Ngeceng Juga Ada Etikanya (Bagian 1)

Sabtu, 14 Desember 2024 - 06:25 WIB
Ngeceng, ledek-ledekan, berseloroh, guyon dan sebutan lainnya, sifat yang cukup menonjol bagi kebanyakan orang Betawi. Humor mempunyai hubungan erat dengan Ceng-cengan yang merupakan topik pembahasan tulisan ini. Ceng-cengan yang merupakan kegiatan komunikasi bernada senda gurau itu dalam dialog memang penuh dengan humor. Sehingga tidak mengherankan kalau kegiatan itu berlangsung banyak disertai dengan gelak tawa. Sebagai aktivitas komunikasi Ngeceng, tetap harus memeperhatikan etika.

Dalam kontak komunikasi Ngeceng, ceng-cengan prosesnya akan berhasil apabila antara komunikator dan komunikan sudah intune (saling dimengerti oleh dua pihak) syarat untuk itu menurut Wilburn Schramm bahwa komunikasi akan berhasil manakala pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan frame of reference, yakni pengalaman dan pengertian yang di peroleh komunikan.

Bahkan bidang pengalaman (field of experience) merupakan factor penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya apabila pengalaman berlainan akan mengalami kesukaran dalam berkomunikasi.

Untuk membuat intune dalam proses komunakasi, bahasa memegang peranan penting karena bahasa merupakan alat berkomunikasi. Teknik penguasaan bahasa juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting seperti: kehalusan, paradoksal, ataupun dengan sindiran. Hal demikian sesuai dengan suasana dan ketepatan terhadap siapa yang diajak bicara.

Di satu saat akan berhasil dengan nada serius di saat lain bisa dengan nada santai bahkan sindiran bahkan ngeledek itu bisa digunakan terutama bagi anak muda dalam suasana yang santai.

Istilah Ngeceng

Dalam linteratur bahasa, khususnya dialek Betawi boleh jadi belum dapat dijumpai terminologi yang paling tepat untuk istilah itu. Apakah ngeceng atau ceng-cengan hanya merupakan salah satu bentukan kata dari perbendaharaan baru dalam dialek Betawi yang disebabkan oleh adanya perkembangan bahasa secara ‘’populer’’ atau yang lebih dikenal dengan bahasa "prokem". Kalau demikian keadaannya, niscaya istilah ngeceng pada saatnya akan lenyap dengan sendirinya kemudian diganti dengan kata lain.

Paling tidak anak muda sekitar tahun 1970-1980an pernah mendengar istilah nyokap. Maaf, istilah itu mungkin kurang wajar diketengahkan karena maknanya sama dengan melacur. Namun sekedar contoh guna memperjelas, mudah-mudahan dapat dimaklumi. Kata nyokap adalah kata kerja, kata bendanya cokap yang maknanya pelacur. Nyokap konotasi melacur kini sudah hampir tidak pernah digunakan.

Ironisnya istilah nyokap kini telah berubah makna menjadi “ibu”. Anak muda sekarang acapkali mengatakan "nyokap ogut" yang pengertiannya ibu saya dan “bokap ogut” untuk bapak saya. Pada waktu lalu untuk sebutan "bapak" memang lazim digunakan “bokap ogut” tetapi untuk “ibu” tidak lazim digunakan “nyokap” , melainkan "enyak ogut" untuk arti "ibu saya".

Melihat contoh kata tersebut sangat boleh diduga bahwa kedudukan istilah ngeceng dalam dialek Betawi termasuk jenis kata "prokem", kalau pengertian bahasa “prokem” lebih bersifat “pop” dalam arti semacam mode, sedangkan ngeceng bukan. Jenis Kata “prokem” ini dalam pemahaman saya jenis sub-bahasa Argot (sebuah kosa kata yang berkembang dikalangan dunia hitam), dan Cant sebuah kosa kata yang berkembang dikalangan pekerja kerah biru pekerja lapangan, bukan kelompok profesional.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More