Titip Agenda Pendidikan Pak Prabowo
Minggu, 22 September 2024 - 11:12 WIB
Di era Pak Jokowi, perhatiannya pendidikan pada orientasi pasar dan kerja. Memang semboyan kerja dan kerja menjadi penanda periode sentralisasi administrasi dan birokrasi zaman itu. Pendidikan dimaknai ketersambungan antara sekolah dan dunia kerja yang praktis serta pasar ekonomi. Walhasil, para murid dan mahasiswa disiapkan untuk siap-siap dunia kerja. Kurikulum merdeka jawabannya.
Program jembatan universitas ke dunia kerja dan pasar menjadi tujuan utama. Maka wajar jika pendidikan vokasi, pendidikan digital, dan kurikulum merdeka menjadi acuan utama. Kurikulum merdeka artinya magang di perusahaan, dan memberi kesempatan para siswa dan mahasiswa untuk dunia praktis.
Di era Pak Jokowi kita semua diajak kerja. Infrastruktur dan pasar kerja bermakna zahir dan materi.
Ini berbeda dengan era Pak SBY. Beliau sudah memberi perhatian pada anggaran pendidikan 20% dari anggaran nasional. Di era Pak SBY juga menelorkan kebijakan 30 persen anggaran pendidikan untuk riset dan inovasi.
Di era Pak SBY para pendidik, yaitu guru dan dosen, menikmati kenaikan gaji, tambahan remunerasi, sertifikasi, dan penghargaan lainnya. Anggaran pendidikan melonjak, begitu juga nasib para pekerja pendidikan. Kebijakan itu lalu dilanjutkan di era Pak Jokowi, tetapi belum terasa ditingkatkan lagi.
Kurikulum merdeka baru menautkan dunia kerja dan pendidikan. Investasi jangka panjang pendidikan dan moral pendidikan belum mendapatkan porsi yang layak.
Walhasil, karena kebijakan model Pak SBY, publikasi jurnal nasional dan internasional meningkat. Internasionalisasi kampus terasa. Wajah guru dan dosen juga lebih sumringah. Pendidikan terasa dikuatkan.
Tidak perlu dibanding-bandingkan, mana Pak SBY atau Pak Jokowi yang pro-pendidikan. Biarlah hasil yang berbicara dan sejarah yang mencatat. Kebijakan mengandung konsekwensi. Hasil sudah lantang dengan sendirinya.
Yang penting, di zaman baru Pak Prabowo para kelas menengah harus tetap mengawal. Kelas menengah terdiri dari para orang-orang biasa yang bekerja di kantor, sawah, laut, jalan, pabrik, sekolah, universitas, atau orang-orang yang sedang menempuh pendidikan.
Kelas menengah dalam waktu lima atau sepuluh tahun ini sedang lesu, kurang semangat dalam mengawal urusan penguatan pendidikan, ekonomi, peran politik, sosial, dan sebagai penyeimbang penyelengara negara. Kelas menengah melemah.
Program jembatan universitas ke dunia kerja dan pasar menjadi tujuan utama. Maka wajar jika pendidikan vokasi, pendidikan digital, dan kurikulum merdeka menjadi acuan utama. Kurikulum merdeka artinya magang di perusahaan, dan memberi kesempatan para siswa dan mahasiswa untuk dunia praktis.
Di era Pak Jokowi kita semua diajak kerja. Infrastruktur dan pasar kerja bermakna zahir dan materi.
Ini berbeda dengan era Pak SBY. Beliau sudah memberi perhatian pada anggaran pendidikan 20% dari anggaran nasional. Di era Pak SBY juga menelorkan kebijakan 30 persen anggaran pendidikan untuk riset dan inovasi.
Di era Pak SBY para pendidik, yaitu guru dan dosen, menikmati kenaikan gaji, tambahan remunerasi, sertifikasi, dan penghargaan lainnya. Anggaran pendidikan melonjak, begitu juga nasib para pekerja pendidikan. Kebijakan itu lalu dilanjutkan di era Pak Jokowi, tetapi belum terasa ditingkatkan lagi.
Kurikulum merdeka baru menautkan dunia kerja dan pendidikan. Investasi jangka panjang pendidikan dan moral pendidikan belum mendapatkan porsi yang layak.
Walhasil, karena kebijakan model Pak SBY, publikasi jurnal nasional dan internasional meningkat. Internasionalisasi kampus terasa. Wajah guru dan dosen juga lebih sumringah. Pendidikan terasa dikuatkan.
Tidak perlu dibanding-bandingkan, mana Pak SBY atau Pak Jokowi yang pro-pendidikan. Biarlah hasil yang berbicara dan sejarah yang mencatat. Kebijakan mengandung konsekwensi. Hasil sudah lantang dengan sendirinya.
Yang penting, di zaman baru Pak Prabowo para kelas menengah harus tetap mengawal. Kelas menengah terdiri dari para orang-orang biasa yang bekerja di kantor, sawah, laut, jalan, pabrik, sekolah, universitas, atau orang-orang yang sedang menempuh pendidikan.
Kelas menengah dalam waktu lima atau sepuluh tahun ini sedang lesu, kurang semangat dalam mengawal urusan penguatan pendidikan, ekonomi, peran politik, sosial, dan sebagai penyeimbang penyelengara negara. Kelas menengah melemah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda