Serikat Buruh Sebut Mogok Nasional Dijamin UU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 32 federasi pekerja dan buruh bakal menggelar aksi mogok nasional . Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut aksi mogok itu sesuai dengan koridor undang-undang (UU).
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, mogok nasional diatur dalam UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Selain itu, UU Nomor 21/2000 tentang Serikat Pekerja. Pada pasal 4 UU tersebut disebutkan salah satu fungsi serikat pekerja adalah merencanakan dan melaksanakan mogok.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (4/10/2020).
(Baca: Aksi Mogok Nasional Pekan Depan, Pengusaha Minta Buruh Tetap Fokus Bekerja)
KSPI dan sejumlah serikat buruh melakukan mogok nasional karena menolak isi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), khususnya klaster ketenagakerjaan. Setidaknya ada 10 isu krusial dalam RUU Ciptaker yang ditolak oleh serikat buruh.
Sepuluh isu itu, antara lain, pemutusan hubungan kerja (PHK), sanksi pidana bagi pengusaha, tenaga kerja asing (TKA), upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan sektoral kabupaten/kota (UMSK), pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.
(Baca: Gatot Dukung Buruh Mogok Kerja Dinilai untuk Genjot Popularitas)
Said mengungkapkan sepuluh isu telah dibahas oleh pemerintah bersama panitia kerja Badan Legislasi (Panja Baleg) RUU Ciptaker DPR. Buruh setuju jika mengenai PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, dan TKA dikembalikan sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Namun, serikat buruh menolak tujuh isu lain. “Tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut,” pungkasnya.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, mogok nasional diatur dalam UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Selain itu, UU Nomor 21/2000 tentang Serikat Pekerja. Pada pasal 4 UU tersebut disebutkan salah satu fungsi serikat pekerja adalah merencanakan dan melaksanakan mogok.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (4/10/2020).
(Baca: Aksi Mogok Nasional Pekan Depan, Pengusaha Minta Buruh Tetap Fokus Bekerja)
KSPI dan sejumlah serikat buruh melakukan mogok nasional karena menolak isi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), khususnya klaster ketenagakerjaan. Setidaknya ada 10 isu krusial dalam RUU Ciptaker yang ditolak oleh serikat buruh.
Sepuluh isu itu, antara lain, pemutusan hubungan kerja (PHK), sanksi pidana bagi pengusaha, tenaga kerja asing (TKA), upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan sektoral kabupaten/kota (UMSK), pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.
(Baca: Gatot Dukung Buruh Mogok Kerja Dinilai untuk Genjot Popularitas)
Said mengungkapkan sepuluh isu telah dibahas oleh pemerintah bersama panitia kerja Badan Legislasi (Panja Baleg) RUU Ciptaker DPR. Buruh setuju jika mengenai PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, dan TKA dikembalikan sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Namun, serikat buruh menolak tujuh isu lain. “Tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut,” pungkasnya.
(muh)