Pilkada Tetap Digelar di Tengah Pendemi, Pemuda Muhammadiyah Ingatkan Keselamatan Rakyat Hukum Tertinggi
Rabu, 23 September 2020 - 09:44 WIB
JAKARTA - Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Pemuda Muhammadiyah Razikin memahami sikap banyak pihak yang meminta agar Pilkada Serentak 2020 ditunda. Dia juga memahami pilihan cendekiawan muslim Azyumardi Azra yang memilih golput.
Menurut Razikin, kita tengah menghadapi situasi yang sangat krusial dalam sejarah pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Sebab, di satu sisi pemerintah melarang adanya kerumunan massa untuk menghindari penyebaran Covid-19 . Sementara, kerumunan massa diyakini dan memang faktanya hari-hari ini di hampir semua daerah yang melaksanakan pilkada tidak dapat dihindari.
"Dengan demikian potensi penyebaran Covid-19 sangatlah besar dan berbahaya, dan pada sisi yang lain proses pergantian kekuasaan di tingkat daerah secara demokratis melalui pemilihan umum tetap dilaksanakan dan tentu saja dalam pelaksanaannya ada mobilisasi massa," tutur Razikin saat dihubungi SINDOnews, Rabu (23/9/2020)
(Baca juga: Ditanya Lebih Enak Jadi Wapres Zaman SBY atau Jokowi, JK Bilang Begini ).
Razikin melanjutkan, pada titik itu, pihaknya bisa memahami sikap para tokoh yang meminta penundaan pilkada untuk menghindari penyebaran Covid-19. Bahkan, sikap golput seperti yang ditunjukkan oleh Prof Azyumardi Azra dalam beberapa hari ini ramai diperbincangkan.
"Karena memang kata Cicero, seorang filsuf berkebangsaan Italia, 'Salus populi suprema lex esto', keselamatan rakyatmerupakan hukum tertinggi bagi suatu negara," ungkap Razikin.
(Lihat Juga Foto: Pandemi Covid-19, Penjualan Meja Belajar Meningkat ).
Apakah sikap para tokoh itu bisa pengaruhi kredibilitas pilkada dan tingkat partisipasi pemilih? Ia menilai, tentu saja tidak. Baginya, yang akan mempengaruhi kredibilitas dan tingkat partisipasi pemilih nanti adalah musibah Covid -19.
Dia mengingatkan, kondisi ini harus menjadi perhatian serius. Kondisi Covid-19 membuka banyak peluang kecurangan dan tingkat partisipasi pemilih dipastikan sangat rendah. Alhasil, kondisi ini akan mempengaruhi krediblitas hasil pilkada.
"Dengan demikian dikhawatirkan setelah pelaksanaan pemilukada dapat timbul masalah baru, seperti konflik horizontal, pergerakan massa yang tidak terkendali yang pada akhirnya penyebaran Covid 19 masuk sampai ke desa-desa, dan ini sangat berbahaya," pungkas dia.
Menurut Razikin, kita tengah menghadapi situasi yang sangat krusial dalam sejarah pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Sebab, di satu sisi pemerintah melarang adanya kerumunan massa untuk menghindari penyebaran Covid-19 . Sementara, kerumunan massa diyakini dan memang faktanya hari-hari ini di hampir semua daerah yang melaksanakan pilkada tidak dapat dihindari.
"Dengan demikian potensi penyebaran Covid-19 sangatlah besar dan berbahaya, dan pada sisi yang lain proses pergantian kekuasaan di tingkat daerah secara demokratis melalui pemilihan umum tetap dilaksanakan dan tentu saja dalam pelaksanaannya ada mobilisasi massa," tutur Razikin saat dihubungi SINDOnews, Rabu (23/9/2020)
(Baca juga: Ditanya Lebih Enak Jadi Wapres Zaman SBY atau Jokowi, JK Bilang Begini ).
Razikin melanjutkan, pada titik itu, pihaknya bisa memahami sikap para tokoh yang meminta penundaan pilkada untuk menghindari penyebaran Covid-19. Bahkan, sikap golput seperti yang ditunjukkan oleh Prof Azyumardi Azra dalam beberapa hari ini ramai diperbincangkan.
"Karena memang kata Cicero, seorang filsuf berkebangsaan Italia, 'Salus populi suprema lex esto', keselamatan rakyatmerupakan hukum tertinggi bagi suatu negara," ungkap Razikin.
(Lihat Juga Foto: Pandemi Covid-19, Penjualan Meja Belajar Meningkat ).
Apakah sikap para tokoh itu bisa pengaruhi kredibilitas pilkada dan tingkat partisipasi pemilih? Ia menilai, tentu saja tidak. Baginya, yang akan mempengaruhi kredibilitas dan tingkat partisipasi pemilih nanti adalah musibah Covid -19.
Dia mengingatkan, kondisi ini harus menjadi perhatian serius. Kondisi Covid-19 membuka banyak peluang kecurangan dan tingkat partisipasi pemilih dipastikan sangat rendah. Alhasil, kondisi ini akan mempengaruhi krediblitas hasil pilkada.
"Dengan demikian dikhawatirkan setelah pelaksanaan pemilukada dapat timbul masalah baru, seperti konflik horizontal, pergerakan massa yang tidak terkendali yang pada akhirnya penyebaran Covid 19 masuk sampai ke desa-desa, dan ini sangat berbahaya," pungkas dia.
(zik)
tulis komentar anda