Di Balik Perang Azerbaijan-Armenia dan Konflik Nagorno-Karabakh yang Absurd
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 20:20 WIB
Sweeping dan Kepanikan Warga
Sejak mendadak diberlakukannya sweeping jam malam membuat warga menjadi panik. Pasalnya begitu tiba-tiba saat kondisi internet lumpuh. Pihak kepolisian Azerbaijan melakukan sweeping berdasarkan mandat presiden melalui kementerian pertahanan dan kementriam terkait. Sweeping dilakukan guna mencegah masyarakat pergi ke wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh, mencegah demonstrasi seperti terjadi pada Juli lalu di mana demonstrasi berlangsung malam hari sesaat setelah Armenia berusaha mencaplok wilayah Tovuz. Sweeping tersebut juga dilakukan untuk mencegah penyusup Armenia masuk dan memprovokasi warga selain juga pencegahan terhadap aksi terorisme.
Kebangkitan Nasionalisme Warga
Saat ini animo masyarakat untuk menjadi pasukan perang cukup tinggi seperti yang diberitakan Mədəniyət TV, pemerintah Azerbaijan merekrut pemuda atau laki-laki cukup umur untuk dilatih dan diturunkan menjadi pasukan perang. Bahkan usia mereka ada yg 50 tahun lebih. Mereka yang belum cukup usia sesuai kriteria militer tetap diikut sertakan untuk menjadi supir, koki, kurir dan sebagainya memyesuaikan kebutuhan perang.
Sementara yang perempuan terutama dokter juga direkrut untuk menjadi tenaga medis. Mereka diangkut dengan menggunakan bus di hampir setiap titik seperti Sumqayit, Ganja, dan kota rayon-rayon lainnya hampir semua wilayah mengirimkan pemudanya. Mereka diabsen satu persatu sebelum menaiki bus. Tentunya mereka yg sehat secara jasmani yg diperbolehkan ikut.
Selain memberikan bantuan pangan dan kebutuhan primer lainnya di wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh, pemerintah juga melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap warga dengan menambah simpul-simpul keamanan di berbagai titik seperti dikerahkannya aparat kepolisian, mengajak warga untuk memasang bendera kebangsaan Azerbaijan di setiap rumah dan toko-toko serta membagikan bendera di jalan-jalan ataupun titik traffic light, menayangkan berita, pidato presiden, lagu-lagu militer yang dapat membakar semangat warga untuk menyerukan bahwa "Karabakh is Azerbaijan". Seperti di Real TV, Dunya TV, Lider TV, ATV, MTV Azerbaijan, Medeniyat TV. Tak hanya bendera Azerbaijan namun juga bendera Turki.
Peran Turki, Georgia, Rusia dan Iran
Perang ini memang unik karena melibatkan berbagai negara. Armenia yang penduduknya mayoritas kristen didukung oleh Iran yang mayoritas muslim Syiah. Armenia adalah negara pertama di dunia yang mengakui kristen sebagai agama resmi negaranya. Sedangkan Azerbaijan sebagai negara muslim dengan syiah sebagai mayoritas malah didukung oleh negara-negara non muslim seperti Israel dan Armenia.
Di Azerbaijan sendiri memang terdapat kampung Yahudi yang sudah lama dihuni oleh etnis Yahudi dan berlokasi dekat dengan kota Quba. Dukungan diplomatik yang utama tentu saja dari Turki sebagai sahabat dan saudara dekat satu etnis. Turki disinyalir mengirim pasukan eks kombatan ISIS dengan bayaran sekitar 30 juta rupiah perorang untuk berada digaris depan memperkuat pertahanan tentara Azerbaijan. Meski mereka sendiri tidak tahu mana kawan mana lawan.
Sebagai negara bekas jajahan Uni Sovyet dan masuk dalam wilayah Kaukasia, Georgia memilih untuk bersikap netral dan ingin menjadi mediator. Sementara Rusia dalam posisi dilema mengingat Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan sedang tidak harmonis. Dalam hal ini Rusia pun memilih bersikap netral. PM Armenia tersebut belum membahas meminta bantuan Moscow. Ia masih mengharapkan partisipasi dari Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO), yaitu aliansi militer yang ditandatangani oleh negara-negara Eropa Timur-Asia Tengah eks Uni Sovyet yaitu Rusia, Armenia, Kazakhstan, Kyrgystan, Tajikistan dan Uzbekistan.
Sejak mendadak diberlakukannya sweeping jam malam membuat warga menjadi panik. Pasalnya begitu tiba-tiba saat kondisi internet lumpuh. Pihak kepolisian Azerbaijan melakukan sweeping berdasarkan mandat presiden melalui kementerian pertahanan dan kementriam terkait. Sweeping dilakukan guna mencegah masyarakat pergi ke wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh, mencegah demonstrasi seperti terjadi pada Juli lalu di mana demonstrasi berlangsung malam hari sesaat setelah Armenia berusaha mencaplok wilayah Tovuz. Sweeping tersebut juga dilakukan untuk mencegah penyusup Armenia masuk dan memprovokasi warga selain juga pencegahan terhadap aksi terorisme.
Kebangkitan Nasionalisme Warga
Saat ini animo masyarakat untuk menjadi pasukan perang cukup tinggi seperti yang diberitakan Mədəniyət TV, pemerintah Azerbaijan merekrut pemuda atau laki-laki cukup umur untuk dilatih dan diturunkan menjadi pasukan perang. Bahkan usia mereka ada yg 50 tahun lebih. Mereka yang belum cukup usia sesuai kriteria militer tetap diikut sertakan untuk menjadi supir, koki, kurir dan sebagainya memyesuaikan kebutuhan perang.
Sementara yang perempuan terutama dokter juga direkrut untuk menjadi tenaga medis. Mereka diangkut dengan menggunakan bus di hampir setiap titik seperti Sumqayit, Ganja, dan kota rayon-rayon lainnya hampir semua wilayah mengirimkan pemudanya. Mereka diabsen satu persatu sebelum menaiki bus. Tentunya mereka yg sehat secara jasmani yg diperbolehkan ikut.
Selain memberikan bantuan pangan dan kebutuhan primer lainnya di wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh, pemerintah juga melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap warga dengan menambah simpul-simpul keamanan di berbagai titik seperti dikerahkannya aparat kepolisian, mengajak warga untuk memasang bendera kebangsaan Azerbaijan di setiap rumah dan toko-toko serta membagikan bendera di jalan-jalan ataupun titik traffic light, menayangkan berita, pidato presiden, lagu-lagu militer yang dapat membakar semangat warga untuk menyerukan bahwa "Karabakh is Azerbaijan". Seperti di Real TV, Dunya TV, Lider TV, ATV, MTV Azerbaijan, Medeniyat TV. Tak hanya bendera Azerbaijan namun juga bendera Turki.
Peran Turki, Georgia, Rusia dan Iran
Perang ini memang unik karena melibatkan berbagai negara. Armenia yang penduduknya mayoritas kristen didukung oleh Iran yang mayoritas muslim Syiah. Armenia adalah negara pertama di dunia yang mengakui kristen sebagai agama resmi negaranya. Sedangkan Azerbaijan sebagai negara muslim dengan syiah sebagai mayoritas malah didukung oleh negara-negara non muslim seperti Israel dan Armenia.
Di Azerbaijan sendiri memang terdapat kampung Yahudi yang sudah lama dihuni oleh etnis Yahudi dan berlokasi dekat dengan kota Quba. Dukungan diplomatik yang utama tentu saja dari Turki sebagai sahabat dan saudara dekat satu etnis. Turki disinyalir mengirim pasukan eks kombatan ISIS dengan bayaran sekitar 30 juta rupiah perorang untuk berada digaris depan memperkuat pertahanan tentara Azerbaijan. Meski mereka sendiri tidak tahu mana kawan mana lawan.
Sebagai negara bekas jajahan Uni Sovyet dan masuk dalam wilayah Kaukasia, Georgia memilih untuk bersikap netral dan ingin menjadi mediator. Sementara Rusia dalam posisi dilema mengingat Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan sedang tidak harmonis. Dalam hal ini Rusia pun memilih bersikap netral. PM Armenia tersebut belum membahas meminta bantuan Moscow. Ia masih mengharapkan partisipasi dari Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO), yaitu aliansi militer yang ditandatangani oleh negara-negara Eropa Timur-Asia Tengah eks Uni Sovyet yaitu Rusia, Armenia, Kazakhstan, Kyrgystan, Tajikistan dan Uzbekistan.
tulis komentar anda