Mengapa 5 Oktober Diperingati sebagai HUT TNI?
Sabtu, 05 Oktober 2024 - 06:58 WIB
Mantan Opsir KNIL berpangkat Mayor di zaman Hindia Belanda, Oerip Soemohardjo diangkat menjadi Kepala Staf Umum TKR oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Oerip yang diberikan pangkat Letnan Jenderal ditugasi membentuk tentara.
Letjen Oerip Soemohardjo kemudian menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa adalah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto meliputi daerah Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.
Sebenarnya, pada 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno telah mengangkat Suprijadi, tokoh pemberontakan PETA di Blitar, Jawa Timur menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan pemimpin tertinggi TKR. Namun Suprijadi tak pernah muncul sampai awal November 1945. Karena itu, pada 12 November 1945 Letjen Oerip Soemohardjo kemudian mengadakan Konferensi TKR di Yogyakarta. Hasil konferensi itu ditindaklanjuti pemerintah dengan mengangkat Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR berpangkat Jenderal pada 18 Desember 1945.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah membentuk Panitia Besar Penyelenggara Organisasi Tentara. Letjen Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma menjadi panitianya. Panitia ini menghasilkan rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan TKR ke TRI, kedudukan laskar dan barisan, dan badan perjuangan rakyat.
Pada 25 Mei 1946, Presiden melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara pelantikan tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.
Meski telah dibentuk TRI, banyak bermunculan laskar perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun terkadang terjadi kesalahpahaman antara TRI dan badan perjuangan rakyat tersebut.
Untuk mengatasi persoalan itu, pada 15 Mei 1947, pemerintah menetapkan penyatuan TRI dan badan/laskar perjuangan rakyat menjadi satu organisasi tentara. Presiden Soekarno kemudian mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) tertanggal 3 Juni 1947 yang dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No 24.
Presiden Soekarno lalu menetapkan susunan organisasi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman diangkat menjadi Kepala Pucuk Pimpinan TNI. Anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono.
Dalam ketetapan itu, semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.
Letjen Oerip Soemohardjo kemudian menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa adalah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto meliputi daerah Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.
Sebenarnya, pada 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno telah mengangkat Suprijadi, tokoh pemberontakan PETA di Blitar, Jawa Timur menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan pemimpin tertinggi TKR. Namun Suprijadi tak pernah muncul sampai awal November 1945. Karena itu, pada 12 November 1945 Letjen Oerip Soemohardjo kemudian mengadakan Konferensi TKR di Yogyakarta. Hasil konferensi itu ditindaklanjuti pemerintah dengan mengangkat Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR berpangkat Jenderal pada 18 Desember 1945.
Perubahan Nama hingga Menjadi TNI
Pada 7 Januari 1946, Pemerintah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Perubahan ini didasarkan Penetapan Pemerintah No 2 Tanggal 7 Januari 1946 yang bertujuan memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari perubahan nama itu, Kementerian Keamanan Rakyat juga diubah menjadi Kementerian Pertahanan.Sebagai tindak lanjut, pemerintah membentuk Panitia Besar Penyelenggara Organisasi Tentara. Letjen Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma menjadi panitianya. Panitia ini menghasilkan rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan TKR ke TRI, kedudukan laskar dan barisan, dan badan perjuangan rakyat.
Pada 25 Mei 1946, Presiden melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara pelantikan tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.
Meski telah dibentuk TRI, banyak bermunculan laskar perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun terkadang terjadi kesalahpahaman antara TRI dan badan perjuangan rakyat tersebut.
Untuk mengatasi persoalan itu, pada 15 Mei 1947, pemerintah menetapkan penyatuan TRI dan badan/laskar perjuangan rakyat menjadi satu organisasi tentara. Presiden Soekarno kemudian mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) tertanggal 3 Juni 1947 yang dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No 24.
Presiden Soekarno lalu menetapkan susunan organisasi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman diangkat menjadi Kepala Pucuk Pimpinan TNI. Anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono.
Dalam ketetapan itu, semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.
tulis komentar anda