Efektivitas PSBB bagi Pemulihan Ekonomi
Kamis, 17 September 2020 - 08:29 WIB
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
KETIKA setiap pemerintah daerah (Pemda) juga mulai menyadari urgensi pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 sekarang, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang total menjadi kebijakan yang tidak produktif. PSBB dan protokol kesehatan jelas masih sangat diperlukan, namun Pemda pun dituntut kreatif dalam merumuskan kebijakan, sehingga upaya memutus rantai penularan Covid-19 dan kerja pemulihan ekonomi bisa dilakukan diwaktu yang sama.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi, Pemda harus mulai membangun suasana kondusif, agar semua elemen pelaku bisnis bisa memulai kegiatan produktif. Data terbuka tentang peningkatan kasus Covid-19 bisa disimak siapa saja, dan setiap orang pun bisa menafsirkan data-data itu. Tentu saja sebagian besar masyarakat prihatin dengan peningkatan jumlah kasus Covid-19 itu. Pemerintah, termasuk Pemda, pun wajar menyuarakan keprihatinan. Namun, pemerintah tidak patut menunjukan rasa takut atau khawatir secara berlebihan. Sebab, pemerintah atau Pemda yang takut berlebihan akan menularkan rasa takut itu kepada masyarakat yang dipimpinnya.
Sebaliknya, pemerintah justru harus dan wajib membangun optimisme masyarakat di tengah Pandemi Covid-19. Sebagaimana telah dipahami bersama, pandemi ini telah merusak pondasi perekonomian. Maka, tanpa harus mengurangi upaya memutus rantai penularan Covid-19, pemerintah pun dituntut tampil sebagai pemimpin sekaligus motor penggerak yang mengupayakan dan menginisiasi perbaikan pondasi perekonomian. Demi kepentingan semua elemen masyarakat, harus ada keberanian dan kemauan untuk menangani dua pekerjaan itu di waktu yang bersamaan.
Sebab, di tengah Pandemi Covid-19, pemerintah tidak hanya wajib merawat ratusan ribu pasien yang terinfeksi Covid-19, tetapi juga wajib merespons dengan bijak ragam kebutuhan bagi lebih dari 200 juta rakyat Indonesia yang sudah ikut menanggung risiko dari pandemi ini. Semua Pemda harus juga menunjukan kepedulian pada sektor lain yang nyaris mati suri, dan juga dinamika kehidupan masyarakat pada umumnya. Tidak sedikit yang kecewa, karena setelah berbulan-bulan PSBB, jumlah kasus Covid-19 justru terus bertambah.
Karena itu, semua pemerintah daerah hendaknya merumuskan kebijakan dengan pertimbangan holistik, termasuk kebijakan publik yang diberlakukan selama pandemi Covid-19. Dengan pertimbangan holistik, kebijakan yang berorientasi pada sektor kesehatan jangan sampai menimbulkan atau menjadi penyebab kerusakan parah pada sektor-sektor lainnya. Orientasi sektoral dari setiap kebijakan hendaknya tidak boleh terlalu ekstrim. Dalam merumuskan dan memutuskan setiap kebijakan, sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan atau mengkalkulasi dampak sebuah kebijakan sektoral terhadap sektor-sektor lainnya.
Dengan begitu, ketika Pemda berupaya memutus rantai penularan Covid-19 dengan kebijakan PSBB, kebijakan itu hendaknya tidak menghadirkan risiko kerusakan bagi sektor lain, utamanya sektor ekonomi. Karena itu, pertimbangan yang holistik menjadi sangat penting. Di masa pandemi sekarang, perumus dan pengambil kebijakan harus melihat dan menghayati data tentang kerusakan pada semua sub-sektor ekonomi, data tentang meningkatnya jumlah pengangguran, data pekerja harian yang kehilangan sumber pendapatan, akibat yang akan terjadi pada anak-anak, remaja dan mahasiswa yang hanya bisa berdiam di rumah, hingga kerugian besar yang harus ditanggung pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Jangan juga hanya melihat dampaknya sekarang, tetapi perkirakan akibat lainnya dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Ketua MPR RI, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
KETIKA setiap pemerintah daerah (Pemda) juga mulai menyadari urgensi pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 sekarang, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang total menjadi kebijakan yang tidak produktif. PSBB dan protokol kesehatan jelas masih sangat diperlukan, namun Pemda pun dituntut kreatif dalam merumuskan kebijakan, sehingga upaya memutus rantai penularan Covid-19 dan kerja pemulihan ekonomi bisa dilakukan diwaktu yang sama.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi, Pemda harus mulai membangun suasana kondusif, agar semua elemen pelaku bisnis bisa memulai kegiatan produktif. Data terbuka tentang peningkatan kasus Covid-19 bisa disimak siapa saja, dan setiap orang pun bisa menafsirkan data-data itu. Tentu saja sebagian besar masyarakat prihatin dengan peningkatan jumlah kasus Covid-19 itu. Pemerintah, termasuk Pemda, pun wajar menyuarakan keprihatinan. Namun, pemerintah tidak patut menunjukan rasa takut atau khawatir secara berlebihan. Sebab, pemerintah atau Pemda yang takut berlebihan akan menularkan rasa takut itu kepada masyarakat yang dipimpinnya.
Sebaliknya, pemerintah justru harus dan wajib membangun optimisme masyarakat di tengah Pandemi Covid-19. Sebagaimana telah dipahami bersama, pandemi ini telah merusak pondasi perekonomian. Maka, tanpa harus mengurangi upaya memutus rantai penularan Covid-19, pemerintah pun dituntut tampil sebagai pemimpin sekaligus motor penggerak yang mengupayakan dan menginisiasi perbaikan pondasi perekonomian. Demi kepentingan semua elemen masyarakat, harus ada keberanian dan kemauan untuk menangani dua pekerjaan itu di waktu yang bersamaan.
Sebab, di tengah Pandemi Covid-19, pemerintah tidak hanya wajib merawat ratusan ribu pasien yang terinfeksi Covid-19, tetapi juga wajib merespons dengan bijak ragam kebutuhan bagi lebih dari 200 juta rakyat Indonesia yang sudah ikut menanggung risiko dari pandemi ini. Semua Pemda harus juga menunjukan kepedulian pada sektor lain yang nyaris mati suri, dan juga dinamika kehidupan masyarakat pada umumnya. Tidak sedikit yang kecewa, karena setelah berbulan-bulan PSBB, jumlah kasus Covid-19 justru terus bertambah.
Karena itu, semua pemerintah daerah hendaknya merumuskan kebijakan dengan pertimbangan holistik, termasuk kebijakan publik yang diberlakukan selama pandemi Covid-19. Dengan pertimbangan holistik, kebijakan yang berorientasi pada sektor kesehatan jangan sampai menimbulkan atau menjadi penyebab kerusakan parah pada sektor-sektor lainnya. Orientasi sektoral dari setiap kebijakan hendaknya tidak boleh terlalu ekstrim. Dalam merumuskan dan memutuskan setiap kebijakan, sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan atau mengkalkulasi dampak sebuah kebijakan sektoral terhadap sektor-sektor lainnya.
Dengan begitu, ketika Pemda berupaya memutus rantai penularan Covid-19 dengan kebijakan PSBB, kebijakan itu hendaknya tidak menghadirkan risiko kerusakan bagi sektor lain, utamanya sektor ekonomi. Karena itu, pertimbangan yang holistik menjadi sangat penting. Di masa pandemi sekarang, perumus dan pengambil kebijakan harus melihat dan menghayati data tentang kerusakan pada semua sub-sektor ekonomi, data tentang meningkatnya jumlah pengangguran, data pekerja harian yang kehilangan sumber pendapatan, akibat yang akan terjadi pada anak-anak, remaja dan mahasiswa yang hanya bisa berdiam di rumah, hingga kerugian besar yang harus ditanggung pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Jangan juga hanya melihat dampaknya sekarang, tetapi perkirakan akibat lainnya dalam jangka menengah dan jangka panjang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda