Pengobatan Covid-19, Saatnya Gunakan Jalur Ganda
loading...
![Pengobatan Covid-19,...](https://pict.sindonews.net/dyn/732/pena/news/2020/09/30/15/180810/pengobatan-covid19-saatnya-gunakan-jalur-ganda-gid.jpg)
Berbagai testimoni para survivor Covid-19 menunjukkan bahwa kesembuhan mereka juga dibantu khasiat berbagai tanaman obat. Foto: dok/Reuters
A
A
A
JAKARTA - Metode pengobatan pasien Corona (Covid-19) yang digaungkan pemerintah selama ini lebih bertumpu pada obat-obatan berbasis kimiawi. Padahal, berbagai testimoni para survivor Covid-19 menunjukkan bahwa kesembuhan mereka juga dibantu khasiat berbagai tanaman obat.
Sejauh ini dalam berbagai pernyataan terkait penanganan Covid-19, pemerintah gencar memberikan rekomendasi obat-obatan berbasis kimia untuk pengobatan pasien positif Covid-19. Untuk pasien dengan gejala ringan, selain isolasi mandiri, diberikan juga beberapa obat, yaitu vitamin C, antivirus, dan beberapa antivirus yaitu Remdesivir, Favipiravir, Lopinavir-ritonavir, Oseltamivir. (Baca: Penyebab Rezeki Tidak Lancar dan Penawarnya)
Selain itu, juga diberikan obat-obat lain untuk menurunkan gejala seperti parasetamol untuk menurunkan demam maupun obat batuk. Sedangkan untuk gejala sedang, ada beberapa obat yang sudah direkomendasikan, yaitu Klorokuin, Azithromycin, dan beberapa antikoagulan apabila ada potensi kemungkinan terjadi penggumpalan pada darah.
Sedangkan untuk gejala berat atau kritis digunakan Kortikosteroid dan antibiotik spektrum luas sesuai dengan perkembangan klinisnya. Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 mengklaim rekomendasi tersebut sudah melalui diskusi dengan lima asosiasi dokter spesialis, yaitu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).
“Rekomendasi obat-obatan tersebut sudah sesuai dengan hasil rekom dari lima asosiasi dari lima asosiasi dokter spesialis. Selain itu, rekomendasi ini juga sudah kami koordinasikan dengan Kementerian Kesehatan,” ucap Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam pernyataan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Kemendikbud: Aplikasi untuk Paket Kuota Belajar Akan Ditambah)
Di sisi lain, dalam berbagai testimoni para survivor (penyintas) Covid-19 , terang-terangan menyampaikan manfaat berbagai tanaman obat dalam proses penyembuhan mereka. Seperti yang disampaikan oleh Prof Arif Satria, rektor IPB University. Setelah dinyatakan positif Covid-19, dia langsung dirawat di Rumah Sakit EMC Sentul Bogor.
Selama menjalani perawatan sebagai pasien di rumah sakit, Arif mengaku banyak mendapat masukan dari rekan-rekan alumnus IPB hingga penyintas Covid-19 lainnya. Satu di antara tips yang diberikan kepada Arif dan dilakukannya adalah menghirup air rebusan minyak kayu putih. “Iya (banyak yang kasih tips), tolong jangan lupa kayu putih harus direndam pakai air kemudian uapnya dihirup, saya lakukan. Kemudian banyak-banyak makan telur, susu, supaya sehat,” katanya.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan juga memberikan testimoni serupa terkait manfaat tanaman obat dalam proses penyembuhan diri dan keluarganya setelah dinyatakan positif Covid-19 . Novel merasakan manfaat dari rebusan jahe yang diberikan tetesan minyak kayu putih.
Dia membagikan pengalamannya tersebut melalui akun Twitter miliknya @nazaqiztsha. Dalam cuitannya Novel mengungkapkan selama 11 hari isolasi dia berupaya menjaga kondisi psikis, istirahat cukup, dan konsumsi ramuan herbal. “Menjaga psikis diri saya dan keluarga agar tetap baik dan tenang. Karena khawatir, takut, marah, dan sedih justru membuat imun tubuh tidak bekerja dengan efektif (itu yang saya pahami dari beberapa dokter),” cuit Novel. (Baca juga: LIPI Angkat Suara Soal temuan Potensi Tsunami 20 Meter di Indonesia)
Kemudian dia mengungkapkan selama isolasi perlu banyak istirahat demi mengoptimalkan energi tubuh. Menurutnya, istirahat yang cukup ini akan membuat imun tubuh meningkat dan bisa bekerja semestinya. Di sini yang cukup menarik adalah konsumsi ramuan herbal. Selama isolasi Novel rajin meminum ramuan herbal dari kunyit, kencur, dan madu. Kunyit dan kencur diparut dan diseduh dengan air hangat, baru kemudian dicampur madu.
“Juga rebusan jahe yang diberi minyak kayu putih setetes. Selain itu, ada beberapa suplemen yang perlu dikonsumsi di antaranya vitamin C, D, E, dan zinc. Semoga bermanfaat. Bagi yang sedang sakit, semoga lekas sembuh,” katanya.
Kendalikan Badai Sitokin
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof CA Nidom menyatakan banyak manfaat tanaman obat untuk proses pengobatan Covid-19 . Dalam paparannya di akun YouTube @ingatresi, dia mengingatkan jika yang berbahaya dalam infeksi Covid-19 adalah ketika terjadi badai sitokin di paru-paru penderita. Sitokin adalah protein yang dihasilkan tubuh sebagian dari imunitas.
Sitokin akan otomatis akan melindungi sel tubuh saat ada virus menyerang termasuk Covid-19. Sitokin ada dua macam yang pro-inflamatory dan anti-inflamatory. (Baca juga: Fahri Hamzah Dorong Fadli Zon Ungkap Sejarah Komunis dan PKI)
“Dua-duanya bisa keluar, yang pro-inflamotory (imun jahat) ini akan menempel pada sel-sel yang sehat. Nah, saat ditempeli pro-inflamotory ini, sel-sel yang sehat itu akan menjadi rusak. Tidak hanya rusak, sel-sel tersebut juga mengeluarkan sitokin lagi sehingga terjadi badai sitokin yang merusak paru secara keseluruhan,” paparnya.
Mantan anggota Komnas Flu Burung ini menilai virus corona ini hanya pemicu. Saat mereka dilawan dengan imun kita mereka sudah berhenti berkembang.
“Yang harus diwaspadai adalah badai sitokin tadi. Jadi harus ada pengendalian sitokin saat virus korona menempel di paru sehingga tidak terjadi badai sitokin pada tingkat lebih lanjut,” katanya.
Dari hasil risetnya selama menangani virus flu burung yang mempunyai kemiripan dalam memicu badai sitokin dalam paru, Prof Nidom menemukan kurkumin sebagai salah satu zat bisa mengendalikan sitokin pro-inflammatory. Kurkumin ini bisa menghambat atau mencegah pembentukan sitokin secara berlebihan.
“Jadi kalau orang dalam jangka panjang telah mengonsumsi kurkumin ini, maka kapan pun virus higly pathogenic masuk maka sitokin yang diproduksi paru tidak akan berlebihan,” katanya.
Nidom menegaskan, jika aspek kurkumin ini memang bukan spesifik akan membunuh virus, tapi lebih kepada menyiapkan sel-sel tubuh agar bisa lebih siap dalam menghadapi dan mematikan virus secara alamiah.
“Saya mempunyai penelitian panjang terhadap aspek kurkumin ini pada saat wabah flu burung. Pada saat itu bahayanya flu burung itu bisa membuat paru-paru seseorang bisa menjadi seperti bubur. Kami saat itu mencari alternatif dan ketemu kurkumin. Maka pada saat pandemi corona ini yang mempunyai kemiripan baik dari segi struktur, sifat, dan sasaran penyakit, maka saya tawarkan kurkumin,” tegasnya. (Baca juga: Saatnya Menjadi Tuan Rumah Industri Halal)
Butuh Kampanye Besar-besaran
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, pemerintah perlu mengampanyekan penggunaan obat-obatan berbahan herbal alami seperti jamu-jamuan yang sangat melimpah di Indonesia, sambil menunggu ketersediaan vaksin. Apalagi, sudah banyak studi yang menunjukkan bahwa banyak bahan-bahan alam asli Indonesia yang bisa berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
”Sebenarnya Pak Menkes (dr Terawan) juga ada terobosan untuk mengampanyekan empon-empon. Misalnya waktu awal-awal Covid-19 dulu, beliau mengatakan jamu itu sangat efektif. Kemudian minyak kayu putih, itu bagus untuk menghalau virus,” katanya, Selasa (29/9/2020).
Sayangnya, imbauan Menkes tersebut masih bersifat ajakan secara lisan dan dalam lingkaran yang terbatas, dan belum menjadi sebuah kebijakan untuk mendorong pengoptimalan penggunaan bahan-bahan alam untuk obat atau peningkatan kesehatan tubuh. (Baca juga: PBB: Korea Utara Abaikan Sanksi Nuklir)
”Kita di Komisi IX sudah sering mendorong kenapa enggak memanfaatkan yang kita punya. Kan 95% obat itu bahannya impor, padahal kita punya berbagai macam sumber alam, banyak sekali yang sudah teruji,” tuturnya.
Anggia mengatakan, berdasarkan penjelasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mereka sering terkendala pada aturan atau tahapan yang belum bisa ditembus oleh bahan baku dari Indonesia.
“Menurut saya, bukan tidak bisa ditembus, tapi enggak ada political will saja. Apanya sih yang enggak bisa ditembus? Kan sudah bertahun-tahun, bahkan ribuan tahun sebagai warisan turun-temurun, jamu itu punya khasiat untuk kesehatan, tapi masih saja dianggap enggak terbukti uji klinis,” kata Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) ini.
Ketua Umum PP Fatayat NU ini mengaku heran karena sebenarnya cukup banyak temuan anak bangsa atas berbagai obat untuk peningkatan daya tahan tubuh yang berasal dari bahan-bahan herbal alami asli Indonesia, tapi sejauh ini masih sporadis dan belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah untuk dioptimalkan penggunaannya secara sistematis.
“Menurut saya, perlu didorong pengoptimalan kekayaan alam ini, pemerintah harus lebih memprioritaskan itu,” katanya.
Anggia mengaku setiap hari mengonsumsi jamu bersama seluruh anggota keluarganya untuk meningkatkan kebugaran. “Aku bikin jamu ritual, anakku tak kasih semua. Setiap malam sebelum tidur pasti semua minum jamu kunyit, jahe merah, temulawak, serai,” katanya. (Baca juga: Si Pelupa Telat Datang Latihan)
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen mengatakan, pandemi ini mengajarkan banyak hal pada Indonesia, terutama bagaimana sistem kesehatan di negeri ini perlu banyak pembenahan.
”Kita harus akui, sistem kesehatan Indonesia harus dibenahi. Di antaranya yang urgen, yaitu manajemen data yang terintegrasi, penguatan infrastruktur kesehatan, pengembangan sumber daya tenaga kesehatan, serta dukungan riset dan inovasi,” tuturnya.
Gus Nabil mengatakan, manajemen data kesehatan yang terintegrasi sangat penting hingga mempermudah pengambilan keputusan, merancang program, dan mengeksekusi kebijakan. ”Maka, pandemi ini mengajarkan bahwa kita juga mengalami bencana data dan bencana komunikasi serta koordinasi antarlini di pemerintahan,” katanya.
Sejak awal pandemi, kata Gus Nabil, dirinya selalu menyuarakan pentingnya kemandirian Indonesia dalam suplai obat. ”Kita harus mulai mandiri, mengurangi ketergantungan impor obat dari luar negeri. Caranya? Kembangkan riset dan dukung inovasi obat herbal dari dalam negeri, dari kekayaan rempah. Pemerintah harus dukung ekosistem pengembangan riset dan inovasi kesehatan,” pungkasnya.
Kementerian Kesehatan menyarankan masyarakat untuk memanfaatkan obat tradisional berupa jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Pemanfaatan obat tradisional tersebut sebagai upaya memelihara kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan, termasuk pada masa kedaruratan kesehatan masyarakat atau bencana nasional Covid-19 .
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan telah mengirimkan surat edaran kepada gubernur, bupati/wali kota di seluruh Indonesia untuk memanfaatkan obat tradisional sebagai pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan. (LIhat videonya: Habiskan 300 M, Proyek Kota Baru Lampung Kini Jadi Kota Mati)
“Surat edaran ini dimaksudkan untuk memperjelas penggunaan ramuan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan, termasuk pada masa pandemi Covid-19,” kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr Bambang Wibowo. (Abdul Rochim)
Sejauh ini dalam berbagai pernyataan terkait penanganan Covid-19, pemerintah gencar memberikan rekomendasi obat-obatan berbasis kimia untuk pengobatan pasien positif Covid-19. Untuk pasien dengan gejala ringan, selain isolasi mandiri, diberikan juga beberapa obat, yaitu vitamin C, antivirus, dan beberapa antivirus yaitu Remdesivir, Favipiravir, Lopinavir-ritonavir, Oseltamivir. (Baca: Penyebab Rezeki Tidak Lancar dan Penawarnya)
Selain itu, juga diberikan obat-obat lain untuk menurunkan gejala seperti parasetamol untuk menurunkan demam maupun obat batuk. Sedangkan untuk gejala sedang, ada beberapa obat yang sudah direkomendasikan, yaitu Klorokuin, Azithromycin, dan beberapa antikoagulan apabila ada potensi kemungkinan terjadi penggumpalan pada darah.
Sedangkan untuk gejala berat atau kritis digunakan Kortikosteroid dan antibiotik spektrum luas sesuai dengan perkembangan klinisnya. Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 mengklaim rekomendasi tersebut sudah melalui diskusi dengan lima asosiasi dokter spesialis, yaitu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).
“Rekomendasi obat-obatan tersebut sudah sesuai dengan hasil rekom dari lima asosiasi dari lima asosiasi dokter spesialis. Selain itu, rekomendasi ini juga sudah kami koordinasikan dengan Kementerian Kesehatan,” ucap Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam pernyataan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Kemendikbud: Aplikasi untuk Paket Kuota Belajar Akan Ditambah)
Di sisi lain, dalam berbagai testimoni para survivor (penyintas) Covid-19 , terang-terangan menyampaikan manfaat berbagai tanaman obat dalam proses penyembuhan mereka. Seperti yang disampaikan oleh Prof Arif Satria, rektor IPB University. Setelah dinyatakan positif Covid-19, dia langsung dirawat di Rumah Sakit EMC Sentul Bogor.
Selama menjalani perawatan sebagai pasien di rumah sakit, Arif mengaku banyak mendapat masukan dari rekan-rekan alumnus IPB hingga penyintas Covid-19 lainnya. Satu di antara tips yang diberikan kepada Arif dan dilakukannya adalah menghirup air rebusan minyak kayu putih. “Iya (banyak yang kasih tips), tolong jangan lupa kayu putih harus direndam pakai air kemudian uapnya dihirup, saya lakukan. Kemudian banyak-banyak makan telur, susu, supaya sehat,” katanya.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan juga memberikan testimoni serupa terkait manfaat tanaman obat dalam proses penyembuhan diri dan keluarganya setelah dinyatakan positif Covid-19 . Novel merasakan manfaat dari rebusan jahe yang diberikan tetesan minyak kayu putih.
Dia membagikan pengalamannya tersebut melalui akun Twitter miliknya @nazaqiztsha. Dalam cuitannya Novel mengungkapkan selama 11 hari isolasi dia berupaya menjaga kondisi psikis, istirahat cukup, dan konsumsi ramuan herbal. “Menjaga psikis diri saya dan keluarga agar tetap baik dan tenang. Karena khawatir, takut, marah, dan sedih justru membuat imun tubuh tidak bekerja dengan efektif (itu yang saya pahami dari beberapa dokter),” cuit Novel. (Baca juga: LIPI Angkat Suara Soal temuan Potensi Tsunami 20 Meter di Indonesia)
Kemudian dia mengungkapkan selama isolasi perlu banyak istirahat demi mengoptimalkan energi tubuh. Menurutnya, istirahat yang cukup ini akan membuat imun tubuh meningkat dan bisa bekerja semestinya. Di sini yang cukup menarik adalah konsumsi ramuan herbal. Selama isolasi Novel rajin meminum ramuan herbal dari kunyit, kencur, dan madu. Kunyit dan kencur diparut dan diseduh dengan air hangat, baru kemudian dicampur madu.
“Juga rebusan jahe yang diberi minyak kayu putih setetes. Selain itu, ada beberapa suplemen yang perlu dikonsumsi di antaranya vitamin C, D, E, dan zinc. Semoga bermanfaat. Bagi yang sedang sakit, semoga lekas sembuh,” katanya.
Kendalikan Badai Sitokin
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof CA Nidom menyatakan banyak manfaat tanaman obat untuk proses pengobatan Covid-19 . Dalam paparannya di akun YouTube @ingatresi, dia mengingatkan jika yang berbahaya dalam infeksi Covid-19 adalah ketika terjadi badai sitokin di paru-paru penderita. Sitokin adalah protein yang dihasilkan tubuh sebagian dari imunitas.
Sitokin akan otomatis akan melindungi sel tubuh saat ada virus menyerang termasuk Covid-19. Sitokin ada dua macam yang pro-inflamatory dan anti-inflamatory. (Baca juga: Fahri Hamzah Dorong Fadli Zon Ungkap Sejarah Komunis dan PKI)
“Dua-duanya bisa keluar, yang pro-inflamotory (imun jahat) ini akan menempel pada sel-sel yang sehat. Nah, saat ditempeli pro-inflamotory ini, sel-sel yang sehat itu akan menjadi rusak. Tidak hanya rusak, sel-sel tersebut juga mengeluarkan sitokin lagi sehingga terjadi badai sitokin yang merusak paru secara keseluruhan,” paparnya.
Mantan anggota Komnas Flu Burung ini menilai virus corona ini hanya pemicu. Saat mereka dilawan dengan imun kita mereka sudah berhenti berkembang.
“Yang harus diwaspadai adalah badai sitokin tadi. Jadi harus ada pengendalian sitokin saat virus korona menempel di paru sehingga tidak terjadi badai sitokin pada tingkat lebih lanjut,” katanya.
Dari hasil risetnya selama menangani virus flu burung yang mempunyai kemiripan dalam memicu badai sitokin dalam paru, Prof Nidom menemukan kurkumin sebagai salah satu zat bisa mengendalikan sitokin pro-inflammatory. Kurkumin ini bisa menghambat atau mencegah pembentukan sitokin secara berlebihan.
“Jadi kalau orang dalam jangka panjang telah mengonsumsi kurkumin ini, maka kapan pun virus higly pathogenic masuk maka sitokin yang diproduksi paru tidak akan berlebihan,” katanya.
Nidom menegaskan, jika aspek kurkumin ini memang bukan spesifik akan membunuh virus, tapi lebih kepada menyiapkan sel-sel tubuh agar bisa lebih siap dalam menghadapi dan mematikan virus secara alamiah.
“Saya mempunyai penelitian panjang terhadap aspek kurkumin ini pada saat wabah flu burung. Pada saat itu bahayanya flu burung itu bisa membuat paru-paru seseorang bisa menjadi seperti bubur. Kami saat itu mencari alternatif dan ketemu kurkumin. Maka pada saat pandemi corona ini yang mempunyai kemiripan baik dari segi struktur, sifat, dan sasaran penyakit, maka saya tawarkan kurkumin,” tegasnya. (Baca juga: Saatnya Menjadi Tuan Rumah Industri Halal)
Butuh Kampanye Besar-besaran
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, pemerintah perlu mengampanyekan penggunaan obat-obatan berbahan herbal alami seperti jamu-jamuan yang sangat melimpah di Indonesia, sambil menunggu ketersediaan vaksin. Apalagi, sudah banyak studi yang menunjukkan bahwa banyak bahan-bahan alam asli Indonesia yang bisa berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
”Sebenarnya Pak Menkes (dr Terawan) juga ada terobosan untuk mengampanyekan empon-empon. Misalnya waktu awal-awal Covid-19 dulu, beliau mengatakan jamu itu sangat efektif. Kemudian minyak kayu putih, itu bagus untuk menghalau virus,” katanya, Selasa (29/9/2020).
Sayangnya, imbauan Menkes tersebut masih bersifat ajakan secara lisan dan dalam lingkaran yang terbatas, dan belum menjadi sebuah kebijakan untuk mendorong pengoptimalan penggunaan bahan-bahan alam untuk obat atau peningkatan kesehatan tubuh. (Baca juga: PBB: Korea Utara Abaikan Sanksi Nuklir)
”Kita di Komisi IX sudah sering mendorong kenapa enggak memanfaatkan yang kita punya. Kan 95% obat itu bahannya impor, padahal kita punya berbagai macam sumber alam, banyak sekali yang sudah teruji,” tuturnya.
Anggia mengatakan, berdasarkan penjelasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mereka sering terkendala pada aturan atau tahapan yang belum bisa ditembus oleh bahan baku dari Indonesia.
“Menurut saya, bukan tidak bisa ditembus, tapi enggak ada political will saja. Apanya sih yang enggak bisa ditembus? Kan sudah bertahun-tahun, bahkan ribuan tahun sebagai warisan turun-temurun, jamu itu punya khasiat untuk kesehatan, tapi masih saja dianggap enggak terbukti uji klinis,” kata Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) ini.
Ketua Umum PP Fatayat NU ini mengaku heran karena sebenarnya cukup banyak temuan anak bangsa atas berbagai obat untuk peningkatan daya tahan tubuh yang berasal dari bahan-bahan herbal alami asli Indonesia, tapi sejauh ini masih sporadis dan belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah untuk dioptimalkan penggunaannya secara sistematis.
“Menurut saya, perlu didorong pengoptimalan kekayaan alam ini, pemerintah harus lebih memprioritaskan itu,” katanya.
Anggia mengaku setiap hari mengonsumsi jamu bersama seluruh anggota keluarganya untuk meningkatkan kebugaran. “Aku bikin jamu ritual, anakku tak kasih semua. Setiap malam sebelum tidur pasti semua minum jamu kunyit, jahe merah, temulawak, serai,” katanya. (Baca juga: Si Pelupa Telat Datang Latihan)
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen mengatakan, pandemi ini mengajarkan banyak hal pada Indonesia, terutama bagaimana sistem kesehatan di negeri ini perlu banyak pembenahan.
”Kita harus akui, sistem kesehatan Indonesia harus dibenahi. Di antaranya yang urgen, yaitu manajemen data yang terintegrasi, penguatan infrastruktur kesehatan, pengembangan sumber daya tenaga kesehatan, serta dukungan riset dan inovasi,” tuturnya.
Gus Nabil mengatakan, manajemen data kesehatan yang terintegrasi sangat penting hingga mempermudah pengambilan keputusan, merancang program, dan mengeksekusi kebijakan. ”Maka, pandemi ini mengajarkan bahwa kita juga mengalami bencana data dan bencana komunikasi serta koordinasi antarlini di pemerintahan,” katanya.
Sejak awal pandemi, kata Gus Nabil, dirinya selalu menyuarakan pentingnya kemandirian Indonesia dalam suplai obat. ”Kita harus mulai mandiri, mengurangi ketergantungan impor obat dari luar negeri. Caranya? Kembangkan riset dan dukung inovasi obat herbal dari dalam negeri, dari kekayaan rempah. Pemerintah harus dukung ekosistem pengembangan riset dan inovasi kesehatan,” pungkasnya.
Kementerian Kesehatan menyarankan masyarakat untuk memanfaatkan obat tradisional berupa jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Pemanfaatan obat tradisional tersebut sebagai upaya memelihara kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan, termasuk pada masa kedaruratan kesehatan masyarakat atau bencana nasional Covid-19 .
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan telah mengirimkan surat edaran kepada gubernur, bupati/wali kota di seluruh Indonesia untuk memanfaatkan obat tradisional sebagai pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan. (LIhat videonya: Habiskan 300 M, Proyek Kota Baru Lampung Kini Jadi Kota Mati)
“Surat edaran ini dimaksudkan untuk memperjelas penggunaan ramuan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan kesehatan, termasuk pada masa pandemi Covid-19,” kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr Bambang Wibowo. (Abdul Rochim)
(ysw)