Satgas: Definisi Kematian Akibat COVID-19 Masih Merujuk ke WHO
Selasa, 22 September 2020 - 21:25 WIB
JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan, definisi kematian akibat virus corona masih merujuk pada Badan Kesehatan Dunia atau WHO . Hal ini disampaikan oleh Wiku menyusul adanya wacana perubahan definisi kematian akibat COVID-19.
"Terkait dengan wacana definisi kematian akibat COVID perlu kami sampaikan bahwa pemerintah Indonesia menggunakan definisi kematian COVID-19 merujuk pada acuan dari WHO," katanya saat konferensi pers di Kantor Presiden, Selasa (22/9/2020).
Dia mengatakan acuan dari WHO tersebut dituangkan di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No HK.01.07/Menkes/413/2020. ( )
"Yang prinsipnya kasus kematian yang dilaporkan adalah kasus konservasi maupun probable COVID-19. Dan kasus probable itu adalah suspek dengan ISPA berat, ARDS dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium PCR," ujarnya.
Menurut Wiku, apa yang dilakukan Indonesia juga dilakukan beberapa negara. Salah satunya Amerika Serikat yang menghitung kematiannya berdasarkan baik probable dan suspek.
"Dan mereka membedakan dalam mengategorisasi pencatatannya. Sedangkan contoh lain yaitu Inggris hanya memasukkan pasien yang terbukti positif COVID-19 melalui tes dalam pencatatan kematian," ujarnya.( )
"Angka kematian rata-rata dunia adalah gabungan dari berbagai pencatatan yang ada di dunia yang juga ada variasinya. Pada saat ini pemerintah Indonesia belum ada wacana untuk melakukan perubahan seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Timur," katanya.
"Terkait dengan wacana definisi kematian akibat COVID perlu kami sampaikan bahwa pemerintah Indonesia menggunakan definisi kematian COVID-19 merujuk pada acuan dari WHO," katanya saat konferensi pers di Kantor Presiden, Selasa (22/9/2020).
Dia mengatakan acuan dari WHO tersebut dituangkan di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No HK.01.07/Menkes/413/2020. ( )
"Yang prinsipnya kasus kematian yang dilaporkan adalah kasus konservasi maupun probable COVID-19. Dan kasus probable itu adalah suspek dengan ISPA berat, ARDS dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium PCR," ujarnya.
Menurut Wiku, apa yang dilakukan Indonesia juga dilakukan beberapa negara. Salah satunya Amerika Serikat yang menghitung kematiannya berdasarkan baik probable dan suspek.
"Dan mereka membedakan dalam mengategorisasi pencatatannya. Sedangkan contoh lain yaitu Inggris hanya memasukkan pasien yang terbukti positif COVID-19 melalui tes dalam pencatatan kematian," ujarnya.( )
"Angka kematian rata-rata dunia adalah gabungan dari berbagai pencatatan yang ada di dunia yang juga ada variasinya. Pada saat ini pemerintah Indonesia belum ada wacana untuk melakukan perubahan seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Timur," katanya.
(abd)
tulis komentar anda