Uji Materi UU Penyiaran, Indonesia Tidak Boleh Dijajah Secara Digital

Kamis, 01 Oktober 2020 - 19:16 WIB
Sehingga, convergence norm-nya yang harus diperkuat dan ditegakkan. Di Undang-Undang (UU) Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) sudah ada convergence norm-nya bahwa yang dimaksudkan dengan penyiaran adalah telekomunikasi khusus dan subjek hukumnya adalah penyelenggara telekomunikasi khusus. Tetapi convergence norm dengan UU ITE masih terbatas.

Kalau bicara insfratrukturnya, juga sudah ada convergence norm-nya di UU ITE dan UU Penyiaran.

Di sisi lain, Danrivanto mengungkapkan, jika bicara penyiaran melalui internet maka bentuknya dengan karakter sendiri, yakni jika dihubungkan dengan UU Penyiaran maka negara yang menyelenggarakan melalui lembaga negara yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Keberadaan KPI untuk menjadi lembaga cek and balance atas kebebasan berpendapat yang disampaikan publik.

"Praktik di negara lain itu, telekomunikasi dan penyiaran itu satu kesatuan undang-undang, satu lembaga regulatory yang sama," katanya.

Danrivanto melanjutkan, kedaulatan negara dan perlindungan negara terhadap warga negaranya atas konten digital bisa disodorkan contohnya yakni Amerika Serikat yang melarang TikTok masuk ke Negeri Paman Sam. Urusannya, bukan terkait dengan konten saja tapi TikTok adalah makhluk asing. Kalau TikTok mau masuk ke Amerika, maka pemegang sahamnya harus berbadan hukum Amerika.

"Artinya di sini ditunjukkan kedaulatan virtual. Sama juga Singapura, begitu tahu potensi dari kedaulatan virtual seperti ini dan tahu bahwa ini bisa jadi pengungkit ekonomi, maka mereka mengatur perilaku VOD, bagaimana perilaku internet broadcasting, bagaimana platform yang menggunakan internet. Karena tahu itu akan menjadi daya tarik," tuturnya.

Dia meyakini, kedaulatan digital atau virtual dapat menjadi satu di antara jalan keluar mengatasi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Karena itu, Danrivanto menegaskan perlu pengaturan dan pengawasan terhadap internet broadcasting hingga OTT berjenis VOD.

Dia mengungkapkan, penyiaran yang memasukkan kategori penyiaran dengan internet seperti dalam gugatan perkara a quo jelas merespons secara futurik yang belum dibayangkan oleh kita semua.

"Saya meyakini pada hari ini adalah sejarah bagi bangsa kita, bahwa kita tidak mau dijajah secara digital. Kita tidak mau ada kolonialisme baru. Sementara mereka membuat kita tidak bisa masuk ke sana. China, India, Amerika itu melakukan proteksi luar biasa terhadap aplikasi masing-masing," tegas Danrivanto.

Danrivanto melanjutkan, dengan pendekatan seperti itu maka negara yang sudah mengetahui bahwa masa depan adalah ekonomi digital tidak akan membiarkan kedaulatan digitalnya dijajah.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More