Klarifikasi Polemik Good Looking, Menag Bandingkan dengan Pola Penyusupan Intelijen
Selasa, 08 September 2020 - 16:18 WIB
JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengklarifikasi soal pernyataannya terkait penyebaran paham radikalisme oleh anak muda berparas menarik ( good looking ) yang pandai berbahasa Arab, penghafal Quran, dan menguasai Islam kepada pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR di Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR RI .
Menurut Menag, pernyataannya tersebut dalam rangka memberikan materi untuk ASN di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpAN RB). Dia pun mengira bahwa itu acara internal ASN saja karena tema yang diberikan MenPAN RB Tjahjo Kumolo adalah 'ASN No-Radikalisme'.
"Itu topik yang diberikan MenPAN RB, sehingga saya diminta untuk memberikan masukan terkait hal ini, bagaimana ASN supaya menjadi no-radical, jadi masukan saya membahas tentang itu. Saya mohon maaf, tidak tahu kalau itu menjadi konsumsi publik, saya kira itu internal ASN, kalau bicara publik saya akan bicara berbeda meskipun substansinya sama," kata Menag di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
( ).
Dalam acara tersebut, mantan Wakil Panglima TNI ini memaparkan, untuk memastikan ASN tidak memiliki paham radikal maka ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni rekrutmen, pendidikan lanjutan yang dilakukan pemerintah, dan saat ibadah. Kemudian, ada salah seorang yang bertanya, kenapa berbicara ibadah tetapi hanya menyinggung soal masjid saja, apakah Menag membenci Islam.
"Karena pada saat jam kerja ASN hanya berhadapan dengan masjid, tidak ada ibadah lain yang dilakukan pada saat jam kerja. Jadi kalau saya bicara rumah ibadah kemudian saya bicara lebih lanjut tentang masjid, karena masjid yang digeluti ASN pada saat hari kerjanya, tidak ada gereja di situ dan dan rumah ibadah lainnya," jawab Menag.
( ).
Menag menjelaskan, hampir semua ASN melaksanakan ibadah salat di masjid dan saat salat Zuhur pasti ada kultum dan saat salat Jumat ada khutbah. Jadi, pengurus masjid juga sebaiknya dari kalangan ASN karena kalau dari luar akan riskan. Dia pun menyebut soal mewaspadai paham radikalisme lewat memasukkan orang ke dalam masjid di lingungan kementerian/lembaga (K/L).
"Kalau punya niat tidak baik dengan memasukkan anak-anak dengan good looking, punya pengetahuan agama baik, bahasa Arab baik, sehingga orang akan tertarik. Kemudian setelah itu mulai mengembangkan ajarannya," terangnya.
Menurut Menag, pernyataannya tersebut dalam rangka memberikan materi untuk ASN di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpAN RB). Dia pun mengira bahwa itu acara internal ASN saja karena tema yang diberikan MenPAN RB Tjahjo Kumolo adalah 'ASN No-Radikalisme'.
"Itu topik yang diberikan MenPAN RB, sehingga saya diminta untuk memberikan masukan terkait hal ini, bagaimana ASN supaya menjadi no-radical, jadi masukan saya membahas tentang itu. Saya mohon maaf, tidak tahu kalau itu menjadi konsumsi publik, saya kira itu internal ASN, kalau bicara publik saya akan bicara berbeda meskipun substansinya sama," kata Menag di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
( ).
Dalam acara tersebut, mantan Wakil Panglima TNI ini memaparkan, untuk memastikan ASN tidak memiliki paham radikal maka ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni rekrutmen, pendidikan lanjutan yang dilakukan pemerintah, dan saat ibadah. Kemudian, ada salah seorang yang bertanya, kenapa berbicara ibadah tetapi hanya menyinggung soal masjid saja, apakah Menag membenci Islam.
"Karena pada saat jam kerja ASN hanya berhadapan dengan masjid, tidak ada ibadah lain yang dilakukan pada saat jam kerja. Jadi kalau saya bicara rumah ibadah kemudian saya bicara lebih lanjut tentang masjid, karena masjid yang digeluti ASN pada saat hari kerjanya, tidak ada gereja di situ dan dan rumah ibadah lainnya," jawab Menag.
( ).
Menag menjelaskan, hampir semua ASN melaksanakan ibadah salat di masjid dan saat salat Zuhur pasti ada kultum dan saat salat Jumat ada khutbah. Jadi, pengurus masjid juga sebaiknya dari kalangan ASN karena kalau dari luar akan riskan. Dia pun menyebut soal mewaspadai paham radikalisme lewat memasukkan orang ke dalam masjid di lingungan kementerian/lembaga (K/L).
"Kalau punya niat tidak baik dengan memasukkan anak-anak dengan good looking, punya pengetahuan agama baik, bahasa Arab baik, sehingga orang akan tertarik. Kemudian setelah itu mulai mengembangkan ajarannya," terangnya.
tulis komentar anda