PKS Sesalkan Kemenag Tetap Luncurkan Program Penceramah Bersertifikat
Jum'at, 18 September 2020 - 19:07 WIB
JAKARTA - Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf menyesalkan sikap Kementerian Agama (Kemenag) yang tetap menyelenggarakan program penceramah bersertifikat. Bukhori menilai sikap Kemenag itu seolah abai terhadap aspirasi publik.
Pasalnya, sikap penolakan tersebut tidak hanya datang dari kalangan ulama maupun ormas, akan tetapi DPR pun sudah tegas menolak sebagaimana telah disampaikan langsung di hadapan Menteri Agama Fachrul Razi saat Rapat Kerja bersama Komisi VIII pada 8 September 2020 silam. “Sejak awal sudah saya sampaikan, program sertifikasi ini menyimpan potensi untuk pembelahan umat Islam di Indonesia karena secara tidak langsung menciptakan polarisasi antar penceramah, yakni kubu yang bersertifikat dan kubu non-bersertifikat," ujar Bukhori dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Jumat (18/9/2020). (Baca juga: Bimtek Penceramah Agama Bersertifikat, Wamenag Sebut Tak Ada Paksaan)
Lagipula, kata dia, munculnya program itu seolah diawali dari kecurigaan Menag Fachrul Razi bahwa rumah ibadah yang ada di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun di luar sebagai salah satu pemantik radikalisme. "Sehingga, saya pikir cara pandang ini justru bertentangan dengan ajaran Islam yang mengusung prinsip Rahmatan Lil ‘Alamin atau sebagai pembawa kedamaian,” kata anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Dia menilai Kemenag gagal paham atas apa yang sudah disuarakan oleh para ulama dan dai yang menolak program itu. Di samping itu, lanjut dia, apabila dalih yang disampaikan adalah untuk menguatkan nilai-nilai wawasan kebangsaan, seharusnya Kemenag bisa memaksimalkan program sosialisasi empat pilar atau kerjasama dengan Lemhanas. (Baca juga: Tuai Kritik, Kemenag Tetap Luncurkan Bimtek Penceramah Agama Bersertifikat)
Di samping itu, Bukhori turut menyoroti insiden logo Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sempat dicatut secara sepihak oleh Kemenag dalam acara Sosialisasi Program Bimtek Penceramah Bersertifikat. Pasalnya, MUI menegaskan tidak terlibat dalam acara tersebut dan telah memutuskan menolak kehadiran program tersebut sesuai hasil rapat Dewan Pimpinan pada 8 September 2020 silam. “Tidak sepatutnya Menteri yang tugasnya melayani rakyat justru bertindak meresahkan," katanya. (Baca juga: Sertifikasi Dai: Antara Radikalisme dan Kontrol Agama)
Dia melanjutkan, ulah Kemenag yang mencatut logo MUI secara sepihak dalam program tersebut berakibat pada kebingungan bagi khalayak dan rasa keberatan bagi MUI. "Sejumlah preseden ini akhirnya membuat saya agak khawatir melihat program ini jika terus dilanjutkan ke depannya. Sebab, mulai sejak tahap pewacanaannya sampai praktik penyelenggaraanya, program ini sudah banyak menimbulkan kegaduhan” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, potensi gesekan antar lembaga keagamaan ini harus kembali diantisipasi di waktu mendatang. "Kemenag harus memberi contoh yang baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya agar fungsi keagamaan sebagaimana dijalankan oleh Kemenag dapat mencerminkan risalah Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin, bukan sebaliknya," katanya.
Sekadar diketahui, kendati memperoleh banyak penentangan dari berbagai kalangan, Kemenag bersikukuh menyelenggarakan program penceramah bersertifikat. Terbaru, nama program ini kemudian bertransformasi menjadi Penguatan Kompetensi Penceramah Agama. Wamenag Zainut Tauhid mengklaim, program tersebut telah diikuti oleh 53 ormas keagamaan dan bersifat sukarela.
Pasalnya, sikap penolakan tersebut tidak hanya datang dari kalangan ulama maupun ormas, akan tetapi DPR pun sudah tegas menolak sebagaimana telah disampaikan langsung di hadapan Menteri Agama Fachrul Razi saat Rapat Kerja bersama Komisi VIII pada 8 September 2020 silam. “Sejak awal sudah saya sampaikan, program sertifikasi ini menyimpan potensi untuk pembelahan umat Islam di Indonesia karena secara tidak langsung menciptakan polarisasi antar penceramah, yakni kubu yang bersertifikat dan kubu non-bersertifikat," ujar Bukhori dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Jumat (18/9/2020). (Baca juga: Bimtek Penceramah Agama Bersertifikat, Wamenag Sebut Tak Ada Paksaan)
Lagipula, kata dia, munculnya program itu seolah diawali dari kecurigaan Menag Fachrul Razi bahwa rumah ibadah yang ada di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun di luar sebagai salah satu pemantik radikalisme. "Sehingga, saya pikir cara pandang ini justru bertentangan dengan ajaran Islam yang mengusung prinsip Rahmatan Lil ‘Alamin atau sebagai pembawa kedamaian,” kata anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Dia menilai Kemenag gagal paham atas apa yang sudah disuarakan oleh para ulama dan dai yang menolak program itu. Di samping itu, lanjut dia, apabila dalih yang disampaikan adalah untuk menguatkan nilai-nilai wawasan kebangsaan, seharusnya Kemenag bisa memaksimalkan program sosialisasi empat pilar atau kerjasama dengan Lemhanas. (Baca juga: Tuai Kritik, Kemenag Tetap Luncurkan Bimtek Penceramah Agama Bersertifikat)
Di samping itu, Bukhori turut menyoroti insiden logo Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sempat dicatut secara sepihak oleh Kemenag dalam acara Sosialisasi Program Bimtek Penceramah Bersertifikat. Pasalnya, MUI menegaskan tidak terlibat dalam acara tersebut dan telah memutuskan menolak kehadiran program tersebut sesuai hasil rapat Dewan Pimpinan pada 8 September 2020 silam. “Tidak sepatutnya Menteri yang tugasnya melayani rakyat justru bertindak meresahkan," katanya. (Baca juga: Sertifikasi Dai: Antara Radikalisme dan Kontrol Agama)
Dia melanjutkan, ulah Kemenag yang mencatut logo MUI secara sepihak dalam program tersebut berakibat pada kebingungan bagi khalayak dan rasa keberatan bagi MUI. "Sejumlah preseden ini akhirnya membuat saya agak khawatir melihat program ini jika terus dilanjutkan ke depannya. Sebab, mulai sejak tahap pewacanaannya sampai praktik penyelenggaraanya, program ini sudah banyak menimbulkan kegaduhan” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, potensi gesekan antar lembaga keagamaan ini harus kembali diantisipasi di waktu mendatang. "Kemenag harus memberi contoh yang baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya agar fungsi keagamaan sebagaimana dijalankan oleh Kemenag dapat mencerminkan risalah Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin, bukan sebaliknya," katanya.
Sekadar diketahui, kendati memperoleh banyak penentangan dari berbagai kalangan, Kemenag bersikukuh menyelenggarakan program penceramah bersertifikat. Terbaru, nama program ini kemudian bertransformasi menjadi Penguatan Kompetensi Penceramah Agama. Wamenag Zainut Tauhid mengklaim, program tersebut telah diikuti oleh 53 ormas keagamaan dan bersifat sukarela.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda