Pengobatan Covid-19, Saatnya Gunakan Jalur Ganda

Rabu, 30 September 2020 - 07:09 WIB
“Jadi kalau orang dalam jangka panjang telah mengonsumsi kurkumin ini, maka kapan pun virus higly pathogenic masuk maka sitokin yang diproduksi paru tidak akan berlebihan,” katanya.

Nidom menegaskan, jika aspek kurkumin ini memang bukan spesifik akan membunuh virus, tapi lebih kepada menyiapkan sel-sel tubuh agar bisa lebih siap dalam menghadapi dan mematikan virus secara alamiah.

“Saya mempunyai penelitian panjang terhadap aspek kurkumin ini pada saat wabah flu burung. Pada saat itu bahayanya flu burung itu bisa membuat paru-paru seseorang bisa menjadi seperti bubur. Kami saat itu mencari alternatif dan ketemu kurkumin. Maka pada saat pandemi corona ini yang mempunyai kemiripan baik dari segi struktur, sifat, dan sasaran penyakit, maka saya tawarkan kurkumin,” tegasnya. (Baca juga: Saatnya Menjadi Tuan Rumah Industri Halal)

Butuh Kampanye Besar-besaran

Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, pemerintah perlu mengampanyekan penggunaan obat-obatan berbahan herbal alami seperti jamu-jamuan yang sangat melimpah di Indonesia, sambil menunggu ketersediaan vaksin. Apalagi, sudah banyak studi yang menunjukkan bahwa banyak bahan-bahan alam asli Indonesia yang bisa berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

”Sebenarnya Pak Menkes (dr Terawan) juga ada terobosan untuk mengampanyekan empon-empon. Misalnya waktu awal-awal Covid-19 dulu, beliau mengatakan jamu itu sangat efektif. Kemudian minyak kayu putih, itu bagus untuk menghalau virus,” katanya, Selasa (29/9/2020).

Sayangnya, imbauan Menkes tersebut masih bersifat ajakan secara lisan dan dalam lingkaran yang terbatas, dan belum menjadi sebuah kebijakan untuk mendorong pengoptimalan penggunaan bahan-bahan alam untuk obat atau peningkatan kesehatan tubuh. (Baca juga: PBB: Korea Utara Abaikan Sanksi Nuklir)

”Kita di Komisi IX sudah sering mendorong kenapa enggak memanfaatkan yang kita punya. Kan 95% obat itu bahannya impor, padahal kita punya berbagai macam sumber alam, banyak sekali yang sudah teruji,” tuturnya.

Anggia mengatakan, berdasarkan penjelasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mereka sering terkendala pada aturan atau tahapan yang belum bisa ditembus oleh bahan baku dari Indonesia.

“Menurut saya, bukan tidak bisa ditembus, tapi enggak ada political will saja. Apanya sih yang enggak bisa ditembus? Kan sudah bertahun-tahun, bahkan ribuan tahun sebagai warisan turun-temurun, jamu itu punya khasiat untuk kesehatan, tapi masih saja dianggap enggak terbukti uji klinis,” kata Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) ini.

Ketua Umum PP Fatayat NU ini mengaku heran karena sebenarnya cukup banyak temuan anak bangsa atas berbagai obat untuk peningkatan daya tahan tubuh yang berasal dari bahan-bahan herbal alami asli Indonesia, tapi sejauh ini masih sporadis dan belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah untuk dioptimalkan penggunaannya secara sistematis.

“Menurut saya, perlu didorong pengoptimalan kekayaan alam ini, pemerintah harus lebih memprioritaskan itu,” katanya.

Anggia mengaku setiap hari mengonsumsi jamu bersama seluruh anggota keluarganya untuk meningkatkan kebugaran. “Aku bikin jamu ritual, anakku tak kasih semua. Setiap malam sebelum tidur pasti semua minum jamu kunyit, jahe merah, temulawak, serai,” katanya. (Baca juga: Si Pelupa Telat Datang Latihan)

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen mengatakan, pandemi ini mengajarkan banyak hal pada Indonesia, terutama bagaimana sistem kesehatan di negeri ini perlu banyak pembenahan.

”Kita harus akui, sistem kesehatan Indonesia harus dibenahi. Di antaranya yang urgen, yaitu manajemen data yang terintegrasi, penguatan infrastruktur kesehatan, pengembangan sumber daya tenaga kesehatan, serta dukungan riset dan inovasi,” tuturnya.

Gus Nabil mengatakan, manajemen data kesehatan yang terintegrasi sangat penting hingga mempermudah pengambilan keputusan, merancang program, dan mengeksekusi kebijakan. ”Maka, pandemi ini mengajarkan bahwa kita juga mengalami bencana data dan bencana komunikasi serta koordinasi antarlini di pemerintahan,” katanya.

Sejak awal pandemi, kata Gus Nabil, dirinya selalu menyuarakan pentingnya kemandirian Indonesia dalam suplai obat. ”Kita harus mulai mandiri, mengurangi ketergantungan impor obat dari luar negeri. Caranya? Kembangkan riset dan dukung inovasi obat herbal dari dalam negeri, dari kekayaan rempah. Pemerintah harus dukung ekosistem pengembangan riset dan inovasi kesehatan,” pungkasnya.

Kementerian Kesehatan menyarankan masyarakat untuk memanfaatkan obat tradisional berupa jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Pemanfaatan obat tradisional tersebut sebagai upaya memelihara kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan, termasuk pada masa kedaruratan kesehatan masyarakat atau bencana nasional Covid-19 .

Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan telah mengirimkan surat edaran kepada gubernur, bupati/wali kota di seluruh Indonesia untuk memanfaatkan obat tradisional sebagai pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan. (LIhat videonya: Habiskan 300 M, Proyek Kota Baru Lampung Kini Jadi Kota Mati)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More