Kominfo Berharap Legislasi DPR Mendukung Transformasi Digital
Jum'at, 04 September 2020 - 16:22 WIB
JAKARTA - Indonesia harus gencar meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di era industri digital yang kian berkembang pesat. Sebab populasi besar dan bonus demografi merupakan keunggulan Indonesia yang bisa menjadi modal dan peluang besar di era digital .
Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) , Ahmad M Ramli mengatakan populasi yang lebih dari 268,5 juta menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut dia, besarnya populasi justru menjadi peluang besar bagi tumbuhnya industri digital.
“Dulu banyak yang beranggapan bahwa populasi besar itu menjadi beban besar bagi negara. Tetapi kenyataannya ketika memasuki transformasi digital, populasi yang sangat besar justru menjadi kekuatan yang besar karena menjadi pasar yang sangat besar,” kata Ramli dalam seminar daring, Jumat (4/9/2020).
(Baca: 5 Pergeseran Besar Perilaku Konsumen di Era Digital)
Misalnya, transportasi daring seperti Gojek dan Grab. Menurut dia, kedua bisnis itu tidak akan tumbuh dengan baik di negara dengan populasinya kecil. Bahkan sebaliknya, menjadi besar, hebat dan efektif ketika di berada di populasi besar seperti di Indonesia.
Ia pun membandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Brunei Darusallam dengan jumlah populasi sekitar 500 ribu penduduk. Menurutnya, transportasi daring tidak menarik karena populasinya sedikit. Di Singapura memang cukup berkembang karena terbantu banyak kunjungan turis. Tapi kalau dari jumlah penduduknya hanya 5 juta.
Ramli menambahkan, populasi besar juga menjadi keunggulan dan peluang besar bagi bisnis daring semisal marketplace yang dalam beberapa tahun berkembang menjadi perusahaan e-commerce yang sangat besar.
Keunggulan populasi itu juga akan menjadi peluang besar pada pertumbuhan industri telekomunikasi. Sebab, industri tersebut menghubungkan populasi yang sangat besar. Apalagi saat ini, jumlah penetrasi internet di Indonesia sekitar 175 juta pengguna. “Ini akan menjadi ladang pertumbuhan yang luar biasa untuk ekonomi digital kita,” imbuhnya.
(Baca: Internet Hambat Belajar Daring di Daerah 3T, DPR Protes Kominfo Dapat WTP)
Menariknya lagi, lanjut Ramli, angka dependency ratio pada 2030 nanti mencapai titik terendah dengan persentase 46,9 persen. Artinya, kelompok usia produktif akan mencapai 2 kali lipat dari angka tidak produkif karena sudah pensiun, tua, dan sangat muda.
“Inilah bonus demografi yang kita alami. Banyak penduduk usia produktif, banyak tenaga kerja. Selain itu, meningkatnya akumulasi aset yang dihasilkan oleh penduduk usia kerja. Akan berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi apabila akumulasi aset diinvestasikan pada aktivitas produktif, bukan konsumtif,” tukasnya.
Melihat peluang tersebut, Ramli berharap legislasi ke depannya harus mendukung optimalisasi bonus demografi sebagai potensi ekonomi berbasis invensi dan inovasi. “Kami yakin DPR bisa menghasilkan legislasi yang menguatkan tranformasi digital,” harapnya.
Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) , Ahmad M Ramli mengatakan populasi yang lebih dari 268,5 juta menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut dia, besarnya populasi justru menjadi peluang besar bagi tumbuhnya industri digital.
“Dulu banyak yang beranggapan bahwa populasi besar itu menjadi beban besar bagi negara. Tetapi kenyataannya ketika memasuki transformasi digital, populasi yang sangat besar justru menjadi kekuatan yang besar karena menjadi pasar yang sangat besar,” kata Ramli dalam seminar daring, Jumat (4/9/2020).
(Baca: 5 Pergeseran Besar Perilaku Konsumen di Era Digital)
Misalnya, transportasi daring seperti Gojek dan Grab. Menurut dia, kedua bisnis itu tidak akan tumbuh dengan baik di negara dengan populasinya kecil. Bahkan sebaliknya, menjadi besar, hebat dan efektif ketika di berada di populasi besar seperti di Indonesia.
Ia pun membandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Brunei Darusallam dengan jumlah populasi sekitar 500 ribu penduduk. Menurutnya, transportasi daring tidak menarik karena populasinya sedikit. Di Singapura memang cukup berkembang karena terbantu banyak kunjungan turis. Tapi kalau dari jumlah penduduknya hanya 5 juta.
Ramli menambahkan, populasi besar juga menjadi keunggulan dan peluang besar bagi bisnis daring semisal marketplace yang dalam beberapa tahun berkembang menjadi perusahaan e-commerce yang sangat besar.
Keunggulan populasi itu juga akan menjadi peluang besar pada pertumbuhan industri telekomunikasi. Sebab, industri tersebut menghubungkan populasi yang sangat besar. Apalagi saat ini, jumlah penetrasi internet di Indonesia sekitar 175 juta pengguna. “Ini akan menjadi ladang pertumbuhan yang luar biasa untuk ekonomi digital kita,” imbuhnya.
(Baca: Internet Hambat Belajar Daring di Daerah 3T, DPR Protes Kominfo Dapat WTP)
Menariknya lagi, lanjut Ramli, angka dependency ratio pada 2030 nanti mencapai titik terendah dengan persentase 46,9 persen. Artinya, kelompok usia produktif akan mencapai 2 kali lipat dari angka tidak produkif karena sudah pensiun, tua, dan sangat muda.
“Inilah bonus demografi yang kita alami. Banyak penduduk usia produktif, banyak tenaga kerja. Selain itu, meningkatnya akumulasi aset yang dihasilkan oleh penduduk usia kerja. Akan berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi apabila akumulasi aset diinvestasikan pada aktivitas produktif, bukan konsumtif,” tukasnya.
Melihat peluang tersebut, Ramli berharap legislasi ke depannya harus mendukung optimalisasi bonus demografi sebagai potensi ekonomi berbasis invensi dan inovasi. “Kami yakin DPR bisa menghasilkan legislasi yang menguatkan tranformasi digital,” harapnya.
(muh)
tulis komentar anda