Titip Agenda Pendidikan Pak Prabowo

Minggu, 22 September 2024 - 11:12 WIB
loading...
Titip Agenda Pendidikan...
Al Makin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Al Makin
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

MENJELANG dilantiknya presiden mendatang dan terbentuknya kabinet, amat wajar jika warga negara ini menaruh harapan baru. Banyak elemen masyarakat berbeda mempunyai harapan beragam pula. Harapan kami masyarakat biasa-biasa saja, yang biasa disebut kelas menengah, adalah perhatian khusus pada persoalan pendidikan.

Pada Pak Prabowo, kita semua optimis mampu menyetir arah navigasi nasional ke investasi pendidikan demi generasi mendatang. Beliau terdidik secara rapi dengan pengalaman pendidikan internasional sejak dini.

Beliau berasal dari keluarga terpelajar dengan catatan panjang pada nenek moyangnya dalam perjuangan bergelut buku dan berjuang di lapangan. Tidak diragukan lagi.

Kita berharap beliau sadar bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Pendidikan akan menentukan kemana arah masa depan bangsa kita. Pendidikan perlu kesabaran dan ketabahan, karena tidak semua investasi itu berbuah cepat.

Ibarat menanam pohon besar dan keras, pendidikan akan berbuah dalam hitungan windu bahkan abad. Kita harus sabar, tidak buru-buru seperti manuver sesaat dan zigzag out of the box yang cepat. Pendidikan adalah pengorbanan di awal, hasilnya jauh-jauh ke depan nanti. Percayalah hasil akan jauh lebih mahligai dari yang bisa kita bayangkan.

Pendidikan tidak bisa diukur seperti investasi saham, perusahaan, atau ekonomi secara umum. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang. Perlu kesabaran dan pengorbanan di muka.

Pak Prabowo sepertinya sejak visi dan misi kampanye mempunyai perhatian pada pendidikan karakter, atau akhlak. Ini patut untuk diberi ruang secara khusus dan mungkin perlu dipertegas. Moral dan karakter, kejujuran, integritas, komitmen pemerintahan yang bersih, anti-korupsi, adalah harapan semua warga negara.

Di era Pak Jokowi, perhatiannya pendidikan pada orientasi pasar dan kerja. Memang semboyan kerja dan kerja menjadi penanda periode sentralisasi administrasi dan birokrasi zaman itu. Pendidikan dimaknai ketersambungan antara sekolah dan dunia kerja yang praktis serta pasar ekonomi. Walhasil, para murid dan mahasiswa disiapkan untuk siap-siap dunia kerja. Kurikulum merdeka jawabannya.

Program jembatan universitas ke dunia kerja dan pasar menjadi tujuan utama. Maka wajar jika pendidikan vokasi, pendidikan digital, dan kurikulum merdeka menjadi acuan utama. Kurikulum merdeka artinya magang di perusahaan, dan memberi kesempatan para siswa dan mahasiswa untuk dunia praktis.

Di era Pak Jokowi kita semua diajak kerja. Infrastruktur dan pasar kerja bermakna zahir dan materi.

Ini berbeda dengan era Pak SBY. Beliau sudah memberi perhatian pada anggaran pendidikan 20% dari anggaran nasional. Di era Pak SBY juga menelorkan kebijakan 30 persen anggaran pendidikan untuk riset dan inovasi.

Di era Pak SBY para pendidik, yaitu guru dan dosen, menikmati kenaikan gaji, tambahan remunerasi, sertifikasi, dan penghargaan lainnya. Anggaran pendidikan melonjak, begitu juga nasib para pekerja pendidikan. Kebijakan itu lalu dilanjutkan di era Pak Jokowi, tetapi belum terasa ditingkatkan lagi.

Kurikulum merdeka baru menautkan dunia kerja dan pendidikan. Investasi jangka panjang pendidikan dan moral pendidikan belum mendapatkan porsi yang layak.

Walhasil, karena kebijakan model Pak SBY, publikasi jurnal nasional dan internasional meningkat. Internasionalisasi kampus terasa. Wajah guru dan dosen juga lebih sumringah. Pendidikan terasa dikuatkan.

Tidak perlu dibanding-bandingkan, mana Pak SBY atau Pak Jokowi yang pro-pendidikan. Biarlah hasil yang berbicara dan sejarah yang mencatat. Kebijakan mengandung konsekwensi. Hasil sudah lantang dengan sendirinya.

Yang penting, di zaman baru Pak Prabowo para kelas menengah harus tetap mengawal. Kelas menengah terdiri dari para orang-orang biasa yang bekerja di kantor, sawah, laut, jalan, pabrik, sekolah, universitas, atau orang-orang yang sedang menempuh pendidikan.

Kelas menengah dalam waktu lima atau sepuluh tahun ini sedang lesu, kurang semangat dalam mengawal urusan penguatan pendidikan, ekonomi, peran politik, sosial, dan sebagai penyeimbang penyelengara negara. Kelas menengah melemah.

Dunia pendidikan hendaknya dikawal sebaik-baiknya. Partisipasi dan cek publik juga nutrisi untuk demokrasi.

Ingat ketika Belanda berinvestasi pada dunia pendidikan lewat politik etisnya, lahirlah kaum intelegensia yang memerdekakan negeri ini. Karena pendidikan Belanda lah, kelas menengah itu menggerakkan cinta Tanah Air, kesadaran persatuan, berbicara secara diplomatis, dan lahirlah organisasi-organisasi yang menciptakan para pemimpin nasional.

Orde Baru Pak Suharto juga berinvestasi pendidikan, karena beliau didukung oleh para intelektual dari berbagai lulusan universitas kelas dunia. Pak Suharto bersedia mendengar nasihat-nasihat mereka. 30 tahun administrasi dan birokrasi dengan stabilitas ekonomi, sosial dan politik berkat think-tank kelas dunia.

Kita kawal kebijakan pendidikan Pak Prabowo. Investasi pendidikan adalah investasi jangka panjang untuk negeri.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0860 seconds (0.1#10.140)