Mengapa 5 Oktober Diperingati sebagai HUT TNI?

Sabtu, 05 Oktober 2024 - 06:58 WIB
loading...
Mengapa 5 Oktober Diperingati...
Gladi bersih Upacara HUT TNI di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (3/10/2024). FOTO/SINDOnews/RIANA RIZKIA
A A A
JAKARTA - HUT TNI diperingati setiap tanggal 5 Oktober. Pada tahun ini, TNI berusia 79 tahun, sama dengan umur Republik Indonesia. Perayaan HUT TNI digelar besar-besaran di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, hari ini, Sabtu (5/10/2024).

TNI memiliki sejarah panjang sejak pertama kali didirikan, di mana namanya mengalami beberapa kali perubahan hingga menjadi Tentara Nasional Indonesia yang kita kenal saat ini. Namun, bagaimana 5 Oktober menjadi tanggal yang diperingati sebagai Hari Jadi TNI?


Lahirnya Badan Keamanan Rakyat (BKR)

Pembentukan TNI erat kaitannya dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Lima hari setelah merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk tiga badan utama: Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Presiden Soekarno menyetujui pembentukan BKR untuk menampung para mantan prajurit PETA dan Heiho yang dibubarkan Jepang. Pada 23 Agustus 1945, Bung Karno menyerukan kepada mereka untuk sementara waktu bergabung di BKR sebelum akhirnya dipanggil menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia.

"Saya berharap kepada kamu sekalian, hai prajurit–prajurit bekas PETA, Heiho, dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah pada Badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan datang saatnya kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia," kata Soekarno dikutip dari artikel berjudul Lintasan Sejarah Tanggal 5 Oktober sebagai Hari Lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dimuat di Majalah Wira terbitan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada September 2015 dikutip, Sabtu (5/10/2024).

Seruan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemanggilan kepada para mantan prajurit PETA, Heiho, KNIL, dan pemuda lain untuk bergabung ke dalam BKR. Konsumsi prajurit BKR ditanggung oleh Bupati, Wedana, dan Camat.



Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)

Ketika tentara Inggris tiba untuk mengambil alih kekuasaan Jepang, Belanda memanfaatkan situasi untuk kembali ke Indonesia. Ketidakstabilan ini mendorong Pemerintah Indonesia pada 5 Oktober 1945 untuk mengeluarkan maklumat pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ini bertujuan untuk memperkuat keamanan negara.

"Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat".

Mantan Opsir KNIL berpangkat Mayor di zaman Hindia Belanda, Oerip Soemohardjo diangkat menjadi Kepala Staf Umum TKR oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Oerip yang diberikan pangkat Letnan Jenderal ditugasi membentuk tentara.

Letjen Oerip Soemohardjo kemudian menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa adalah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto meliputi daerah Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.

Sebenarnya, pada 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno telah mengangkat Suprijadi, tokoh pemberontakan PETA di Blitar, Jawa Timur menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan pemimpin tertinggi TKR. Namun Suprijadi tak pernah muncul sampai awal November 1945. Karena itu, pada 12 November 1945 Letjen Oerip Soemohardjo kemudian mengadakan Konferensi TKR di Yogyakarta. Hasil konferensi itu ditindaklanjuti pemerintah dengan mengangkat Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR berpangkat Jenderal pada 18 Desember 1945.

Perubahan Nama hingga Menjadi TNI

Pada 7 Januari 1946, Pemerintah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Perubahan ini didasarkan Penetapan Pemerintah No 2 Tanggal 7 Januari 1946 yang bertujuan memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari perubahan nama itu, Kementerian Keamanan Rakyat juga diubah menjadi Kementerian Pertahanan.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah membentuk Panitia Besar Penyelenggara Organisasi Tentara. Letjen Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma menjadi panitianya. Panitia ini menghasilkan rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan TKR ke TRI, kedudukan laskar dan barisan, dan badan perjuangan rakyat.

Pada 25 Mei 1946, Presiden melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara pelantikan tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.

Meski telah dibentuk TRI, banyak bermunculan laskar perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun terkadang terjadi kesalahpahaman antara TRI dan badan perjuangan rakyat tersebut.

Untuk mengatasi persoalan itu, pada 15 Mei 1947, pemerintah menetapkan penyatuan TRI dan badan/laskar perjuangan rakyat menjadi satu organisasi tentara. Presiden Soekarno kemudian mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) tertanggal 3 Juni 1947 yang dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No 24.

Presiden Soekarno lalu menetapkan susunan organisasi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman diangkat menjadi Kepala Pucuk Pimpinan TNI. Anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono.

Dalam ketetapan itu, semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.

Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL.

Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).

Pada 1962 dilakukan penyatuan Angkatan Perang dengan Kepolisian Negara. Organisasi ini diberi nama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan satu komando ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya dan menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.

Tumbangnya rezim Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto berpengaruh kepada keberadaan ABRI. Pemerintah awal di era Reformasi resmi memisahkan TNI dan Polri pada 1 April 1999. Masing-masing menjadi institusi yang berdiri sendiri. Nama ABRI dikembalikan menjadi TNI. Hingga saat ini, di usia 77 tahun, TNI semakin kuat dan menjadi kekuatan militer yang dihormati di dunia.

Itulah sejarah singkat mengapa 5 Oktober diperingati sebagai Hari Jadi TNI.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1302 seconds (0.1#10.140)