Jokowi Tunjuk BKKBN sebagai Penanggungjawab Utama Penanggulangan Stunting
Rabu, 30 September 2020 - 06:25 WIB
JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditetapkan menjadi penanggungjawab utama dalam program penanggulangan stunting (kekerdilan pada anak).
"Dalam penanganan stunting, BKKBN menjadi koordinator yang diarahkan di tingkat lapangan," ujar Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani dalam Webinar Series "Jangan Tua Sebelum Kaya" melalui rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (29/09/2020).
Dani, panggilan akrab Listyawardani mengatakan, BKKBN akan lebih fokus pada kegiatan penanggulangan stunting yang belum sepenuhnya tersentuh. Petugas BKKBN akan memastikan bahwa kehamilan itu adalah benar-benar kehamilan yang direncanakan sehingga akan lahir anak yang sehat.
"Dengan pendampingan ini, diharapkan tidak ada lagi ibu yang memiliki risiko melahirkan anak yang tidak sehat yang berisiko stunting," jelas Dani.
(Baca: Optimalisasi Program “Stunting”)
Pemerintah sendiri menargetkan kasus stunting yang saat ini mencapai angka sekitar 27 persen, dapat ditekan menjadi 24 persen pada 2020 dan turun lagi menjadi 14 persen pada 2024.
Dani mengatakan, 30-35 persen kasus stunting pada anak dilahirkan oleh wanita yang menikah di usia muda. "Menikahlah di usia 21 tahun agar melahirkan anak yang sehat," ajak Dani kepada anak muda.
Penyebab stunting lainnya adalah jarak kelahiran. Dalam berbagai penelitian, demikian Dani, ada korelasi kuat antara jarak kelahiran dan stunting.
"Untuk itu, BKKBN mengajak keluarga untuk menjaga jarak kelahiran minimal tiga tahun antar satu anak dengan anak berikutnya," ujar Dani.
(Baca: Peringati HKI, BKKBN-Bayer Luncurkan Program Edukasi dan Akses Kontrasepsi)
Menurut Dani, salah satu program yang akan menjadi fokus kedeputiannya (Pengendalian Penduduk) adalah mengawal pertumbuhan penduduk agar tetap terjaga pada posisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) dengan rata-rata "total fertilitas rate" (TFR) berada di angka 2,1.
"Seimbang bisa membuat keluarga menjadi berkualitas. Seimbang dalam banyak hal, ekonomi dan lainnya," ujar Dani.
"Dalam penanganan stunting, BKKBN menjadi koordinator yang diarahkan di tingkat lapangan," ujar Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani dalam Webinar Series "Jangan Tua Sebelum Kaya" melalui rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (29/09/2020).
Dani, panggilan akrab Listyawardani mengatakan, BKKBN akan lebih fokus pada kegiatan penanggulangan stunting yang belum sepenuhnya tersentuh. Petugas BKKBN akan memastikan bahwa kehamilan itu adalah benar-benar kehamilan yang direncanakan sehingga akan lahir anak yang sehat.
"Dengan pendampingan ini, diharapkan tidak ada lagi ibu yang memiliki risiko melahirkan anak yang tidak sehat yang berisiko stunting," jelas Dani.
(Baca: Optimalisasi Program “Stunting”)
Pemerintah sendiri menargetkan kasus stunting yang saat ini mencapai angka sekitar 27 persen, dapat ditekan menjadi 24 persen pada 2020 dan turun lagi menjadi 14 persen pada 2024.
Dani mengatakan, 30-35 persen kasus stunting pada anak dilahirkan oleh wanita yang menikah di usia muda. "Menikahlah di usia 21 tahun agar melahirkan anak yang sehat," ajak Dani kepada anak muda.
Penyebab stunting lainnya adalah jarak kelahiran. Dalam berbagai penelitian, demikian Dani, ada korelasi kuat antara jarak kelahiran dan stunting.
"Untuk itu, BKKBN mengajak keluarga untuk menjaga jarak kelahiran minimal tiga tahun antar satu anak dengan anak berikutnya," ujar Dani.
(Baca: Peringati HKI, BKKBN-Bayer Luncurkan Program Edukasi dan Akses Kontrasepsi)
Menurut Dani, salah satu program yang akan menjadi fokus kedeputiannya (Pengendalian Penduduk) adalah mengawal pertumbuhan penduduk agar tetap terjaga pada posisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) dengan rata-rata "total fertilitas rate" (TFR) berada di angka 2,1.
"Seimbang bisa membuat keluarga menjadi berkualitas. Seimbang dalam banyak hal, ekonomi dan lainnya," ujar Dani.
(muh)
tulis komentar anda