5 Pekerjaan Rumah Presiden Prabowo Jaga Kedaulatan Bangsa
Selasa, 29 Oktober 2024 - 10:15 WIB
"Kami berharap Presiden Prabowo tidak meratifikasi FCTC. Suara rakyat wajib didengar oleh Pemerintah Indonesia, utamanya mereka yang hajat hidupnya bergantung pada industri hasil tembakau," tegasnya.
Kedua, meminta Presiden Prabowo agar Harga Jual Eceran (HJE) rokok tidak berubah pada tahun 2025, serta tidak ada kenaikan PPN menjadi 12%. "Tujuannya demi menjaga penjualan dalam kondisi turunnya daya beli masyarakat. Hal itu sejalan dengan program 100 hari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menargetkan bisa kembali membangkitkan daya beli masyarakat yang tengah lesu," katanya.
Agus Parmuji mengatakan, fenomena downtrading ditandai oleh para konsumen yang beralih mengonsumsi produk rokok dengan harga lebih murah, termasuk rokok ilegal, mengancam pasar rokok legal karena adanya tekanan kebijakan nonfiskal dan fiskal, belum lagi turunnya produksi dan melambatnya kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang memerlukan kebijakan mitigasi. "Jutaan petani tembakau berharap adanya keseimbangan antara fungsi pengendalian dan fungsi penerimaan ke depan," imbuhnya.
Ketiga, tarif CHT untuk tahun 2025, 2026 dan tahun 2027 tidak naik guna menjaga kelangsungan proses pemulihan industri hasil tembakau legal nasional. Diakui Agus Parmuji, IHT nasional selama ini berpotensi besar terhadap penyediaan tenaga kerja, juga berkontribusi ekonomi ke negara (cukai hasil tembakau dan pajak). Hal ini agar dijadikan perhatian besar Presiden Prabowo karena mencari pengganti dari sumbangan ekonomi tembakau tidak mudah.
Keempat, menolak penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai dan mendekatkan disparitas tarif antar layer. Hal itu akan menjadi ancaman harga rokok legal semakin tidak terbeli, dan perokok beralih ke rokok ilegal.
"Dengan simplifikasi, tentu yang diuntungkan adalah perusahaan rokok dengan brand internasional, dimana produk-produknya sangat sedikit menggunakan tembakau lokal hasil panen petani. Bila itu diterapkan, bisa menjadi kiamat ekonomi bagi petani tembakau," terangnya.
Kelima, memohon peraturan yang seimbang antara rokok elektronik dan rokok kretek. Hal ini mengingat tarif cukai rokok elektronik lebih murah dari rokok kretek. “Kontribusi dari IHT nasional memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Industri ini memiliki hubungan kerja yang bersifat kegotongroyongan antara petani tembakau dan industri rokok baik skala besar, menengah, maupun kecil," katanya.
Kedua, meminta Presiden Prabowo agar Harga Jual Eceran (HJE) rokok tidak berubah pada tahun 2025, serta tidak ada kenaikan PPN menjadi 12%. "Tujuannya demi menjaga penjualan dalam kondisi turunnya daya beli masyarakat. Hal itu sejalan dengan program 100 hari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menargetkan bisa kembali membangkitkan daya beli masyarakat yang tengah lesu," katanya.
Agus Parmuji mengatakan, fenomena downtrading ditandai oleh para konsumen yang beralih mengonsumsi produk rokok dengan harga lebih murah, termasuk rokok ilegal, mengancam pasar rokok legal karena adanya tekanan kebijakan nonfiskal dan fiskal, belum lagi turunnya produksi dan melambatnya kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang memerlukan kebijakan mitigasi. "Jutaan petani tembakau berharap adanya keseimbangan antara fungsi pengendalian dan fungsi penerimaan ke depan," imbuhnya.
Ketiga, tarif CHT untuk tahun 2025, 2026 dan tahun 2027 tidak naik guna menjaga kelangsungan proses pemulihan industri hasil tembakau legal nasional. Diakui Agus Parmuji, IHT nasional selama ini berpotensi besar terhadap penyediaan tenaga kerja, juga berkontribusi ekonomi ke negara (cukai hasil tembakau dan pajak). Hal ini agar dijadikan perhatian besar Presiden Prabowo karena mencari pengganti dari sumbangan ekonomi tembakau tidak mudah.
Keempat, menolak penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai dan mendekatkan disparitas tarif antar layer. Hal itu akan menjadi ancaman harga rokok legal semakin tidak terbeli, dan perokok beralih ke rokok ilegal.
"Dengan simplifikasi, tentu yang diuntungkan adalah perusahaan rokok dengan brand internasional, dimana produk-produknya sangat sedikit menggunakan tembakau lokal hasil panen petani. Bila itu diterapkan, bisa menjadi kiamat ekonomi bagi petani tembakau," terangnya.
Kelima, memohon peraturan yang seimbang antara rokok elektronik dan rokok kretek. Hal ini mengingat tarif cukai rokok elektronik lebih murah dari rokok kretek. “Kontribusi dari IHT nasional memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Industri ini memiliki hubungan kerja yang bersifat kegotongroyongan antara petani tembakau dan industri rokok baik skala besar, menengah, maupun kecil," katanya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda