Merangkai Kata, Mendulang Suara Para Calon Kepala Daerah
Rabu, 16 September 2020 - 07:01 WIB
Ketiga, slogan kampanye juga sebagai jargon dan alat konsolidasi internal tim pemenangan. "Jadi peran slogan sangat sentral bagi kandidat dalam setiap kontestasi politik," tuturnya.
Menurut Hasanuddin, slogan kampanye didapatkan melalui dua pendekatan. Pertama, riset persepsi pemilih untuk mendapatkan potret citra kandidat. Kedua, eksplorasi visi dan misi kandidat. "Dari dua pendekatan ini, kemudian proses penentuan slogan bisa dilakukan," urainya.
Untuk menyosialisasikan sebuah slogan kampanye, kata Hasanuddin, semua media baik untuk digunakan, baik media konvensional maupun online. Hasanuddin mengatakan, dari beberapa kali survei, penggunaan billboard atau spanduk masih sangat efektif untuk mengenalkan popularitas kandidat.
"Namun untuk menyampaikan slogan, tidak cukup hanya dengan spanduk dan lain-lain, perlu alat komunikasi yang lain, terutama komunikasi yang bersifat dua arah seperti dialog. Ini penting agar slogan tidak hanya berhenti hanya sebatas kata-kata slogan, tapi makna slogan juga dipahami oleh kandidat," tuturnya.
Bagaimana dengan peran media sosial dalam menyosialisasikan slogan kampanye pasangan calon saat ini? Hasanuddin mengatakan bahwa media sosial sangat penting dalam sosialisasi slogan karena sifatnya bisa interaktif, bisa komunikasi dua arah. (Baca juga: Studi: Virus Corona Baru Mampu Menyerang Otak)
Sementara itu, Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, slogan dalam Kampanye politik harus menjadi representasi kata-kata kunci yang menjadi warna, identitas atau visi perjuangan para pasangan calon (paslon). Karena itu, slogan harus bersifat jelas, merepresentasikan karakter paslon dan mudah dicerna publik. "Slogan memang penting untuk mengikat narasi dari para basis pemilih loyal maupun untuk memikat masyarakat yang masih dalam kategori swing voters," katanya.
Namun, sering kali paslon tidak bisa memanfaatkan slogan yang mereka pilih untuk mengoptimalkan mesin kampanyenya sehingga menjadi angin lalu saja. Menurut Umam, slogan harus kontekstual dengan isu, narasi, dan kebutuhan calon pemilih. Selain itu, slogan juga harus sesuai dengan karakter paslon. (Lihat videonya: Marion Jola Bikin Heboh karena Bra, Gisella Menyesal Bercerai)
"Kalau berbeda dengan karakter asli mereka, hal itu berpotensi memunculkan wacana yang inkonsisten dan bisa menggembosi kepercayaan publik terhadap paslon yang didukungnya," katanya. (Abdul Rochim)
Menurut Hasanuddin, slogan kampanye didapatkan melalui dua pendekatan. Pertama, riset persepsi pemilih untuk mendapatkan potret citra kandidat. Kedua, eksplorasi visi dan misi kandidat. "Dari dua pendekatan ini, kemudian proses penentuan slogan bisa dilakukan," urainya.
Untuk menyosialisasikan sebuah slogan kampanye, kata Hasanuddin, semua media baik untuk digunakan, baik media konvensional maupun online. Hasanuddin mengatakan, dari beberapa kali survei, penggunaan billboard atau spanduk masih sangat efektif untuk mengenalkan popularitas kandidat.
"Namun untuk menyampaikan slogan, tidak cukup hanya dengan spanduk dan lain-lain, perlu alat komunikasi yang lain, terutama komunikasi yang bersifat dua arah seperti dialog. Ini penting agar slogan tidak hanya berhenti hanya sebatas kata-kata slogan, tapi makna slogan juga dipahami oleh kandidat," tuturnya.
Bagaimana dengan peran media sosial dalam menyosialisasikan slogan kampanye pasangan calon saat ini? Hasanuddin mengatakan bahwa media sosial sangat penting dalam sosialisasi slogan karena sifatnya bisa interaktif, bisa komunikasi dua arah. (Baca juga: Studi: Virus Corona Baru Mampu Menyerang Otak)
Sementara itu, Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, slogan dalam Kampanye politik harus menjadi representasi kata-kata kunci yang menjadi warna, identitas atau visi perjuangan para pasangan calon (paslon). Karena itu, slogan harus bersifat jelas, merepresentasikan karakter paslon dan mudah dicerna publik. "Slogan memang penting untuk mengikat narasi dari para basis pemilih loyal maupun untuk memikat masyarakat yang masih dalam kategori swing voters," katanya.
Namun, sering kali paslon tidak bisa memanfaatkan slogan yang mereka pilih untuk mengoptimalkan mesin kampanyenya sehingga menjadi angin lalu saja. Menurut Umam, slogan harus kontekstual dengan isu, narasi, dan kebutuhan calon pemilih. Selain itu, slogan juga harus sesuai dengan karakter paslon. (Lihat videonya: Marion Jola Bikin Heboh karena Bra, Gisella Menyesal Bercerai)
"Kalau berbeda dengan karakter asli mereka, hal itu berpotensi memunculkan wacana yang inkonsisten dan bisa menggembosi kepercayaan publik terhadap paslon yang didukungnya," katanya. (Abdul Rochim)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda