Pemerintah Didorong Jamin Akses Trastuzumab untuk Pengobatan Kanker

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 08:52 WIB
Ketua POI Dr Cosphiadi Irawan sangat menyayangkan hingga saat ini obat trastuzumab masih belum bisa diakses oleh pasien. "Penatalaksanaan kanker membutuhkan kerja sama multidisiplin dan harus dilakukan secara komprehensif. WHO melalui Global Breast Cancer Initiative menargetkan 60% pasien kanker payudara terdiagnosis sejak stadium dini, diagnosis ditegakkan maksimal 60 hari, dan setidaknya 80% pasien mendapatkan akses terhadap pengobatan yang sesuai standar medis," katanya.

"Penting untuk diingat bahwa akses terhadap obat-obatan yang dapat menyelamatkan nyawa seperti trastuzumab bukanlah sebuah kemewahan, melainkan hak yang harus diterima oleh setiap pasien," timpal Dr Dyah Agustina Waluyo.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengapresiasi kegiatan yang diadakan oleh HIFDI, yang memberikan wawasan langsung mengenai masalah di lapangan yang dihadapi dokter dan tenaga medis kanker. Dia menyatakan bahwa BPJS sangat berkomitmen mendengarkan dan mencari solusi, meskipun tantangan utamanya terkait kebijakan dan bukti ilmiah.

"BPJS memiliki kepedulian mendalam terhadap kesehatan masyarakat Indonesia, menekankan pentingnya gotong royong dalam menjaga kesehatan dan kesadaran bahwa kesehatan memerlukan biaya," katanya.

Akademisi UI Dr Djumhana berharap agar obat-obat terbaik dari Amerika atau Eropa segera tersedia di Indonesia untuk mencegah pasien mencari pengobatan di Singapura. Dia menjelaskan pentingnya memasukkan obat-obat tersebut ke dalam sistem JKN agar menjadi cost-effective dan tercantum dalam e-catalog BPJS Kesehatan.

"Proses ini melibatkan perhitungan cost-effectiveness yang harus berada di bawah ambang batas yang ditentukan oleh Formularium Nasional (Fornas) Kemenkes," katanya.

Djumhana mengajak melakukan studi dampak anggaran di Indonesia guna memastikan harga obat dapat ditekan dan memenuhi standar cost-effectiveness. Sebab, obat untuk kanker payudara stadium awal hanya akan diterima jika diberikan dengan benar dan didasarkan pada penilaian multidisiplin, termasuk oleh radiolog yang melakukan CT Scan dan pemeriksaan lainnya untuk menentukan stadium penyakit.

Dr. Anton dari Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) mengungkapkan kekhawatirannya terkait penanganan kanker payudara stadium awal dengan HER2 (+), khususnya mengenai obat trastuzumab. Meskipun trastuzumab sudah dicakup dalam Formularium Nasional (Fornas) 2023, BPJS hingga saat ini belum memberikan akses obat tersebut.

"Apa alasan di balik keputusan ini, sebab secara legal formal Fornas 2023 menyetujui penggunaan trastuzumab untuk kanker payudara stadium awal hingga 18 kali," katanya.

Sementara itu, Dr Fathema Djan Rachmat menyampaikan, tingginya angka kematian akibat kanker di Indonesia, dengan tingkat kelangsungan hidup hanya 30% dan angka kematian mencapai 70%, mendesak untuk meningkatkan diagnosis dini dan aksesibilitas layanan kesehatan. Setiap tahun Indonesia menghadapi sekitar 400.000 kasus kanker baru, yang semakin diperparah oleh faktor-faktor seperti paparan karsinogenik, gaya hidup tidak sehat, faktor genetik, dan dampak keterlambatan pengobatan selama pandemi Covid-19.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More