RUU Ebet Dinilai Bakal Pangkas Peran Negara, Ini Penjelasannya
Minggu, 04 Agustus 2024 - 12:10 WIB
JAKARTA - Skema power wheeling yang dibahas dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) bakal memangkas peran negara menjaga tarif listrik yang terjangkau bagi masyarakat. Hal ini dikatakan Anggota DPR RI Komisi VII, Mulyanto.
“Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan/RUU EBET dapat mengurangi peran negara dan bahkan meliberalisasi sektor kelistrikan nasional, yang berpotensi memengaruhi tarif listrik," katanya, Minggu (4/8/2024).
Secara gamblang, Mulyanto menjelaskan, skema power wheeling merupakan mekanisme yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung sehingga berdampak pada sulitnya mengendalikan tarif listrik.
Untuk itu, Mulyanto berpendapat, peran negara harus kuat dalam menentukan tarif yang tetap terjangkau karena listrik merupakan kebutuhan dasar setiap warga negara. “Jangan lantas diliberalisasi. Power Wheeling merupakan bentuk liberalisasi ketenagalistrikan. Negara tidak bisa lagi berperan.”
Mulyanto menjelaskan, dengan implementasi power wheeling, pihak swasta bisa menjual langsung listrik ke pelanggannya. "Tarifnya tergantung mereka, bukan negara dan bisa fatal akibatnya. Hal ini sangat berbeda dengan sistem saat ini, di mana negara melalui PLN adalah pembeli dan penjual tunggal. Dengan itu, negara mampu menjamin keandalan listrik serta mengontrol subsidi energi. Jangan malah diliberalkan.”
Mulyanto menegaskan, pemerintah jangan terkecoh dengan istilah teknis power wheeling yang berbalut energi baru terbarukan/EBT.
Dalam diskusi tersebut, Mulyanto berharap agar semua pihak bergerak untuk mengawasi pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan/EBET yang saat ini alot dibahas di DPR. “Ini alot ya karena ada power wheeling.”
Sebagai Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto juga tegas menyatakan menolak power wheeling masuk dalam RUU EBET. “Sikap Fraksi PKS tetap menolak power wheeling masuk dalam RUU EBET.”
Menurutnya, negara harus kokoh dan berdaulat atas pengelolaan, penguasaan, kontrol, serta pemeliharaan sistem ketenagalistrikan. “Ini harus betul-betul dikuasai oleh negara,” pungkas Mulyanto.
“Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan/RUU EBET dapat mengurangi peran negara dan bahkan meliberalisasi sektor kelistrikan nasional, yang berpotensi memengaruhi tarif listrik," katanya, Minggu (4/8/2024).
Secara gamblang, Mulyanto menjelaskan, skema power wheeling merupakan mekanisme yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung sehingga berdampak pada sulitnya mengendalikan tarif listrik.
Untuk itu, Mulyanto berpendapat, peran negara harus kuat dalam menentukan tarif yang tetap terjangkau karena listrik merupakan kebutuhan dasar setiap warga negara. “Jangan lantas diliberalisasi. Power Wheeling merupakan bentuk liberalisasi ketenagalistrikan. Negara tidak bisa lagi berperan.”
Mulyanto menjelaskan, dengan implementasi power wheeling, pihak swasta bisa menjual langsung listrik ke pelanggannya. "Tarifnya tergantung mereka, bukan negara dan bisa fatal akibatnya. Hal ini sangat berbeda dengan sistem saat ini, di mana negara melalui PLN adalah pembeli dan penjual tunggal. Dengan itu, negara mampu menjamin keandalan listrik serta mengontrol subsidi energi. Jangan malah diliberalkan.”
Mulyanto menegaskan, pemerintah jangan terkecoh dengan istilah teknis power wheeling yang berbalut energi baru terbarukan/EBT.
Dalam diskusi tersebut, Mulyanto berharap agar semua pihak bergerak untuk mengawasi pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan/EBET yang saat ini alot dibahas di DPR. “Ini alot ya karena ada power wheeling.”
Sebagai Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto juga tegas menyatakan menolak power wheeling masuk dalam RUU EBET. “Sikap Fraksi PKS tetap menolak power wheeling masuk dalam RUU EBET.”
Menurutnya, negara harus kokoh dan berdaulat atas pengelolaan, penguasaan, kontrol, serta pemeliharaan sistem ketenagalistrikan. “Ini harus betul-betul dikuasai oleh negara,” pungkas Mulyanto.
(maf)
tulis komentar anda