Ngeceng dan Pertimbangan Etika (Bagian 2/Habis)
Selasa, 24 Desember 2024 - 06:57 WIB
Ahmad Sihabudin
MELANJUTKAN deskripsi penelitian Darmani, perihal ngeceng sebagai aktivitas komunikasi yang perlu memperhatikan dan pertimbangan etika yang berlaku di masyarakat, dari sudut tata bahasa, ngeceng adalah sejenis kata kerja. Apabila kata kerja itu dilakukan berbalas-balasan bentuknya menjadi ceng-cengan. Pengertian bebasnya, ceng-cengan adalah merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh antarpribadi dalam satu kelompok (Darmani, 1990). Umumnya menggunakan kata-kata bernada lucu, paling tidak menurut ukuran mereka yang terlibat dalam kegiatannya baik langsung maupun tidak langsung. Ngeceng satu aktivitas komunikasi yang biasanya dilakukan juga dengan mempetimbangkan etika, baik tempat, waktunya, posisi seseorang.
Intensitas dalam penggunaan kata-kata
Dalam kegiatan ceng-cengan tidak ada peraturan yang baku bagaimana harus menggunakan kata-kata, tapi bukan berarti dapat mengumbar semaunya tanpa harus memperhatikan tempat, waktu, dan siapa yang dihadapi. Itulah sebabnya dalam ceng-cengan dikenal adanya istilah kebangetan (keterlaluan). Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan ngeceng jenis itu? Ngeceng yang dikategorikan kebangetan antara lain; 1) ngeceng dengan menyinggung orang tua, 2) ngeceng dalam situasi yang dinilai kurang pada tempatnya. Ngeceng yang menyinggung orang tua contohnya; “Babenya ganteng kaya ikan harwana”. Biasanya ditujukan kepada rekan yang mempunyai ayah berperawakan jangkung dan agak kurus.
Dari kedua bentuk ngeceng yang kebangetan itu, ngeceng dalam situasi yang kurang pada tempatnya dianggap oleh anak muda sebagai paling "rawan". Pada situasi itu objek tampaknya menjadi lebih kolokan (manja) dibanding situasi lain. Sensitivitas seolah-olah menjadi sangat berlebihan. Situasi yang paling rawan itu ialah; 1) ketika jalan bersama pacar, apalagi pacar bukan dari kampung yang sama, 2) ketika sedang kebetulan bersama mertua atau calon mertua. Terhadap situasi yang paling rawan itu sebetulnya tanpa diisyaratkanpun teman-teman sudah tahu diri.
Kalaupun sampai terjadi ngeceng biasanya dalam bentuk yang sederhana yang nadanya justru memberi semangat, misalnya; mesra nih yee, atau pegangan dong yang kenceng entar kepeleset, atau Eeee, kita jadi kepengen ngiri. Ketika awal mula ada yang melontarkan kata-kata, perasaan yang diceng sudah mulai panas dingin, amat dikuatirkan kata-kata yang mematikan. Tapi begitu mendengar nadanya hanya seperti sapaan malah membuat hidung kembang kempis saking bangganya menggandeng pacar. Artinya mereka tetap memperhatikan adat kepatutan atau memperhatikan etika sopan santun.
Etika ngeceng
Keengganan anak muda ngeceng dengan bentuk yang berat pada saat yang dianggap rawan bukan karena kurang enak dengan pacarnya teman, itu bisa dianggap kecil, yang prinsip ialah perhitungan jangka panjang apabila nanti kebetulan sedang mengalami situasi yang sama.
Sekarang sedikit sembrono nanti dapat diberondong habis-habisan. "Emang kagak ada aturan kapan bole ngeceng dan kapan kagak boleh..., perasaan kalo ngeceng teman di depan orang yang dianggap istimewa rasenya kurang pantes". "Ngeceng temen lagi pacaran lebih baik jangan deh, soalnya kalo die kagak terime bisa jadi gawat, di samping bisa merusak tali persahabatan ngebalesnya yang kagak kire-kire, bukan matakan babak belur (boleh jadi amat rusak)". Dari kedua ungkapan tersebut makin memperkuat bukti ceng-cengan memang harus melihat waktu, tempat, dan kepada siapa ditujukan. Mempertimbangkan etika dan adabnya.
MELANJUTKAN deskripsi penelitian Darmani, perihal ngeceng sebagai aktivitas komunikasi yang perlu memperhatikan dan pertimbangan etika yang berlaku di masyarakat, dari sudut tata bahasa, ngeceng adalah sejenis kata kerja. Apabila kata kerja itu dilakukan berbalas-balasan bentuknya menjadi ceng-cengan. Pengertian bebasnya, ceng-cengan adalah merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh antarpribadi dalam satu kelompok (Darmani, 1990). Umumnya menggunakan kata-kata bernada lucu, paling tidak menurut ukuran mereka yang terlibat dalam kegiatannya baik langsung maupun tidak langsung. Ngeceng satu aktivitas komunikasi yang biasanya dilakukan juga dengan mempetimbangkan etika, baik tempat, waktunya, posisi seseorang.
Intensitas dalam penggunaan kata-kata
Dalam kegiatan ceng-cengan tidak ada peraturan yang baku bagaimana harus menggunakan kata-kata, tapi bukan berarti dapat mengumbar semaunya tanpa harus memperhatikan tempat, waktu, dan siapa yang dihadapi. Itulah sebabnya dalam ceng-cengan dikenal adanya istilah kebangetan (keterlaluan). Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan ngeceng jenis itu? Ngeceng yang dikategorikan kebangetan antara lain; 1) ngeceng dengan menyinggung orang tua, 2) ngeceng dalam situasi yang dinilai kurang pada tempatnya. Ngeceng yang menyinggung orang tua contohnya; “Babenya ganteng kaya ikan harwana”. Biasanya ditujukan kepada rekan yang mempunyai ayah berperawakan jangkung dan agak kurus.
Dari kedua bentuk ngeceng yang kebangetan itu, ngeceng dalam situasi yang kurang pada tempatnya dianggap oleh anak muda sebagai paling "rawan". Pada situasi itu objek tampaknya menjadi lebih kolokan (manja) dibanding situasi lain. Sensitivitas seolah-olah menjadi sangat berlebihan. Situasi yang paling rawan itu ialah; 1) ketika jalan bersama pacar, apalagi pacar bukan dari kampung yang sama, 2) ketika sedang kebetulan bersama mertua atau calon mertua. Terhadap situasi yang paling rawan itu sebetulnya tanpa diisyaratkanpun teman-teman sudah tahu diri.
Kalaupun sampai terjadi ngeceng biasanya dalam bentuk yang sederhana yang nadanya justru memberi semangat, misalnya; mesra nih yee, atau pegangan dong yang kenceng entar kepeleset, atau Eeee, kita jadi kepengen ngiri. Ketika awal mula ada yang melontarkan kata-kata, perasaan yang diceng sudah mulai panas dingin, amat dikuatirkan kata-kata yang mematikan. Tapi begitu mendengar nadanya hanya seperti sapaan malah membuat hidung kembang kempis saking bangganya menggandeng pacar. Artinya mereka tetap memperhatikan adat kepatutan atau memperhatikan etika sopan santun.
Etika ngeceng
Keengganan anak muda ngeceng dengan bentuk yang berat pada saat yang dianggap rawan bukan karena kurang enak dengan pacarnya teman, itu bisa dianggap kecil, yang prinsip ialah perhitungan jangka panjang apabila nanti kebetulan sedang mengalami situasi yang sama.
Sekarang sedikit sembrono nanti dapat diberondong habis-habisan. "Emang kagak ada aturan kapan bole ngeceng dan kapan kagak boleh..., perasaan kalo ngeceng teman di depan orang yang dianggap istimewa rasenya kurang pantes". "Ngeceng temen lagi pacaran lebih baik jangan deh, soalnya kalo die kagak terime bisa jadi gawat, di samping bisa merusak tali persahabatan ngebalesnya yang kagak kire-kire, bukan matakan babak belur (boleh jadi amat rusak)". Dari kedua ungkapan tersebut makin memperkuat bukti ceng-cengan memang harus melihat waktu, tempat, dan kepada siapa ditujukan. Mempertimbangkan etika dan adabnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda