Agresivitas China di Natuna Jadi Tantangan bagi Strategi Diplomasi Pertahanan Indonesia

Jum'at, 01 November 2024 - 20:57 WIB
Sedangkan dalam pemaparannya, Laksda TNI (Purn) Budiman Djoko Said menyampaikan bagaimana China menggunakan cara memotong habis secara perlahan-lahan, dan semakin hari berubah menjadi semakin ekspansif. Menurut Budiman, pemimpin China saat ini, Presiden Xi Jinping, menjadikan kekuatan maritim sebagai kepentingan utamanya. Ia berpandangan bahwa kekuatan laut China saat ini menjadi besar sebagai akibat akumulasi kebijakan-kebijakan maritim mereka sejak zaman Deng Xiaoping.

Menurutnya, Indonesia harus mengambil strategi China di atas sebagai pelajaran demi mempertahankan kepentingan maritim Indonesia sendiri. "Kita harus belajar bagaimana menjadi kekuatan maritim yang besar," tuturnya.

Budiman juga menambahkan bahwa tanpa kekuatan maritim, diplomasi menjadi tidak bermanfaat. "Without Maritime Power, jangan coba-coba berdiplomasi," katanya.

Dalam menghadapi tantangan dari berbagai kekuatan luar termasuk China, Budiman berpandangan bahwa Indonesia harus memiliki strategi kuat yang dipimpin oleh seorang pengatur irama yang juga kuat. "Peran tersebut diharapkan dimainkan oleh Kementerian Pertahanan," tuturnya.

Dalam perspektif lain Dosen Hubungan Internasional UI, Ristian Atriandi Supriyanto menyatakan bahwa China sebenarnya cenderung menerapkan diplomasi militer ketimbang diplomasi pertahanan.

"Diplomasi militer tersebut tunduk pada keputusan Partai Komunis China (PKC) dan demi kepentingan PKC," tuturnya.

Namun demikian, menurut Ristian, Indonesia perlu menyambut dan mengembangkan diplomasi pertahanan dengan China.

Karena lanjut Ristian, diplomasi tersebut berpotensi membangun komunikasi dan rasa saling percaya antara pejabat Kementerian Pertahanan dan militer kedua negara dan mengurangi potensi gesekan di laut, yang menjadi sumber ketegangan antara Indonesia dan China.

"Selain itu, dengan menjalankan diplomasi pertahanan dengan China, Indonesia sudah membuktikan sikap non-blok Indonesia, yang juga menjalankan diplomasi serupa dengan negara-negara Barat dan sekutunya," katanya.

Meski demikian Ristian tidak setuju bila sikap non-blok tersebut diartikan dalam bentuk jumlah dan porsi yang sama antara diplomasi pertahanan dengan Barat dan China. "Prosentasi diplomasi nya tidak harus sama," jelas Ristian.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More