Pilkada di Tengah Pandemi, Mardani Ali Sera Prediksi Kualitas Menurun
Kamis, 24 September 2020 - 09:47 WIB
JAKARTA - Pilihan untuk melanjutkan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 menuai banyak kritik dari sejumlah tokoh nasional dan ormas besar, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Pandemi Covid-19 yang belum terkendali dikhawatirkan membuat pilkada menjadi klaster baru.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai selain berpotensi menjadi klaster baru, pelaksanaan di tengah pagebluk berpeluang menggerus kualitas pilkada. Padahal, pilkada ini untuk mencari pemimpin daerah yang berkualitas, serta punya visi dan misi mensejahterakan rakyat.
“Mengingat tendensi yang dibangun hanya ‘yang penting pilkada jalan’. Amat disayangkan karena mahalnya biaya pilkada tidak sebanding dengan kualitas yang dihasilkan,” ujarnya melalui akun twitter @MardaniAliSera, Kamis (24/9/2020).
(Baca: Lanjutkan Pilkada, Pemerintah-DPR Dinilai Tak Responsif Penderitaan Rakyat)
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu memaparkan beberapa alasan mengenai kemungkinan turunnya kualitas pilkada. Pertama, banyak sarana kampanye yang hilang, seperti kegiatan sosial, kebudayaan, dan olahraga yang mengumpulkan banyak warga.
Padahal, salah satu faktor utama pemilih ingin ke tempat pemungutan suara (TPS) karena tertarik pada kandidat. “Sementara ketertarikan itu muncul setelah paslon menghadiri sosialisasi maupun kampanye yang dilakukan langsung oleh kandidat. Padahal di tengah pandemi Covid-19, hal tersebut sulit dilakukan secara maksimal,” tuturnya.
Anggota Komisi II itu menjelaskan kampanye melalui daring kurang efektif. Apalagi di beberapa daerah yang tidak memiliki akses jaringan internet memadai.
“Kemudian, bagaimana menerapkan protokol kesehatan yang ketat? Kita melihat peristiwa tanggal 4-6 September yang lalu ketika pendaftaran paslon ke KPU, protokol kesehatan tidak diindahkan. Lalu, protokol ketat yang dimaksud seperti apa? Perlu didetailkan,” katanya.
(Baca: Pilkada 2020, Saatnya Memilih Pemimpin yang Punya Sense Of Crisis)
Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu memprediksi ada potensi penurunan partisipasi pada pilkada di 270 daerah itu. Partisipasi tingkat masyarakat merupakan salah satu indikator kesuksesan penyelenggaraan pilkada.
“Tapi justru bisa menimbulkan potensi kecurangan dalam pilkada, seperti manipulasi suara dan penyalahgunaan kertas suara. Bahkan, meningkatnya potensi politik uang di masyarakat,” ucapnya.
Mardani menegaskan jangan sampai memaksakan pilkada, tetapi tidak memperhatikan kualitasnya. “Kualitas proses akan mempengaruhi hasil. Perlu diingat, hasil dari pilkada akan dirasakan dalam jangka waktu yang panjang oleh masyarakat,” ujar dia.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai selain berpotensi menjadi klaster baru, pelaksanaan di tengah pagebluk berpeluang menggerus kualitas pilkada. Padahal, pilkada ini untuk mencari pemimpin daerah yang berkualitas, serta punya visi dan misi mensejahterakan rakyat.
“Mengingat tendensi yang dibangun hanya ‘yang penting pilkada jalan’. Amat disayangkan karena mahalnya biaya pilkada tidak sebanding dengan kualitas yang dihasilkan,” ujarnya melalui akun twitter @MardaniAliSera, Kamis (24/9/2020).
(Baca: Lanjutkan Pilkada, Pemerintah-DPR Dinilai Tak Responsif Penderitaan Rakyat)
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu memaparkan beberapa alasan mengenai kemungkinan turunnya kualitas pilkada. Pertama, banyak sarana kampanye yang hilang, seperti kegiatan sosial, kebudayaan, dan olahraga yang mengumpulkan banyak warga.
Padahal, salah satu faktor utama pemilih ingin ke tempat pemungutan suara (TPS) karena tertarik pada kandidat. “Sementara ketertarikan itu muncul setelah paslon menghadiri sosialisasi maupun kampanye yang dilakukan langsung oleh kandidat. Padahal di tengah pandemi Covid-19, hal tersebut sulit dilakukan secara maksimal,” tuturnya.
Anggota Komisi II itu menjelaskan kampanye melalui daring kurang efektif. Apalagi di beberapa daerah yang tidak memiliki akses jaringan internet memadai.
“Kemudian, bagaimana menerapkan protokol kesehatan yang ketat? Kita melihat peristiwa tanggal 4-6 September yang lalu ketika pendaftaran paslon ke KPU, protokol kesehatan tidak diindahkan. Lalu, protokol ketat yang dimaksud seperti apa? Perlu didetailkan,” katanya.
(Baca: Pilkada 2020, Saatnya Memilih Pemimpin yang Punya Sense Of Crisis)
Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu memprediksi ada potensi penurunan partisipasi pada pilkada di 270 daerah itu. Partisipasi tingkat masyarakat merupakan salah satu indikator kesuksesan penyelenggaraan pilkada.
“Tapi justru bisa menimbulkan potensi kecurangan dalam pilkada, seperti manipulasi suara dan penyalahgunaan kertas suara. Bahkan, meningkatnya potensi politik uang di masyarakat,” ucapnya.
Mardani menegaskan jangan sampai memaksakan pilkada, tetapi tidak memperhatikan kualitasnya. “Kualitas proses akan mempengaruhi hasil. Perlu diingat, hasil dari pilkada akan dirasakan dalam jangka waktu yang panjang oleh masyarakat,” ujar dia.
(muh)
tulis komentar anda