Mewaspadai Gelombang Kedua Korona
Kamis, 17 September 2020 - 06:57 WIB
Yang harus dilakukan saat ini yakni menghadapi pandemi ini dengan gotong royong dan saling mendukung. Bukan lagi pada persoalan berebut simpati di masyarakat dengan narasi-narasi yang justru menjerumuskan masyarakat ke dalam bencana lebih dalam lagi.
Sejak pandemi Covid melanda Tanah Air pada Maret 2020 silam, masyarakat sudah dijejali dengan informasi-informasi tidak akurat semisal, yang terpapar korona bisa sembuh sendiri tanpa dirawat, atau asalkan imunitas baik, maka virus korona tidak akan berkembang di dalam tubuh seseorang.
Narasi yang salah kaprah tersebut sudah terlanjur ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, sehingga masyarakat merasa asalkan imunitas baik maka terbebas dari korona. Padahal imunitas adalah sesuatu yang absurd dan tidak ada alat ukur terhadap imunitas seseorang. Ambil contoh para pemain sepak bola dunia yang terpapar corona, juga atlet di dalam negeri yang juga terpapar korona, padahal para atlet dinilai sebagai sosok yang memiliki imunitas di atas rata-rata masyarakat biasa.
Istilah new normal menjadi salah satu petaka di masyarakat. Istilah tersebut justru dimaknai masyarakat bahwa virus korona sudah berhasil “ditaklukkan”. Belum lagi pemberitaan mengenai keberhasilan pihak-pihak tertentu memproduksi obat korona membuat masyarakat semakin lengah. Padahal, hingga saat ini, belum ada satu negara pun di bumi ini yang sudah mampu memproduksi obat atau vaksin korona.
Dampak gelombang kedua Covid-19 berpotensi lebih parah, ketimbang saat virus ini pertama kali mewabah apabila masyarakat masih abai terhadap protokol kesehatan dan pemerintah masih saja berkutat pada persoalan kepentingan pertumbuhan ekonomi.
Badan kesehatan dunia (WHO) menegaskan, Tidak ada indikasi bahwa virus ini akan melemah. Sangat disayangkan bahwa sebagian masyarakat mulai bepergian ke taman, pantai, dan tempat keramaian lainnya karena menganggap bahwa virus ini sudah hilang.
Gotong royong antarlembaga pemerintah baik di pusat hingga daerah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mematuhi protokol kesehatan mutlak diperlukan untuk “mengalahkan” virus asal Wuhan, China itu.
Sejak pandemi Covid melanda Tanah Air pada Maret 2020 silam, masyarakat sudah dijejali dengan informasi-informasi tidak akurat semisal, yang terpapar korona bisa sembuh sendiri tanpa dirawat, atau asalkan imunitas baik, maka virus korona tidak akan berkembang di dalam tubuh seseorang.
Narasi yang salah kaprah tersebut sudah terlanjur ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, sehingga masyarakat merasa asalkan imunitas baik maka terbebas dari korona. Padahal imunitas adalah sesuatu yang absurd dan tidak ada alat ukur terhadap imunitas seseorang. Ambil contoh para pemain sepak bola dunia yang terpapar corona, juga atlet di dalam negeri yang juga terpapar korona, padahal para atlet dinilai sebagai sosok yang memiliki imunitas di atas rata-rata masyarakat biasa.
Istilah new normal menjadi salah satu petaka di masyarakat. Istilah tersebut justru dimaknai masyarakat bahwa virus korona sudah berhasil “ditaklukkan”. Belum lagi pemberitaan mengenai keberhasilan pihak-pihak tertentu memproduksi obat korona membuat masyarakat semakin lengah. Padahal, hingga saat ini, belum ada satu negara pun di bumi ini yang sudah mampu memproduksi obat atau vaksin korona.
Dampak gelombang kedua Covid-19 berpotensi lebih parah, ketimbang saat virus ini pertama kali mewabah apabila masyarakat masih abai terhadap protokol kesehatan dan pemerintah masih saja berkutat pada persoalan kepentingan pertumbuhan ekonomi.
Badan kesehatan dunia (WHO) menegaskan, Tidak ada indikasi bahwa virus ini akan melemah. Sangat disayangkan bahwa sebagian masyarakat mulai bepergian ke taman, pantai, dan tempat keramaian lainnya karena menganggap bahwa virus ini sudah hilang.
Gotong royong antarlembaga pemerintah baik di pusat hingga daerah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mematuhi protokol kesehatan mutlak diperlukan untuk “mengalahkan” virus asal Wuhan, China itu.
(ras)
tulis komentar anda