Kehidupan Selaras dalam Pergumulan Global
Jum'at, 25 September 2020 - 07:11 WIB
Penghayatan terhadap realitas kehidupan sehari-hari relatif menjadi kurang terintegrasi dan kurang tertopang oleh kesatuan rajutan antarberbagai komponen secara jelas. Bahkan, keselarasan relasi secara holistik dan terintegrasi antara manusia dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta kurang memperoleh konteks pijakan nyata. Penyelenggaraan berbagai kegiatan sosial-budaya ataupun adat dan tradisi sebagai wahana penghayatan keberadaan manusia, pada gilirannya lebih berpijak pada memori dan narasi kehidupan masa lalu, bukan berpijak pada realitas kehidupan yang sedang dijalani. Dalam konteks kehidupan masa lalu, penghayatan atas keutuhan rajutan dari berbagai komponen kehidupan maupun keterhubungan erat berbagai etika, asas, kebijaksanaan, dan nilai yang terkandung di dalamnya akan bermuara pada pemahaman yang kokoh dan kuat untuk saling menjaga keselarasan dan keharmonisan kehidupan bersama.
Merengkuh Kehidupan Selaras
Kehidupan sosial-budaya mengisyaratkan suatu geliat dan gerak dinamis dari berbagai perbedaan logika pikir, baik lokal maupun nonlokal. Pergumulan dan perjumpaan logika pikir yang berbeda telah memberikan ruang kreasi terus-menerus dan lebih terbuka dalam ambang batas formulasi penerimaan dan penolakan maupun bertahan dan berubah. Dalam konteks ini, kehidupan sosial-budaya mengandung berbagai komponen yang relatif saling berhubungan dan bertolak belakang, saling terangkai dan tersebar, saling melebar dan menyempit, serta saling terbuka dan tertutup.
Ketika internalisasi logika pikir nonlokal telah menjadi dominan dalam kehidupan bangsa ini, maka pola pikir lokal dalam tata kelola kehidupan yang berbasiskan pada relasi selaras antara manusia dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta menjadi relatif terpinggirkan. Ketiga relasi yang merupakan satu kesatuan holistik dan terintegrasi tersebut cenderung menjadi tersegmentasi dan komponen maupun rajutan kebijaksanaan dan nilai yang terkandung di dalamnya kurang terpahami.
Dinamika kebudayaan telah memberikan ruang bagi penyeberangan atau pelintasan batas antarkomponen kehidupan dan logika pikir, baik lokal maupun nonlokal. Batas-batas antara lokal dan nonlokal menjadi relatif cair, abstrak, dan kurang dapat terpetakan secara jelas. Penyeberangan logika pikir dan komponen dalam ambang batas antara lokal dan nonlokal menjadi relatif fleksibel, tergantung pada konteks ruang dan waktu.
Logika pikir nonlokal merasuk dalam berbagai komponen kehidupan internal (lokal), begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, berbagai komponen lokal terkelola dengan logika pikir nonlokal atau dapat juga terjadi berbagai komponen nonlokal terkelola dengan logika pikir lokal, dan bahkan campur aduk antara keduanya. Pengelolaan secara holistik dan terintegrasi terhadap kehidupan bersama yang selaras relatif bergeser pemahamannya menjadi penggalan-penggalan komponen dengan nuansa kehidupan yang relatif berbeda nuansanya. Dalam konteks ini, serpihan dan potongan komponen tersebut menjadi relatif terpisah dan kurang terajut sebagai ekosistem kehidupan yang bermuara pada kehidupan bersama yang selaras.
Refleksi Bersama
Perlu kesadaran dan pengenalan pada setiap logika pikir dominan yang melekat pada diri kita masing-masing. Kesadaran ini sangat penting bagi pengelolaan tata kehidupan bersama secara berkelanjutan, kreatif, dan dinamis agar mampu menemukan rajutan perjumpaan logika pikir maupun komponen kehidupan yang terkandung di dalamnya, baik lokal maupun nonlokal, secara relatif berimbang dan harmonis. Ruang perjumpaan semacam itu diharapkan dapat mereproduksi dan mengonstruksi berbagai daya pegas, sikap cerdik, perkawinan "cantik", serta transformasi padu serasi untuk merajut kebijaksanaan dalam suatu ekosistem yang bermuara pada keselarasan kehidupan bersama. Nuansa relasi selaras antara manusia dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta secara holistik dan terintegrasi, perlu dijadikan muara dari rajutan tatanan kehidupan bersama dengan orientasi pada kehidupan jauh ke depan (jangka panjang).
Merengkuh Kehidupan Selaras
Kehidupan sosial-budaya mengisyaratkan suatu geliat dan gerak dinamis dari berbagai perbedaan logika pikir, baik lokal maupun nonlokal. Pergumulan dan perjumpaan logika pikir yang berbeda telah memberikan ruang kreasi terus-menerus dan lebih terbuka dalam ambang batas formulasi penerimaan dan penolakan maupun bertahan dan berubah. Dalam konteks ini, kehidupan sosial-budaya mengandung berbagai komponen yang relatif saling berhubungan dan bertolak belakang, saling terangkai dan tersebar, saling melebar dan menyempit, serta saling terbuka dan tertutup.
Ketika internalisasi logika pikir nonlokal telah menjadi dominan dalam kehidupan bangsa ini, maka pola pikir lokal dalam tata kelola kehidupan yang berbasiskan pada relasi selaras antara manusia dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta menjadi relatif terpinggirkan. Ketiga relasi yang merupakan satu kesatuan holistik dan terintegrasi tersebut cenderung menjadi tersegmentasi dan komponen maupun rajutan kebijaksanaan dan nilai yang terkandung di dalamnya kurang terpahami.
Dinamika kebudayaan telah memberikan ruang bagi penyeberangan atau pelintasan batas antarkomponen kehidupan dan logika pikir, baik lokal maupun nonlokal. Batas-batas antara lokal dan nonlokal menjadi relatif cair, abstrak, dan kurang dapat terpetakan secara jelas. Penyeberangan logika pikir dan komponen dalam ambang batas antara lokal dan nonlokal menjadi relatif fleksibel, tergantung pada konteks ruang dan waktu.
Logika pikir nonlokal merasuk dalam berbagai komponen kehidupan internal (lokal), begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, berbagai komponen lokal terkelola dengan logika pikir nonlokal atau dapat juga terjadi berbagai komponen nonlokal terkelola dengan logika pikir lokal, dan bahkan campur aduk antara keduanya. Pengelolaan secara holistik dan terintegrasi terhadap kehidupan bersama yang selaras relatif bergeser pemahamannya menjadi penggalan-penggalan komponen dengan nuansa kehidupan yang relatif berbeda nuansanya. Dalam konteks ini, serpihan dan potongan komponen tersebut menjadi relatif terpisah dan kurang terajut sebagai ekosistem kehidupan yang bermuara pada kehidupan bersama yang selaras.
Refleksi Bersama
Perlu kesadaran dan pengenalan pada setiap logika pikir dominan yang melekat pada diri kita masing-masing. Kesadaran ini sangat penting bagi pengelolaan tata kehidupan bersama secara berkelanjutan, kreatif, dan dinamis agar mampu menemukan rajutan perjumpaan logika pikir maupun komponen kehidupan yang terkandung di dalamnya, baik lokal maupun nonlokal, secara relatif berimbang dan harmonis. Ruang perjumpaan semacam itu diharapkan dapat mereproduksi dan mengonstruksi berbagai daya pegas, sikap cerdik, perkawinan "cantik", serta transformasi padu serasi untuk merajut kebijaksanaan dalam suatu ekosistem yang bermuara pada keselarasan kehidupan bersama. Nuansa relasi selaras antara manusia dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta secara holistik dan terintegrasi, perlu dijadikan muara dari rajutan tatanan kehidupan bersama dengan orientasi pada kehidupan jauh ke depan (jangka panjang).
(ras)
tulis komentar anda