Mendagri: Pilkada Justru Penting Cari Pemimpin yang Kuat Tangani Covid-19
Senin, 21 September 2020 - 17:03 WIB
JAKARTA - Banyak pihak mendesak agar Pilkada 2020 yang dilaksanakan serentak di 270 daerah ditunda pelaksanaannya karena khawatir dapat menjadi klaster baru Covid-19. Namun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa pilkada ini penting untuk menghadapi krisis nasional karena sistem pemerintahan Indonesia desentralisasi.
Di sisi lain, ada 270 daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2021. Sementara prediksi sejumlah otoritas dunia termasuk WHO, menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 kemungkinan berakhir pada 2022, bahkan 2023.
“Kita sudah menunda tapi mengambil skenario penundaan bulan, di saat negara lain melakukan pilkada on schedule seperti Korea Selatan. Kita juga melihat bahwa pilkada ini menjadi momentum penting untuk memilih pemimpin yang kuat, yang legitimate dipilih rakyatnya terutama dalam rangka penanganan krisis pandemi dan penanganan dampak sosial ekonominya, itu spiritnya,” kata Tito dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).
(Baca: Giliran Muhammadiyah Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda)
Menurut Tito, pihaknya ingin Pilkada 2020 ini menjadi momentum pemerintah daerah (pemda) untuk maksimal dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan dampak sosial ekonominya. Kalau pengaturannya tepat maka, pilkada ini akan menjadi kontribusi dalam rangka menekan Covid-19.
Dengan sistem demokrasi desentralisasi, Tito melanjutkan, kontrol sosial akan sulit dikerjakan pemerintah pusat sendirian karena, desentralisasi membagi kekuasaan di pusat dan daerah, kekuasaan di daerah juga terbagi menjadi tingkat I dan tingkat II. Jadi, semangat pilkada ini baik, tetapi ini menjadi tantangan ketika ada masalah nasional yang membutuhkan keserempakan dan kekompakan pusat dan daerah dalam menghadapi krisis yang bersifat nasional.
“Tantangan kita adalah menciptakan pilkada yang lancar, aman, terpilih kepala daerah definitif dan legitimatif, artinya tidak hanya mendapatkan dukungan rakyatnya tapi juga memimpin upaya penanganan krisis pandemi di daerahnya masing-masing lebih kuat. Aman Covid, (pilkada) tidak menjadi media penular tetapi kotribusi penanganan Covid itu sendiri maupun dampak sosial ekonominya,” paparnya.
(Baca: Mantan Menag: Bila Pilkada Ancam Keselamatan Jiwa, Buat Apa Diadakan)
Mantan Kapolri ini mengungkap, masa jabatan kepala daerah di 270 daerah ini akan berakhir di tahun depan, ada yang Februari, ada juga yang berakhir Juni 2021. Jika aturan belum diubah, maka kada hasil 2020 ini direncanakan akan berganti tahun 2024 yang otomatis mereka menjabat tidak sampai 4 tahun.
“Tanpa mengurangi rasa optimistis, kita melihat dari data pernyataan WHO dan otoritas dunia lainnya menyampaikan bahwa kemungkinan kita akan berhadapan dengan Covid-19 ini di 2022, bahkan 2023,” beber Tito.
Lihat Juga: Didukung Ribuan Mahasiswa, Ahmad Ali Satu-satunya Aktivis Mahasiswa Palu yang Menasional
Di sisi lain, ada 270 daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2021. Sementara prediksi sejumlah otoritas dunia termasuk WHO, menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 kemungkinan berakhir pada 2022, bahkan 2023.
“Kita sudah menunda tapi mengambil skenario penundaan bulan, di saat negara lain melakukan pilkada on schedule seperti Korea Selatan. Kita juga melihat bahwa pilkada ini menjadi momentum penting untuk memilih pemimpin yang kuat, yang legitimate dipilih rakyatnya terutama dalam rangka penanganan krisis pandemi dan penanganan dampak sosial ekonominya, itu spiritnya,” kata Tito dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).
(Baca: Giliran Muhammadiyah Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda)
Menurut Tito, pihaknya ingin Pilkada 2020 ini menjadi momentum pemerintah daerah (pemda) untuk maksimal dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan dampak sosial ekonominya. Kalau pengaturannya tepat maka, pilkada ini akan menjadi kontribusi dalam rangka menekan Covid-19.
Dengan sistem demokrasi desentralisasi, Tito melanjutkan, kontrol sosial akan sulit dikerjakan pemerintah pusat sendirian karena, desentralisasi membagi kekuasaan di pusat dan daerah, kekuasaan di daerah juga terbagi menjadi tingkat I dan tingkat II. Jadi, semangat pilkada ini baik, tetapi ini menjadi tantangan ketika ada masalah nasional yang membutuhkan keserempakan dan kekompakan pusat dan daerah dalam menghadapi krisis yang bersifat nasional.
“Tantangan kita adalah menciptakan pilkada yang lancar, aman, terpilih kepala daerah definitif dan legitimatif, artinya tidak hanya mendapatkan dukungan rakyatnya tapi juga memimpin upaya penanganan krisis pandemi di daerahnya masing-masing lebih kuat. Aman Covid, (pilkada) tidak menjadi media penular tetapi kotribusi penanganan Covid itu sendiri maupun dampak sosial ekonominya,” paparnya.
(Baca: Mantan Menag: Bila Pilkada Ancam Keselamatan Jiwa, Buat Apa Diadakan)
Mantan Kapolri ini mengungkap, masa jabatan kepala daerah di 270 daerah ini akan berakhir di tahun depan, ada yang Februari, ada juga yang berakhir Juni 2021. Jika aturan belum diubah, maka kada hasil 2020 ini direncanakan akan berganti tahun 2024 yang otomatis mereka menjabat tidak sampai 4 tahun.
“Tanpa mengurangi rasa optimistis, kita melihat dari data pernyataan WHO dan otoritas dunia lainnya menyampaikan bahwa kemungkinan kita akan berhadapan dengan Covid-19 ini di 2022, bahkan 2023,” beber Tito.
Lihat Juga: Didukung Ribuan Mahasiswa, Ahmad Ali Satu-satunya Aktivis Mahasiswa Palu yang Menasional
(muh)
tulis komentar anda