KSPI Sebut Masuknya 500 TKA China Seperti Membuka Borok Sendiri
Senin, 04 Mei 2020 - 01:58 WIB
JAKARTA - Konferasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keras rencana masuknya 500 tenaga kerja asing (TKA) China ke Indonesia. Tindakan itu justru dinilai menciderai rasa keadilan rakyat dan buruh Indonesia. Apalagi, hal itu terjadi di tengah pandemi corona yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia dan jutaan buruh Indonesia terancam kehilangan pekerjaan.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, ada tiga alasan kalangan buruh mengecam dan menolak masuknya TKA tersebut untuk bekerja di perusahaan nikel yang terdapat di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Pertama, kedatangan mereka melanggar status bencana yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.
“Di saat pandemi ini, orang asing tidak boleh masuk ke Indonesia. Begitu pun sebaliknya, orang Indonesia tidak boleh pergi ke luar negeri. Maka sangat miris ketika mengetahui 500 TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia,” tegas Said dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Minggu (3/5/2020).
Kedua, kedatangan TKA jelas melanggar Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Said menilai alasan Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi, melanggar konstitusi yang ada.
“Alasan dia bahwa tidak ada tenaga kerja skills workers serta tidak ada orang Indonesia yang bersedia bekerja di perusahaan tersebut, justru semakin menegaskan adanya pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan,” tegas Said.
Ia menilai, penjelasan dari Kementerian Ketenagakerjaan hanya mencari-cari alasan dan seperti membuka borok sendiri. Sebab, di dalam UU Ketenagakerjaan, setiap satu orang TKA wajib ada tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping yang bertujuan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA.
Bahkan, lanjut Said, ketentuan itu wajib dilaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA tersebut. Dengan demikian, akan terjadi transfer of job dan transfer of knowledge.
“Maksudnya, kalau TKA sudah selesai dalam waktru 2-3 tahun akan ada tenaga kerja asal Indonesia yang bisa menggantikannya. Sehingga pekerjaan yang tadinya dikerjakan TKA bisa dikerjakan tenaga kerja asal Indonesia,” terang dia.
Said menduga, 500 TKA itu adalah pekerja kasar (unskill workers). Apalagi, perusahaan nikel tempat tujuan TKA tersebut sudah bertahun-tahun beroperasi di Indonesia. Wajar bila rasanya tidak masuk akal kalau tidak ada orang Indonesia yang tidak mampu atau tidak bersedia menempati posisi tersebut.
Terakhir, kedatangan 500 TKA China tesebut melukai dan menciderasi rasa keadilan buruh Indonesia. Apalagi saat pandemi corona, jutaan orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan.
“Darurat PHK terjadi di depan mata. Tetapi justru pekerjaan yang ada akan diserahkan ke asing. Semakin menyakitkan, sampai saat ini belum terlihat upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencegah agar tidak terjadi PHK,” pungkasnya.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, ada tiga alasan kalangan buruh mengecam dan menolak masuknya TKA tersebut untuk bekerja di perusahaan nikel yang terdapat di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Pertama, kedatangan mereka melanggar status bencana yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.
“Di saat pandemi ini, orang asing tidak boleh masuk ke Indonesia. Begitu pun sebaliknya, orang Indonesia tidak boleh pergi ke luar negeri. Maka sangat miris ketika mengetahui 500 TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia,” tegas Said dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Minggu (3/5/2020).
Kedua, kedatangan TKA jelas melanggar Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Said menilai alasan Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi, melanggar konstitusi yang ada.
“Alasan dia bahwa tidak ada tenaga kerja skills workers serta tidak ada orang Indonesia yang bersedia bekerja di perusahaan tersebut, justru semakin menegaskan adanya pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan,” tegas Said.
Ia menilai, penjelasan dari Kementerian Ketenagakerjaan hanya mencari-cari alasan dan seperti membuka borok sendiri. Sebab, di dalam UU Ketenagakerjaan, setiap satu orang TKA wajib ada tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping yang bertujuan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA.
Bahkan, lanjut Said, ketentuan itu wajib dilaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA tersebut. Dengan demikian, akan terjadi transfer of job dan transfer of knowledge.
“Maksudnya, kalau TKA sudah selesai dalam waktru 2-3 tahun akan ada tenaga kerja asal Indonesia yang bisa menggantikannya. Sehingga pekerjaan yang tadinya dikerjakan TKA bisa dikerjakan tenaga kerja asal Indonesia,” terang dia.
Said menduga, 500 TKA itu adalah pekerja kasar (unskill workers). Apalagi, perusahaan nikel tempat tujuan TKA tersebut sudah bertahun-tahun beroperasi di Indonesia. Wajar bila rasanya tidak masuk akal kalau tidak ada orang Indonesia yang tidak mampu atau tidak bersedia menempati posisi tersebut.
Terakhir, kedatangan 500 TKA China tesebut melukai dan menciderasi rasa keadilan buruh Indonesia. Apalagi saat pandemi corona, jutaan orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan.
“Darurat PHK terjadi di depan mata. Tetapi justru pekerjaan yang ada akan diserahkan ke asing. Semakin menyakitkan, sampai saat ini belum terlihat upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencegah agar tidak terjadi PHK,” pungkasnya.
(mpw)
tulis komentar anda