Azyumardi Azra: Negeri Ini Penuh Politik Gimmick dan Trik
Rabu, 23 September 2020 - 07:14 WIB
JAKARTA - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra mengaku tidak punya harapan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini. Baginya, tidak banyak yang bisa diharapkan dari KPK periode sekarang.
Meskipun secara kuantitas kasus korupsi yang ditangani relatif sama, tetapi kebanyakan kasus yang ditangani merupakan carry over dari periode sebelumnya. Secara kualitas juga menurun karena kasus-kasus dengan kerugian negara yang besar dan melibatkan ”orang-orang besar” tidak ditangani langsung oleh KPK.
”Terus terang saya hopeless soal KPK, banyak kawan pesimisitis, termasuk terhadap Dewas yang merupakan bentukan UU KPK yang baru. Banyak tarik menarik di dalam Dewas, misalnya soal putusan pelangggaran etik Firli,” ujar Azra dalam Sarasehan Refleksi 1 Tahun Revisi UU KPK, Mati Surinya Pemberantasan Korupsi yang digelar Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Selasa (22/9/2020) malam.
(Baca: Pengalihan Status Jadi ASN, Wadah KPK Sebut Buntut dari Revisi UU KPK)
Azra mengatakan tidak meragukan integritas para anggota Dewas KPK secara personal. Namun dia sangsi apakah Dewas KPK bisa menjatuhkan sanksi yang sepadan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat dalam sidang etik Ketua KPK Firli Bahuri.
Adanya anggota Dewas yang positif Covid-19 bisa dijadikan alasan untuk tidak atau menunda putusan yang dijadwalkan dibacakan pada Kamis (24/9/2020) besok. ”Kalaupun ada putusan, itu tidak menjawab persoalan karena masalahnya adalah komisioner secara keseluruhan,” katanya.
Dari sudut pandang ini,pria kelahiran Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat itu mengaku pesimistis upaya pemberantasan korupsi bisa berjalan baik. Dia melihat tidak ada kemauan politikyang serius dari pucuk pimpinan negara yang terlihat jelas dari direvisinya UU KPK.
(Baca: Kamis Besok Diputus, Sidang Etik Firli Bahuri Disiarkan Langsung lewat Medsos)
”Pimpinan puncak tidak punya political will pemberantasan korupsi. Hanya gimmick, lalu mau menghapus dosa dengan tidak mau menandatangani UU KPK hasil revisi. Padahal tanpa diteken, revisi itu berlaku,” ujar Azra.
Lebih dari itu, dia menilai rezim saat ini justru mengkorupsi demokrasi. ”Masyarakat sipil sekarang sengaja dipinggirkan. Tidak ada masyarakat sipil dilibatkan dalam pembuatan UU. Negeri ini penuh politik gimmick dan trik. Sebagian orang percaya saja,” ujar dia.
Lihat Juga: Buntut Temuan Duit Zarof Ricar Hampir Rp1 Triliun, KPK Desak DPR Sahkan RUU Pembatasan Uang Kartal
Meskipun secara kuantitas kasus korupsi yang ditangani relatif sama, tetapi kebanyakan kasus yang ditangani merupakan carry over dari periode sebelumnya. Secara kualitas juga menurun karena kasus-kasus dengan kerugian negara yang besar dan melibatkan ”orang-orang besar” tidak ditangani langsung oleh KPK.
”Terus terang saya hopeless soal KPK, banyak kawan pesimisitis, termasuk terhadap Dewas yang merupakan bentukan UU KPK yang baru. Banyak tarik menarik di dalam Dewas, misalnya soal putusan pelangggaran etik Firli,” ujar Azra dalam Sarasehan Refleksi 1 Tahun Revisi UU KPK, Mati Surinya Pemberantasan Korupsi yang digelar Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Selasa (22/9/2020) malam.
(Baca: Pengalihan Status Jadi ASN, Wadah KPK Sebut Buntut dari Revisi UU KPK)
Azra mengatakan tidak meragukan integritas para anggota Dewas KPK secara personal. Namun dia sangsi apakah Dewas KPK bisa menjatuhkan sanksi yang sepadan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat dalam sidang etik Ketua KPK Firli Bahuri.
Adanya anggota Dewas yang positif Covid-19 bisa dijadikan alasan untuk tidak atau menunda putusan yang dijadwalkan dibacakan pada Kamis (24/9/2020) besok. ”Kalaupun ada putusan, itu tidak menjawab persoalan karena masalahnya adalah komisioner secara keseluruhan,” katanya.
Dari sudut pandang ini,pria kelahiran Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat itu mengaku pesimistis upaya pemberantasan korupsi bisa berjalan baik. Dia melihat tidak ada kemauan politikyang serius dari pucuk pimpinan negara yang terlihat jelas dari direvisinya UU KPK.
(Baca: Kamis Besok Diputus, Sidang Etik Firli Bahuri Disiarkan Langsung lewat Medsos)
”Pimpinan puncak tidak punya political will pemberantasan korupsi. Hanya gimmick, lalu mau menghapus dosa dengan tidak mau menandatangani UU KPK hasil revisi. Padahal tanpa diteken, revisi itu berlaku,” ujar Azra.
Lebih dari itu, dia menilai rezim saat ini justru mengkorupsi demokrasi. ”Masyarakat sipil sekarang sengaja dipinggirkan. Tidak ada masyarakat sipil dilibatkan dalam pembuatan UU. Negeri ini penuh politik gimmick dan trik. Sebagian orang percaya saja,” ujar dia.
Lihat Juga: Buntut Temuan Duit Zarof Ricar Hampir Rp1 Triliun, KPK Desak DPR Sahkan RUU Pembatasan Uang Kartal
(muh)
tulis komentar anda