10 isu krusial dalam klaster ketenagakerjaan RUU Ciptaker. Namun, para buruh tetap tidak setuju dengan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif itu.
Permasalahan pertama, serikat buruh menolak upah minimum kabupaten/kota (UMK) bersyarat dan sektoral kabupaten/kota (UMSK) dihapuskan. Said Iqbal meminta UMK tetap ada karena upah setiap kabupaten dan kota berbeda nilainya.
“Tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari Negara ASEAN lainnya. Kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan upah minimum di Vietnam,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (4/10/2020).
(Baca: Serikat Buruh Sebut Mogok Nasional Dijamin UU)
KSPI mendesak UMSK harus tetap ada. Alasannya, tidak adil jika sektor otomotif, seperti Toyota, Astra dan lain-lain, atau sektor pertambangan, seperti Freeport, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau kerupuk. “Karena itulah di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” ucapnya.
Selain itu, serikat buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Rinciannya, 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
(Baca: Buruh Ancam Mogok Nasional, Awas! Kadin Bilang Engga Sah dan Bisa Kena Sanksi)
Poin-poin penolakan lain, yakni perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan outsourcing yang berlaku seumur hidup, waktu kerja dinilai eksploitatif, serta hak cuti hilang dan hal upah atas cuti hilang. Said menjelaskan karena karyawan kontrak seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka akan hilang.
“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” pungkasnya.
Permasalahan pertama, serikat buruh menolak upah minimum kabupaten/kota (UMK) bersyarat dan sektoral kabupaten/kota (UMSK) dihapuskan. Said Iqbal meminta UMK tetap ada karena upah setiap kabupaten dan kota berbeda nilainya.
“Tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari Negara ASEAN lainnya. Kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan upah minimum di Vietnam,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (4/10/2020).
(Baca: Serikat Buruh Sebut Mogok Nasional Dijamin UU)
KSPI mendesak UMSK harus tetap ada. Alasannya, tidak adil jika sektor otomotif, seperti Toyota, Astra dan lain-lain, atau sektor pertambangan, seperti Freeport, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau kerupuk. “Karena itulah di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” ucapnya.
Selain itu, serikat buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Rinciannya, 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
(Baca: Buruh Ancam Mogok Nasional, Awas! Kadin Bilang Engga Sah dan Bisa Kena Sanksi)
Poin-poin penolakan lain, yakni perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan outsourcing yang berlaku seumur hidup, waktu kerja dinilai eksploitatif, serta hak cuti hilang dan hal upah atas cuti hilang. Said menjelaskan karena karyawan kontrak seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka akan hilang.
“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda