Kampanye di Tengah Pandemi, Lupakan Konser Manfaatkan Influencer

Jum'at, 25 September 2020 - 08:02 WIB
Namun dia mengingatkan bahwa ada perbedaan antara masa kampanye dan iklan kampanye. Kampanye di medsos, secara daring, atau kampanye bentuk lain bisa dilakukan selama 71 hari masa kampanye, yakni dari 26 September hingga 5 Desember 2020. Adapun khusus penayangan iklan kampanye, itu hanya diperbolehkan dilakukan selama 14 hari terakhir sebelum tiba hari tenang. (Baca juga: Penting Deteksi Dini dan Kenal gejala Pikun)

“Akun medsos ini kan ada yang sifatnya gratis, ada yang iklan. Pada prinsipnya kampanye medsos dilakukan selama masa kampanye, sama-sama selama 71 hari. Cuma iklannya saja yang dibatasi,” paparnya.

Menurut Raka, akun medsos harus didaftarkan ke KPU dan dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu, kepolisian serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pasangan calon gubernur dan wakil maksimal mendaftarkan 30 akun, sedangkan calon bupati dan wakil maksimal 20 akun. Prinsip kampanye virtual menurut dia adalah tidak melanggar ketentuan dalam UU Pilkada, PKPU Kampanye Pilkada, dan UU Nomor 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Selama tidak melanggar ketentuan atau larangan tentang kampanye menurut saya dipersilakan saja. Ada unsur kreativitas dari pihak masing-masing,” sebutnya.

Perlu Regulasi

Sementara itu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memperkirakan kampanye virtual melalui iklan politik pada platform digital, termasuk medsos, akan makin digemari karena memiliki beberapa keunggulan daripada di media konvensional. (Baca juga: Mapolres Yalimo Papua Diserang, Kasat Intel Terluka Parah)

Pertama, partai dan kandidat dapat membuat iklan yang dipersonalisasi berbeda-beda sesuai dengan perilaku konstituen di dalam jaringan. Dengan begitu pesan yang disiapkan bisa lebih mengena.

Kedua, distribusi iklan dapat ditargetkan spesifik pada kelompok-kelompok tertentu, bahkan ke level individu, dengan menyesuaikan demografi, lokasi geografis, usia, isu yang menjadi perhatian.

“Kedua hal tersebut memungkinkan dilakukan dengan memanfaatkan data pemilih pengguna platform digital yang ditambang oleh platform digital atau oleh partai politik dan kandidat itu sendiri,” ujar peneliti Perludem Nurul Amalia kemarin.

Dia mengingatkan beberapa risiko kampanye virtual. Bagi individu, privasi terancam karena masuk target iklan politik. Bukan tidak mungkin dilakukan pengumpulan data pribadi pengguna hingga perilakunya dengan cara menjelajah akun demi menyingkap dan memetakan kecenderungan preferensi politiknya. Dari pemetaan ini individu rentan menerima manipulasi informasi. (Baca juga: Mobil Nasional Vietnam Bertingkah Lagi)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More