Perlu Ada Harmonisasi Aturan Terkait Keterlibatan TNI Atasi Terorisme
Selasa, 22 September 2020 - 21:23 WIB
JAKARTA - Ketua Program Studi (Kaprodi) Kajian Teroris Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) Muhamad Syauqillah menilai, perlu adanya harmonisasi aturan perundang-undangan berkenaan dengan keterlibatan TNI yang sah secara yuridis formal dalam menanggulangi terorisme.
(Baca juga: Operasi Militer Selain Perang TNI dalam Penanggulangan Terorisme Dinilai Tepat)
"Agar nantinya dapat implementatif dan tidak menjadi ruang sengketa kewenangan antar lembaga negara," ujarnya dalam Webinar Bertajuk Operasi Militer Selain Perang TNI : Kontra Terorisme Dalam Perspektif Keamanan Nasional, Selasa (22/9/2020).
(Baca juga: 4.071 Kasus Baru, Total 252.923 Orang Positif Covid-19)
Dia mengatakan, pelibatan militer sebagai dimaksud dalam Pasal 431 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah sah secara aturan hukum. Namun, kata dia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Dia mengatakan, tugas pokok TNI sebagaimana tertera dalam Pasal 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
"Serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, tugas pokok sebagamana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang," ungkapnya.
Dia menjelaskan, operasi militer selain perang diantaranya menyebutkan tentang mengatasi aksi terorisme. Dia menambahkan, dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana UU Pertahanan Negara Nomor 3 Tahun 2020, pada penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf E menyebutkan bahwa aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau yang bekerja sama dengan terorisme dalam negeri atau terorisme dalam negeri yang bereskalasi tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa.
"Artinya pelibatan TNI sebagamana dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah untuk kepentingan pertahanan," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, ada perbedaan dalam konteks hukum pidana antara aksi terorisme an sich dengan tindak pidana terorisme. Sebab lanjut dia, dalam kerangka sistem pidana Indonesia lebih dikenal dengan tindak pidana terorisme. "Lalu bagaimana pendefinisian aksi terorisme, batasannya seperti apa, lalu kapan suatu peristiwa dikatakan aksi terorisme," ujarnya.
(Baca juga: Operasi Militer Selain Perang TNI dalam Penanggulangan Terorisme Dinilai Tepat)
"Agar nantinya dapat implementatif dan tidak menjadi ruang sengketa kewenangan antar lembaga negara," ujarnya dalam Webinar Bertajuk Operasi Militer Selain Perang TNI : Kontra Terorisme Dalam Perspektif Keamanan Nasional, Selasa (22/9/2020).
(Baca juga: 4.071 Kasus Baru, Total 252.923 Orang Positif Covid-19)
Dia mengatakan, pelibatan militer sebagai dimaksud dalam Pasal 431 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah sah secara aturan hukum. Namun, kata dia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Dia mengatakan, tugas pokok TNI sebagaimana tertera dalam Pasal 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
"Serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, tugas pokok sebagamana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang," ungkapnya.
Dia menjelaskan, operasi militer selain perang diantaranya menyebutkan tentang mengatasi aksi terorisme. Dia menambahkan, dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana UU Pertahanan Negara Nomor 3 Tahun 2020, pada penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf E menyebutkan bahwa aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau yang bekerja sama dengan terorisme dalam negeri atau terorisme dalam negeri yang bereskalasi tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa.
"Artinya pelibatan TNI sebagamana dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah untuk kepentingan pertahanan," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, ada perbedaan dalam konteks hukum pidana antara aksi terorisme an sich dengan tindak pidana terorisme. Sebab lanjut dia, dalam kerangka sistem pidana Indonesia lebih dikenal dengan tindak pidana terorisme. "Lalu bagaimana pendefinisian aksi terorisme, batasannya seperti apa, lalu kapan suatu peristiwa dikatakan aksi terorisme," ujarnya.
(maf)
tulis komentar anda