Menyelisik Langkah Membingungkan Dewan Pengawas KPK
Jum'at, 04 September 2020 - 10:29 WIB
Tim yang diperintahkan menjemput orang-orang dari Kemendikbud dan UNJ saat itu menuju lokasi pada sekitar pukul 11-12 malam di hari yang sama," ujar Febri.
Empat, TPH WP menemukan fakta dugaan tidak ada ekspose atau gelar perkara di tingkat pimpinan KPK sebagaimana seharusnya dilakukan untuk membahas hasil dan tindak lanjut penyelidikan termasuk keputusan pelimpahan penyelidikan ke APH lain. Bagi TPH, tutur Febri, hal tersebut juga perlu diurai lebih cermat dan didalami secara utuh oleh Dewas agar persoalan yang sesungguhnya dapat dipetakan.
"Dan jika ada pelanggaran dapat diproses lebih lanjut. Agar perbaikan ke depan dapat dilakukan secara lebih sistematis," paparnya.
Konteks pendalaman itu kata Febri, sidang etik yang diselenggarakan Dewas dapat membuka secara utuh siapa sebenarnya yang harus dimintakan pertanggung jawaban secara etik. Sekali lagi, pihaknya berharap hasil sidang etik ini menjadi perbaikan bagi KPK.
"Harapan tersebut salah satunya ada di Dewas KPK saat ini," ucap Febri.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyatakan, untuk menetapkan atau memutuskan APZ sebagai terperiksa yang diduga melanggar kode etik dan bukan Karyoto sebelumnya dilaporkan sebagai terlapor tentu merupakan wilayah Majelis Etik yang akan tertuang dalam putusan. Di sisi lain, dia menegaskan, keputusan status seseorang sebagai terperiksa termasuk APZ sudah melalui proses sidang etik pada pemeriksaan pendahuluan.
"Sidang etik didahului pemeriksaan pendahuluan oleh Dewas. Sesuai Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020, di pemeriksaan pendahuluan diputuskan siapa yang jadi terperiksa dan lain-lain. Pasal 5 dan seterusnya coba anda baca lagi," kata Syamsuddin saat dihubungi KORAN SINDO dan MNC News, di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
KORAN SINDO dan MNC News telah mengunduh Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pada BAB IV, Bagian Kesatu, Pemeriksaan Laporan Hasil Klarifikasi, Pasal 4 disebutkan dengan jelas bahwa Laporan Hasil Klarifikasi (LHK) yang dibuat Kelompok Jabatan Fungsional memuat sekurang-kurangnya identitas pelapor, identitas terlapor, waktu dan tempat kejadian dugaan pelanggaran kode etik, bukti-bukti, dan uraian dugaan pelanggaran kode etik.
Dari LHK tersebut, Dewas KPK melakukan pemeriksaan tertutup dan Dewas dapat memerlukan keterangan tambahan dan/atau bukti dan/atau barang bukti. Untuk keperluan itu Dewas meminta Kelompok Jabatan Fungsional. Jika telah selesai, maka Kelompok Jabatan Fungsional menyampaikan kembali LHK beserta tambahan tadi yang dilengkapi ke Dewas.
Empat, TPH WP menemukan fakta dugaan tidak ada ekspose atau gelar perkara di tingkat pimpinan KPK sebagaimana seharusnya dilakukan untuk membahas hasil dan tindak lanjut penyelidikan termasuk keputusan pelimpahan penyelidikan ke APH lain. Bagi TPH, tutur Febri, hal tersebut juga perlu diurai lebih cermat dan didalami secara utuh oleh Dewas agar persoalan yang sesungguhnya dapat dipetakan.
"Dan jika ada pelanggaran dapat diproses lebih lanjut. Agar perbaikan ke depan dapat dilakukan secara lebih sistematis," paparnya.
Konteks pendalaman itu kata Febri, sidang etik yang diselenggarakan Dewas dapat membuka secara utuh siapa sebenarnya yang harus dimintakan pertanggung jawaban secara etik. Sekali lagi, pihaknya berharap hasil sidang etik ini menjadi perbaikan bagi KPK.
"Harapan tersebut salah satunya ada di Dewas KPK saat ini," ucap Febri.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyatakan, untuk menetapkan atau memutuskan APZ sebagai terperiksa yang diduga melanggar kode etik dan bukan Karyoto sebelumnya dilaporkan sebagai terlapor tentu merupakan wilayah Majelis Etik yang akan tertuang dalam putusan. Di sisi lain, dia menegaskan, keputusan status seseorang sebagai terperiksa termasuk APZ sudah melalui proses sidang etik pada pemeriksaan pendahuluan.
"Sidang etik didahului pemeriksaan pendahuluan oleh Dewas. Sesuai Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020, di pemeriksaan pendahuluan diputuskan siapa yang jadi terperiksa dan lain-lain. Pasal 5 dan seterusnya coba anda baca lagi," kata Syamsuddin saat dihubungi KORAN SINDO dan MNC News, di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
KORAN SINDO dan MNC News telah mengunduh Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pada BAB IV, Bagian Kesatu, Pemeriksaan Laporan Hasil Klarifikasi, Pasal 4 disebutkan dengan jelas bahwa Laporan Hasil Klarifikasi (LHK) yang dibuat Kelompok Jabatan Fungsional memuat sekurang-kurangnya identitas pelapor, identitas terlapor, waktu dan tempat kejadian dugaan pelanggaran kode etik, bukti-bukti, dan uraian dugaan pelanggaran kode etik.
Dari LHK tersebut, Dewas KPK melakukan pemeriksaan tertutup dan Dewas dapat memerlukan keterangan tambahan dan/atau bukti dan/atau barang bukti. Untuk keperluan itu Dewas meminta Kelompok Jabatan Fungsional. Jika telah selesai, maka Kelompok Jabatan Fungsional menyampaikan kembali LHK beserta tambahan tadi yang dilengkapi ke Dewas.
Lihat Juga :
tulis komentar anda