Pemerintah Diminta Perlakukan Pandemi Corona seperti Ancaman Perang
Rabu, 15 April 2020 - 00:20 WIB
JAKARTA - Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sharif Cicip Sutardjo menilai upaya pemerintah dalam menanggulangi krisis yang disebabkan virus Corona (Covid-19) terlalu lamban.
Menurut dia, kemajuan per hari menimbulkan kekhawatiran bukan hanya kalangan masyarakat, tapi bahkan kalangan internasional.
"Sekarang ini saya sangat khawatir dengan cara pemerintah menangani wabah Covid- 19 yang sangat lamban kemajuannya. Indikator yang paling nyata adalah banyaknya dokter dan tenaga medis yang bukan saja terjangkit bahkan sampai meninggal dunia. Apalagi penyebabnya hanya karena tidak ada masker N95 yang mumpuni dan diwajibkan secara medis,” ujar Cicip, Selasa (14/4/2020).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengatakan, seyogyanya penanganan wabah Covid-19 dan dampaknya bisa jauh lebih maju dan lebih cepat dari kenyataan saat ini.
Dia kemudian meminta dengan mengikuti pemberitaan penanganan Covid- 19 di negara-negara lain saja, sebenarnya pemerintah bisa tahu banyak apalagi kalau langsung bertukar informasi dan bekerjasama dengan negara lain.
Dia mencontohkan Tiongkok dan Korea Selatan sudah berhasil menangani wabah Covid-19 dan saat ini sudah tahap mengantisipasi siklus kedua karena beberapa pasien yang sembuh malah kembali terdeteksi positif. (Baca juga: Diserang Corona, Menkeu Sebut Angka Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat)
Sementara, Indonesia menghadapi siklus pertama terkesan lamban kemajuannya. Kebijakan pemerintah masih terfokus seputar pembatasan sosial, kelangkaan alat pelindung diri (APD), debat mengenai mudik dan tidak mudik, dan sebagainya.
Padahal, negara lain sudah mulai mengantisipasi siklus kedua, menyiapkan rencana normalisasi, bahkan fokus kepada pengembangan vaksin.
"Saya apresiasi upaya Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani dengan mengajukan proposal penyelamatan ekonomi yang persentasenya minimal sama dengan negara- negara lain yaitu 10 persen dari PDB. Itu pun belum tentu cukup, " kata Cicip. (Baca juga: Pandemi Corona Jadi Bencana Nasional, Pemerintah Minta Bantuan Dunia)
Dia juga mengingatkan setiap hari puluhan bahkan ratusan rakyat yang menjadi korban jiwa. "Dan setiap satu nyawa yang hilang mewakili seluruh rakyat Indonesia karena yang berikutnya bisa siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Kondisi ini sudah sebanding dengan kita menghadapi ancaman agresi militer yang mengancam ketahanan nasional. Karena yang terancam adalah kemampuan rakyat untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan, Covid-19 ini lebih berbahaya karena tidak kelihatan bentuknya," ungkapnya.
Kemudian, Cicip mengingatkan agar pemerintah dan Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona tidak keliru dalam membedakan antara konsep besar yang strategis dengan langkah-langkah taktis.
Menurut dia, kemajuan per hari menimbulkan kekhawatiran bukan hanya kalangan masyarakat, tapi bahkan kalangan internasional.
"Sekarang ini saya sangat khawatir dengan cara pemerintah menangani wabah Covid- 19 yang sangat lamban kemajuannya. Indikator yang paling nyata adalah banyaknya dokter dan tenaga medis yang bukan saja terjangkit bahkan sampai meninggal dunia. Apalagi penyebabnya hanya karena tidak ada masker N95 yang mumpuni dan diwajibkan secara medis,” ujar Cicip, Selasa (14/4/2020).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengatakan, seyogyanya penanganan wabah Covid-19 dan dampaknya bisa jauh lebih maju dan lebih cepat dari kenyataan saat ini.
Dia kemudian meminta dengan mengikuti pemberitaan penanganan Covid- 19 di negara-negara lain saja, sebenarnya pemerintah bisa tahu banyak apalagi kalau langsung bertukar informasi dan bekerjasama dengan negara lain.
Dia mencontohkan Tiongkok dan Korea Selatan sudah berhasil menangani wabah Covid-19 dan saat ini sudah tahap mengantisipasi siklus kedua karena beberapa pasien yang sembuh malah kembali terdeteksi positif. (Baca juga: Diserang Corona, Menkeu Sebut Angka Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat)
Sementara, Indonesia menghadapi siklus pertama terkesan lamban kemajuannya. Kebijakan pemerintah masih terfokus seputar pembatasan sosial, kelangkaan alat pelindung diri (APD), debat mengenai mudik dan tidak mudik, dan sebagainya.
Padahal, negara lain sudah mulai mengantisipasi siklus kedua, menyiapkan rencana normalisasi, bahkan fokus kepada pengembangan vaksin.
"Saya apresiasi upaya Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani dengan mengajukan proposal penyelamatan ekonomi yang persentasenya minimal sama dengan negara- negara lain yaitu 10 persen dari PDB. Itu pun belum tentu cukup, " kata Cicip. (Baca juga: Pandemi Corona Jadi Bencana Nasional, Pemerintah Minta Bantuan Dunia)
Dia juga mengingatkan setiap hari puluhan bahkan ratusan rakyat yang menjadi korban jiwa. "Dan setiap satu nyawa yang hilang mewakili seluruh rakyat Indonesia karena yang berikutnya bisa siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Kondisi ini sudah sebanding dengan kita menghadapi ancaman agresi militer yang mengancam ketahanan nasional. Karena yang terancam adalah kemampuan rakyat untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan, Covid-19 ini lebih berbahaya karena tidak kelihatan bentuknya," ungkapnya.
Kemudian, Cicip mengingatkan agar pemerintah dan Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona tidak keliru dalam membedakan antara konsep besar yang strategis dengan langkah-langkah taktis.
(jon)
tulis komentar anda